Triandika Weblog Rotating Header Image

Vacation

Weekend: Gunung Pancar & Sentul Paradise Park

Gara-gara ada liputan di National Geografic Traveller edisi Bulan Mei 2013 tentang aktivitas weekend sekitar Jakarta yakni di air panas Gunung Pancar dan Sentul Paradise Park, maka minggu lalu kami mencoba kesana. Kalau mengikuti petunjuk arah dari NetGeo tersebut, sungguh sangat tidak membantu karena kurang jelas. Untung kami bisa memanfaatkan GPS, namun hanya air panas Gunung Pancar Sentul yang bisa muncul, sedangkan air terjun bidadari tidak belum ada.

Jam 8 berangkat dari rumah dengan rute jalan baru pemda Cibinong kemudian naik tol sekali karena keluar Sentul selatan (Sentul City). Namun petunjuk GPS ternyata lebih memilih tidak naik tol (lumayan ngirit hehe). Namun ternyata jalannya 20% kecil, 30% aspal bolong2 dan 10% batu-batu. Ternyata jalan menuju air panas Gunung Pancar melintasi gerbang Jungleland, Sentul City (jangan masuk gerbang, lewat ke kanan sampai +/- 3 Km).  Yang awalnya menyesal (kenapa ga lewat sentul) jadi baik-baik aja, karena jalan utama dari sentul city ke Jungleland ternyata belum ada di GPS.

Jam 10 kami sampai di Kawasan Wana Wisata Gunung Pancar yang dikelola oleh PT . Bayar tanpa tiket Rp 10rb dengan total 3 dewasa+1 anak + mobil (seharusnya sesuai tarif tertera Rp 8rb niih). Di wana wisata ini adalah lokasi track downhill yang sangat terkenal, karena juga menjadi venue Sea Games tahun 2012 lalu. Cukup adem suasana hutan dan banyak yang hanya leyeh-leyeh atau makan di pinggir jalan menikmati suasana hutan sesekali ada sepeda downhill terlihat.

Langsung menuju gerbang air panas, bayar lagi Rp 25rb (kali ini ada tiket). Begitu sampai, penilaian pun jatuh. Secara NatGeo sampai meliput, ternyata jauh lebih buruk dari Guci atau Baturaden. Bahkan dengan air panas di Serpong yang sempat kami kunjungi tahun lalu, Gn Pancar ini tidak lebih baik. Dari sisi fasilitas permainan anak, di Serpong jauh lebih banyak. Praktis di Gn Pancar hanya ada 2 kolam umum air panas (laki2 dan perempuan) serta kamar2 berendam yang disewakan Rp 15rb per 30 menit.

Berikut ini beberapa foto2nya. Sayang juga sudah bayar Rp 35rb tapi ga nyoba berendam hehe.

DSC05716

DSC05721

Karena kurang nyaman dengan area yang tidak luas dan masih menunjukan jam 11.30, maka agenda makan siang digeser ke tujuan berikutnya yang juga diliput NatGeo, Sentul Paradise Park. Tanya-tanya satpam di Gn Pancar, lokasi Air Terjun Bidadari tersebut mengambil arah ke desa Bojongkoneng (desa ini bisa dilihat di GPS, salah satu yang kelihatan SDN 2 atau 3), dari Sentul City ambil pertigaan Pos Aju Koramil. Kalau anda dari Jakarta, itu sebelum Masjid. Karena kami dari Jungleland, maka setelah Masjid Sentul City.

Jam 12.30 sudah masuk Gerbang Sentul Paradise Park (SPP), harga tiket 25rb per orang dewasa dan Rp 10rb mobil. Jalan masuk ke SPP ini cukup jauh dari jalan utama aspal, sekitar 1 Km ke gerbang dan 1 Km dari Gerbang ke lokasi wisata, dan kondisi jalan batu-batu. Bagi mobil yang kurang sehat dan cukup tua (serta kurang skill :D), tidak disarankan ke sini karena terjalnya tanjakan dengan jalan batu2 lepas yang membuat gigitan ban kurang kuat. Bisa dilihat, kondisi jalan dari gerbang seperti di bawah.

Sebaiknya jangan mengambil lahan parkir yang diatas, alias terus saja kalau ada tulisan parkir karena ada tempat parkir di bawah juga. Namun, view dari parkir atas itu sangat bagus, langsung bisa melihat semua obyek dalam satu waktu (plus untuk foto2 pribadi oke hehe).

DSC05727

View dari parkir atas

DSC05738x

View dari parkir bawah (panoramic)

Jadi cukup lumayan wisata air terjun dan pemandian ini. Lumayan mengobati kekecewaaan akibat air panas sebelumnya, pangsa pasarnya pun banyak mobil > 200 jt yang datang kesana. Sayangnya fasilitas ganti baju sedikit, dan bale-bale untuk duduk2 atau makan harus bayar Rp 30rb/2 jam. Akhirnya kami pun makan siang di mobil dengan menurunkan jok belakang + tengah, lumayan hehe. DSC05734 - x

Setelah makan siang dan tidak terlalu terik, kami baru turun ke bawah untuk menikmati air mancur, air terjun dan kolam nya.

DSC05766DSC05760

DSC05749

Jam 3, kami keluar dari area SPP Dan benar, beberapa kendaraan cukup kesulitan naik menuju jalan aspal. Lewat Sentul City, masuk tol sentul selatan, keluar sentul utara (sirkuit sentul), langsung menuju jalan pemda cibinong dan lewat GDC. Jam 4, kami sudah sampai di rumah.

Bagaimana dengan jarak? Dari rumah ke Gn Pancar (via jalur non-tol) sekitar 45 Km. Lalu Gn Pancar-SPP sekitar 15 Km. Pulang SPP- rumah lewat tol juga sekitar 45 Km. Cukup dekat dan mudah terjangkau. Selain itu dari sisi harga dan obyek yang ditawarkan, value for money cukup bagus. Kecuali air panas Gn Pancar,  walaupun masih bisa diterima, dengan bersepeda atau lebih menikmati suasana hutan yang sejuk. Dan efektifnya anda bisa mengunjungi kedua obyek ini dalam satu hari.

Beach Tour: Tanjung Lesung & Carita Anyer

Memang perjalanan tour kali ini tidaklah sepanjang mountain tour akhir 2010 lalu, namun sebenarnya beach tour ini melengkapi koleksi pantai selatan jawa barat yang sudah kami jelajahi (tapi belum tidak semua ditulis di blog hehe), yakni Pelabuhan Ratu 2011, Pangandaran 2009 dan 2012. Beach Tour ini kami lakukan di sebuah long weekend bulan Maret 2013.

Anyer sendiri pernah kami kunjungi tahun 2009 sebelum Safa lahir saat ada acara kantor. Oleh karenanya, Carita yang lebih timur akan menjadi tempat menginap karena Tanjung Lesung sangat ‘tidak masuk budget’ karena lebih berbentuk resort. Namun, rute perjalanannya, kami  akan mengunjungi Tanjung Lesung dan sekitarnya, dan menjelang makan siang akan menuju Carita.

Berangkat jam 5.30 pagi, kami langsung meluncur menuju Tanjung Lesung dengan mengambil jalur Pandeglang. Keluar Tol Serang Timur, jam masih Jam 7. Secara jarak, Depok-Tanjung Lesung via Pandeglang sekitar 210 Km seperti yang ditunjukan Google Map dibawah.

Depok-Tjg Lesung

Jalur Serang-Pandeglang-Tanjung Lesung secara umum cukup baik, hanya beberapa spot terutama antara Pandeglang-Tanjung Lesung di area pegununganyang jalannya berlubang. Jika menyukai Durian, maka setelah keluar kota serang ada beberapa Depot Durian Jatuhan yang bisa menjadi pilihan. Karena kami mengejar waktu jam 9 sampai Tanjung Lesung supaya pantai tidak terlalu panas (plus konon durian disitu > 75 ribu :D), maka menjadi catatan saja untuk trip berikutnya.

Jam 9 kami sampai di lokasi komplek Resort Tanjung Lesung. Ada gerbang yang dijaga satpam dan baru dibuka jam 7 pagi untuk pengunjung dari luar yang akan diberikan Guest Pass. Di dalam komplek resort jalan sangat mulus dan sudah siap dikembangkan menjadi 2 lajur di masa depan. Masih ada cukup banyak sawah di komplek tersebut. Konon di area komplek ini nantinya akan dibangun bandara kecil seperti bandara di Pangandaran. Belakangan diketahui bahwa pengelola komplek tersebut sama dengan pengelola kawasan industri Jababeka di Cikarang, Bekasi.

Komplek? Ya..Tanjung Lesung adalah komplek tertutup yang terdiri atas beberapa hotel berlokasi di bibir pantai. Pengunjung non-tamu hotel memang masih mungkin menikmati pantai non-hotel, namun pantai di hotel tentu lebih bersih dan menarik. Sedangkan pantai di luar komplek ada sebelum masuk ke komplek tersebut.

Kami langsung menuju ke paling ujung  jalan dari komplek menuju ke Pantai Badur. Dengan membayar Rp 20 ribu (1 mobil) dan Rp 5 rb/orang (bonus teh botol, jadi net nya Rp 3rb lah ya) yang tampak bukan dari pengelola Tanjung Lesung, tapi semacam ‘Karang Taruna’ desa. Tapi cukup ramah, dan terkesan tidak memalak karena ada karcisnya. Buat satpam gerbang Tanjung Lesung sendiri, sebenarnya tidak ada biaya masuk namun seringkali ada yang meminta dengan dalih sukarela (tanpa kercis).

Apa yang ada di Pantai Bodur? Berikut snapshots nya.

DSC05056

Untung kami tidak disini sekitar jam 9.30, jadi belum terlalu panas, sepi dan cocok untuk foto-foto. Konon kalau sore lebih ramai, banyak yang berenang di lokasi ini. In overall, pantainya memang bukan 100% pasir putih karena ada bagian2 batunya, namun cukup eksotis apalagi bila ketemu beberapa spot seperti bangku yang tampak yang menarik seperti di bawah (bayangkan dengan sudut yang tepat, di bangku tersebut ada orang yang memandang pantai, atau pasangan yang duduk saling memandang hehe).

DSC05052

Berikutnya, kami menuju ke Beach Club, dimana pengunjung yang tidak tinggal di hotel harus membayar Rp 75 rb/mobil untuk bisa masuk (sudah jauh-jauh kesini, kami masuk juga lah). Apa yang ada di beach club ada fasilitas beach sports macam boat, banana, snorkling dll dan juga tenda untuk bermalam, serta sebuah dermaga. Secara umum di beach club ini mahal-mahal biaya sewa alat olahraganya, pun dari awal kami hanya ingin membunuh rasa ingin tahu dan (pastinya) foto-foto. Kalau mau lebih murah dan optimal, bawa alat renang sendiri karena pantai disini lebih nyaman berenang dibanding di Badur tadi. Fasilitas mandi, mushola dll juga jauh lebih bagus (baca: ada harga ada rupa).

DSC05103

DSC05105-e

DSC05127

Setelah Dhuhur, kami langsung menuju ke kawasan Pantai Carita Labuan sekitar 50 Km dari Tanjung Lesung. Sambil jalan sembari browsing Kuliner di Labuan dan pilihan jatuh ke RM. Ibu Entin. Lokasi sekitar 1 Km dari pertigaan dari Labuan ke Lanjung Lesung atau Carita. Luar biasa mantap dan relatif lebih murah dibanding di Jakarta. Menu yang terkenal dari Ibu Entin ini adalah Otak-otak (Rp 1500 per bungkus) dan udangnya. Mantap lah pokoknya..hehe.

DSC05138

Sekitar jam 2.30 kami sampai di kawasan pantai Carita. Ayah safa sudah pernah menginap disini tahun 2006 (baru sidang ada proyek survei) dan waktu itu gagal menginap di pinggir pantai karena budget tidak memungkinkan hehe. Kali ini berusaha mencari lokasi cottage tersebut dan ketemu, Desiana Cottage. Here it goes..

DSC05219DSC05151

DSC05226

Dengan beberapa tipe room dan cottages (range harga Rp 250 rb – Rp 1.6 jt), harga yang ditawarkan masih sangat logis mengingat lokasi dan fasilitas prime nya di pinggir pantai. Langsung kami nyebur pantai sore hari itu, dan pagi hari keesokan harinya. Untuk makan malam, seafood di pasar ikan Carita cukup enak walaupun parkir nya terbatas (bahu jalan) dan nunggu antrian masakan cukup lama.  Banyak mobil parkir di pasar ini karena disini banyak orang membeli ikan dan makan seafood.

DSC05160DSC05206

Sudah merupakan tradisi baru bahwa setiap ke Pantai kami mencari TPI alias Tempat Pelelangan Ikan. Sengaja dari rumah membawa box ikan, maka pagi hari kami menuju TPI di Labuan, sekitar 10 Km dari Carita. Memang ada tempat jual ikan di dekat Carita, namun di TPI atau pasar ikan ada sesuatu yang berbeda (harga di TPI lebih murah dibanding di pasar ikan carita). Dan uniknya, pasar ikan yang lebih besar ternyata harus menyeberangi sungai supaya cepat daripada berkendara menuju kesana. Agak unsafe juga sebenarnya naik perahu seperti foto-foto di bawah, tapi kami enjoy saja sambil menertawkan anak-anak nelayan mandi hehe.

wow.. hati-hati.

wow.. hati-hati.

No comment :p

No comment :p

Foto sendiri

Foto sendiri

Minta tambah hehe

Minta tambah hehe

Setelah main di pantai lagi, kami segera berkemas pulang. Tepat jam 12 check out dan lengsung menyusuri ke barat menuju Anyer, terus sampai Cilegon. Sebenarnya awalnya kami berencana mengoptimlkan waktu dengan mampir makan siang di Pantai Anyer atau sebelumnya di sepanjang pesisir Carita ke Anyer, namun karena Safa tidur dan kami sendiri sudah pernah ke Anyer, maka kami batalkan rencana tersebut.

Jadilah makan siang di Cilegon dan kami ingin variasi tidak makan seafood dan turunannya. Dengan metode browsing seperti sebelumhya, pilihan jatuh di Sate H Asmawi di dalam Kota Cilegon kiri jalan jalur Cilegon ke Serang. lumayan mantap juga sate dan sop disini hehe.

DSC05231

Setelahnya, kami langsung meluncur ke Depok dengan istirahat sholat di Tol Merak – Jakarta (ngantuk, pagi renang di pantai terus makan sate). Alhamdulillah..tepat maghrib kami sudah sampai di rumah.

Untuk rute, sengaja kami menggunakan rute yang berbeda untuk membandingkan antara kedua rute tersebut. Seperti dikatakan diatas, Depok-Pandeglang-Tanjung Lesung sekitar 210 Km dan Tanjung Lesung-Carita sekitar 50 Km. Sedangkan Carita-Cilegon-Depok sekitar 180 Km. Jadi, rute Cilegon memang lebih jauh namun menjanjikan jalan lebih mulus dan pemandangan pinggir pantai sepanjang Carita – Anyer. Namun, resiko tersendat di jam2 tertentu karena truk2 industri di Cilegon.

Dan menurut kami, jika akan pergi ke Tanjung Lesung (atau Pulang Umang atau Peucang, Ujung Kulon), Carita dan bahkan Anyer, anda harus menggunakan dua rute tersebut (lewat Serang-Pandeglang dan Anyer-Cilegon), karena ada spot-spot yang bisa dinikmati di kedua rute tersebut seperti diatas. Anda juga bisa melakukan semua diatas di weekend biasa dengan budget terukur untuk menikmati pantai bersih yang bisa dijangkau mudah dari Jakarta.

Family Trip: Singapore

Singapore, tidak ada yang istimewa dibahas dari negara-kota ini. Tapi karena negara terdekat ini yang belum terjamah, maka awal Januari lalu kami bertiga jalan-jalan kesana. Jika biasanya jalan-jalan dilakukan sekalian dengan perjalanan dinas, maka ke Singapore kali ini benar-benar diniatkan untuk sendiri alias tidak ada model sebagian dibiayai kantor.

Meski demikian, strategi promo tiket pesawat Garuda dan kombinasi tinggal 3 malam di tempat teman di dekat NUS (terima kasih kepada Iqbal & Ipeh 🙂 ) dan 2 malam di hotel dekat Mustafa Center bisa mengurangi biaya jalan-jalan. Berangkat 3 Januari pesawat GA jam 4 WIB, dan pulang 8 Januari 2013 first flight jam 7 pagi.

DSC04570

Untuk Safa, ini adalah perjalanan pesawat kedua ke luar, setelah tahun 2011 lalu ke Malaysia. Secara keseluruhan sudah 4 kali perjalanan pesawat, dua domestik adalah ke Jogja Juni 2010 dan Bali Desember 2011. Namun demikian, secara biaya perjalanan ke Singapore adalah yang pertama usia diatas 2 tahun sehingga membayar penuh. Itulah mungkin mengapa selama periode setelah Desember 2011 – Desember 2012 tidak ada perjalanan pesawat karena masih ‘belum ikhlas’ bayar penuh (hehe).

DSC04573

Seperti biasa negara yang lebih maju, tidak ada transportasi umum yang sulit di Singapore, sepanjang kita membaca peta dan bertanya.Itinerary disusun oleh bunda, yang kali ini lebih semangat ke Singapore.

Hari kedua Jum’at, Merlion dan makan siang masakan indonesia di food court salah satu mall Orchard Road.

DSC04677

DSC04680

Karena masih hari pertama dan masih capek adaptasi jalan kaki, maka sore hari sudah kembali ke flat, dan malamnya main-main di taman sekitar flat tersebut. Itinerary hari esoknya diputuskan ke Singapore Zoo instead of Bird Park. Pertimbangan karena Safa masih belum paham betul jenis-jenis burung walaupun secara atraksi konon lebih menarik dibandingkan zoo. Langsung booking tiket online lumayan bisa diskon 10%. Plus kali ini Safa dianggap (menganggap diri hehe) belum cukup beli tiket sendiri.

 

Hari ketiga Sabtu, Singapore zoo seharian, sore di Garden by the bay dan malam di Merlion lagi. Jam 9 pagi sudah jalan, seharian di zoo dengan tidak mau rugi menonton semua 4 free animal live shows walaupun harus ngos-ngosan pindah lokasi satu ke yang lain karena waktu yang mepet (hehe). Tiket yang dibeli komplet shuttle bus untuk keliling zoo, namun karena live show mepet tersebut kami akhirnya sering juga jalan tanpa shuttle. Tetap tidak mau rugi, kami sampai muter2 dengan shuttle tersebut sampai 3 kali hingga guide nya sampai mau menawarkan lagi shuttle bahkan ketika kami akan pulang. Dibanding Ragunan, Singapore Zoo ini jauh lebih kecil. Jadi kalau anda biasa jalan2 di Ragunan, sebaiknya tidak perlu bayar shuttle.

Makan siang di zoo, namun sudah berstrategi membawa nasi putih dan fried chicken, jadi makan order cukup 1 menu formalitas supaya ga sungkan duduk di kursi restorannya. Safa sendiri sangat menikmati zoo,bahkan sampai tidur cukup nyenyak sekali (hehe).

DSC04765

Sampai jam 3 sore baru jalan ke Garden by the bay.

DSC04815

Penasaran dengan laser malam merlion, dibela-belain juga sampai jam 8 malam nunggu, lalu pulang mampir dinner di mall clementi. Jam 11 baru sampai flat.

Hari keempat Minggu ke NUS, Sentosa dan migrasi ke hotel, maka kami rencanakan jalan-jalan hanya sampai sore saja. Pagi hari lihat-lihat ke NUS khususnya Engineering Faculty, hanya jalan sekitar 500 meter ke gerbang NUS.

DSC04871

Lalu berangkat ke Vivo City untuk makan siang di food court yang sangat enak sebelum ke Sentosa. Ke Sentosa, opsi bridge walk yang dipilih mengingat paling murah hanya SGD 1/person untuk gate pass ke Sentosa, sedangkan jika monorel SGD 5 atau sky train 10 SGD. Seperti biasa, Safa juga sangat menikmati escalator nya. Sayang Safa sudah cukup capek dan pingin tidur siang saat tiba di Sentosa. Dari Sentosa ke Vivo, mencoba monorel karena kalau keluar dari Sentosa gratis.

DSC04893

Sebelum ke Flat Ipeh+Iqbal, kami mampir dulu ke flat teman yang juga di area yang sama, Dewi IF’03 sekeluarga. Lumayan, bisa jalan-jalan plus silaturahim dan sharing info. Setelah makan malam di flat, kami pun migrasi ke hotel. Di hotel sampai jam 9, beres-beres terus tidur pulas.

Hari kelima Senin, agenda belanja Bugis + Chinatown + Mustafa Center. Sebenarnya malamnya ada keinginan ke Clark Quay, tapi urung karena males dan saldo e-travel card sudah limit tidak bisa dipakai lagi (harus top up). Siap-siap saja karena jam 4.30 pagi naik taxi ke Changi.

DSC04950

Hari keenam Selasa, pulang Indonesia. Karena masih kena night charge, jatuhnya SGD 40 (pfuh… kalau naik MRT paling pagi jam 5 total berdua paling cuma SGD 5).  Lain kali kalau ngejar tiket promo dan first flight, harus bener-bener dihitung dengan taxi fare, mana yang lebih efisien.

Seperti halnya di KLCC, Changi juga menyediakan arena kids play ground. Lumayan Safa jadi tidak terlalu jenuh karena pagi-pagi sudah bangun-bangun. Pesawat on schedule, jam 9 pagi sudah landing di Indonesia.

DSC04969

Jalan-jalan (dan tinggal) di luar negeri memang (terlihat) menyenangkan, namun tetap pulang ke negeri sendiri yang paling diidamkan. Dan belum tentu gaji besar di luar negeri lebih baik karena pengeluaran juga besar seperti di Singapore itu. Rasio pendapatan / pengeluaran harus benar-benar ditimbang jika memutuskan bekerja di luar negeri nanti nya.

Business + Backpack Trip: Qatar & Saudi

Melakukan perjalanan tambahan setelah perjalanan dinas adalah salah satu cara yang efektif dan efisien, dan itulah yang seringkali kami lakukan selama ini. Seperti kesempatan ke Malaysia tahun 2011 lalu, jatah dinas 4 malam menjadi 8 malam karena ditambah perjalanan wisata keluarga.

Walaupun ayah safa juga beberapa kali berangkat sendiri tanpa keluarga (Backpacking HCMC-Siem Reap-Bangkok, atau perjalanan dinas ke UK), tetap “default”nya, setiap ada kesempatan bussines trip, kami selalu mencoba mengagendakan menjadi perjalanan keluarga (salah satu alasan kenapa bunda safa “memilih” menjadi guru lepas, bukan pegawai tetap kantoran hehe).

Dan bulan Mei 2012 lalu, ayah safa berkesempatan untuk mengikuti konferensi di Doha, Qatar. Do’a yang dipanjatkan akhir tahun ketika memasukan paper ternyata dikabulkan Allah Swt, paper diterima dan jalan ke Doha sekaligus menuju Makkah menjadi lebih dekat. Setelah persetujuan dari kantor diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menemukan agen perjalanan untuk agenda Umroh.

map_of_qatar2

Source: Map

Buku 10jt UmrohNamun ternyata, kami terkendala dengan waktu Umroh dan flesibilitas. Lebih tenang kalau umroh dilaksanakan setelah agenda di Doha selesai, sehingga dari Umroh langsung kembali ke Indonesia. Ternyata, ayah safa juga harus hadir di konferensi di Jakarta yang rentangnya hanya 7 hari dari akhir konferensi Doha. Mau tidak mau,  umroh backpacking lah yang dipilih. Buku Qatar+Umroh disamping sangat membantu untuk menjelaskan kondisi disana, walaupun untuk Umroh penulis buku melakukannya dengan biro umroh di Doha dengan kendaraan bus ke Makkah-Madinah. Sebagai tambahan pengetahuan, buku Notes from Qatar juga kami baca.

Bagaimanapun juga, peran agen tetap dibutuhkan untuk mengatur agenda umroh 5 hari tersebut. Lebih jauh lagi, peran agen sangat dibutuhkan karena Kedubes Saudi di Jakarta tidak akan mengeluarkan visa umroh jika tidak ada penjamin (biro perjalanan) umroh. Akhirnya, kami bertanya2 pada 3 – 4 biro umroh di Depok, tapi hasilnya nihil. Semua hanya memilki paket standar 9 atau 11 hari, all inclusive package. Padahal kami punya agenda di Doha dan pastinya tiket pesawat beli sendiri.

Alhamdulillah..seorang senior sekolah bunda safa di Bandung yang bekerja di biro haji umroh memberikan jalan. Beliau dan teman2nya akan mengatur segalanya di Saudi untuk umroh termasuk visa, sedangkan biaya kami keluarkan aktual disana. Sebagai sebuah “EO”, tentu ada management fee yang sangat normal. Singkatnya, agenda Qatar + Saudi sudah siap termasuk akomodasi dan kontak person nya.

Pesawat Qatar Airways (QA) take off jam 12 sabtu malam, dan sampai di Doha ahad jam 5 pagi (9 jam flight). Seteleh custom clearance, maka kami langsung menuju ke Hotel. Dari kantor ayah safa, ada 4 orang yang juga berangkat sehingga kami berjumlah 6 orang.

Agenda di Doha adalah agenda yang “normal” saja, pagi sampai sore senin-rabu ayah safa acara konferensi dan bunda safa jalan2 di mall (hotel bersambung dengan mall), sore-malam baru kita jalan2. Ada agenda tertentu siang hari belanja di Souq Waqif. Ada agenda sore kita jalan2 ke gurun pasir (desert tour), naik 4-wheel drive (mantap niih..hehe), santai di pantai (mestinya olahraga atau berenang..tapi kita kan udah biasa hehe), naik unta dan makan sore daging bakar.

DSC03404

Selain itu kami juga jalan2 ke The Pearl, ini adalah daratan buatan berbentuk seperti pearl yang berisi mall, kondomunium, yacht yang semuanya mewah-mewah. Mall Villagio yang di dalamnya channel duct meniru di Venezia sempat kami kunjungi, karena 2 minggu setelahnya, mall mewah itu terbakar habis.

Ada juga mengunjungi Islamic Museum, dimana kesungguhannya menjadi the greatest islamic museum. Terbukti dari koleksi-koleksinya yang cukup banyak dengan berbagai periode-periode zaman kekhalifahan islam. Landscape islamic museum yang dipinggir pantai juga sangat nyaman, sehingga tampak banyak anak TK dan SD bermain di halaman rumput2 nya.

Secara umum Qatar juga kecil (mirip seperti Singapore) yang penduduk aslinya sekitar 300,000 sedangkan pendatangnya mencapai 1.2 juta. Tata kota sangat menyenangkan dengan taman2 hijau alami (semprotan air di bawah rumput2nya), walaupun kesan gurun dan panas tetap tidak bisa hilang. Namun karena Doha terletak dekat laut, maka angin membantu menyegarkan.

Yang paling menarik dari kunjungan ke Qatar ini adalah undangan yang diberikan kepada kami untuk makan malam bersama Dubes Qatar, IA-ITB serta IATMI Qatar pada Rabu malam. Undangan ini sebenarnya semi tidak sengaja, karena ada perwakilan Migas yang membuka stan konferensi menginfokan ke Kedubes ada presenter dari Indonesia. Berlokasi di  Souq Waqif, kesempatan dinner bersama Dubes ini sungguh sangat langka. Kami diberikan gambaran tentang kerjasama Indonesia-Qatar dan kegiatan para warga Indonesia di Qatar. Kami merasa bersalah karena mengunjungi Qatar tidak melakukan konfirmasi ke Kedubes, karena jika memberi tahu maka akan banyak dukungan orang Indonesia saat kami melakukan presentasi sehari sebelumnya.

DSC03551

Perjalanan Umroh

Hari kamis siang, pesawat QA akan membawa ayah + bunda safa ke Jeddah untuk memulai ibadah Umroh. Doha-Jeddah hanya 2.5 jam flight, berikutnya langsung keluar airport untuk ketemu dengan Muthowif (pembimbing). Pak Saleh adalah muthowif kami, beliau sudah tinggal di Saudi selama 10 tahun, dan menjalani profesi Muthowif ini sebagai sambilan tapi juga pendapatan utama. Proses “keluar” dari bandara Jeddah agak sedikit lama karena visa umroh (dan terindikasi dengan memakai baju ihram). Alhamdulillah..pentingnya biro umroh ada disini karena kontak person sudah diberikan untuk pengurusan clerance di bandara Jeddah ini. Disini kami mendapat pelajaran berharga, dimana tidak akan ditemukan jika umroh melalui jalur reguler.

Langsung menuju hotel di Mekkah, setelah sebelumnya berniat Umroh. Hotel yang di-booking-kan cukup nyaman, walaupun dengan 4 single bed tapi kami tetap sekamar berdua saja. Masakan indonesia kami beli langsung ke koki dan pelayan yang juga dari indonesia (karena kami backpack, maka tidak dapat jatah makanan reguler). Makannya sebenarnya prasmanan biasa seperti halnya jamaah reguler. Kami tidak canggung, karena hampir semua penghuni hotel tersebut orang indonesia, dan sebagian kecil malaysia. Di hotel sebelah2nya pun demikian.

Kamis malam (malam jum’at) itu juga mulai jam 9 malam, kami langsung melaksanakan umroh ke Masjidil Haram dibimbing Muthowif, berjarak sekitar 400 meter. Ibadah umroh selesai sekitar jam 12 malam, kami menuju hotel dan kemudian tidur untuk bangun kembali jam 3 persiapan  shalat shubuh ke masjid. Setelah shubuh dan ibadah lainnya, kami sarapan di serambi masjid dengan membeli 1 porsi makanan (dimakan berdua cukup..hehe). Kemudian masuk ke masjid lagi untuk melaksanakan tawaf, dhuha dll. Sekitar jam 9, kami kembali ke hotel dan bersiap untuk istirahat. Setelah sholat jum’at nanti, Pak Sholeh akan mengantar kami ada jalan-jalan sekitar Mekkah. Sebagai info, sholat Jum’at harus berangkat 1 jam lebih awal jika ingin mendapatkan tempat.

Jam 2 siang, kami jalan2 ke bebarapa situs Mekah, yakni Arafah, Mina, Muzdalifah, Gua Hira (tidak sempat naik), dan bukit jodoh (pertemuan Nabi Adam as dan Siti Hawa).  Hanya sekitar 2 jam, karena sholat ashar kembali di Masjidil Haram. Sorenya kami ditawari oleh Pak Sholeh untuk niat Umroh sekali lagi. Kami mengiyakan dan akan dilaksanakan setelah Isya dengan mengambil Miqat terdekat yakni Jironah (15′ dari Masjidil Haram, sopir ‘angkot’nya super ngebut!). Alhamdulillah..selesai umroh sekitar jam 12 malam dan kami langsung kembali ke Hotel.

Sabtu pagi agenda utama adalah perjalanan ke Madinah setelah sarapan, dimana setelah shubuh kami sudah melaksanakan Tawaf Wada’. Jam 9, ayah safa dan Pak Sholeh pergi mencari air zam-zam (ingat, kami bukan umroh reguler yang sudah dengan tenang mendapat jatah 20 liter air zam-zam). Kami langsung menuju ke sumur zam-zam di dekat museum rumah Rasulullah Muhammad Saw. Alhamdulillah..ada ‘pedagang’ yang menawarkan galon 20 liter (betul, sangat sulit menemukan penjual galon disana, semua sudah terisi. Mungkin menjual galon konsong ‘dilarang’, karena penjual tersebut juga bukan penjual pinggir jalan). Jadi, pengalaman tersendiri mengisi air zam-zam dari sumbernya. Tidak lupa, pengalaman pula mengangkat dan memanggul 20 liter air sejauh kira2 1 km dari sumur ke hotel (hosh..hosh..hehe), kami gantian antara Pak Sholeh dan ayah safa.

Seteleh mendapat air zam-zam, agenda berikutnya mencari kendaraan yang bisa membawa kami ke Madinah, karena memang di sekitar masjid banyak orang berteriak mencari penumpang ke kota-kota lain. Bebarapa kali Pak Sholeh bertanya dan menawar. Sampai akhirnya mendapati Innova (saya yakin ini produksi Indonesia) yang menjelang penuh dan dengan tambahan penumpang kami bertiga maka langsung berangkat menuju hotel menjemput bunda safa dan barang2.

Makkah-Madinah ditempuh sekitar 5 jam, sehingga kami masih bisa ashar di Masjid Nabawi. Perjalanan dengan di jalur toll (free) 2 lajur tapi sangat-sangat sedikit kendaraan yang melintas, berbeda dengan jalur Jeddah-Makkah yang cukup padat. Semua bukit dan panas, hanya sesekali ada tumbuhan dan pemukiman. Jika menggunakan unta menurut Pak Sholeh, Makkah-Madinah ditempuh dalam 12 – 16 hari. Subhanallah, kita bisa bayangkan bagaimana Rasulullah Muhammad SAW dalam Perjanjian Hudaibiyah harus ikhlas kembali lagi ke Madinah karena begitu menjunjung tinggi perjanjian. Pantas bila perjalanan 14 hari membuat para Sahabat ‘marah’ karena umat muslim tidak jadi melaksanakan haji.

DSC03747

Di Madinah, hotel kami lebih nyaman dibandingkan di Makkah dan terasa lebih dekat ke masjid (hanya 2 blok), mungkin karena tata kota bangunan yang sangat rapi di Madinah. Kami tidak makan di hotel, walaupun kondisinya sama (koki dan pengunjung mayoritas dari Indonesia), tapi kami makan di restoran indonesia yang sangat nyaman, sekitar 3 blok dari hotel. Pembayaran pun bisa dilakukan dengan rupiah karena mereka mungkin juga lebih murah jika langsung mengirim ke Indonesia.

Agenda malam setelah isya adalah ke Raudah. Ayah safa pergi bersama Pak Sholeh, sedangkan bunda mengikuti jalur perempuan dan bergabung dengan rombongan melayu. Untuk laki-laki, relatif lebih leluasa dari sisi waktu, berdoa dan bahkan berfoto di Raudah. Sedangkan perempuan dibatasi waktu kunjung dan aktivitasnya. Bunda safa baru kembali ke Hotel jam 12 malam.

Ahad pagi adalah hari terakhir kami di Madinah. Agenda hari ini adalah jalan-jalan, dan nanti setelah ashar akan berangkat langsung ke Jeddah airport. Tantangannya, kami belum menemukan kendaraan apa yang akan membawa kami kesana. Setelah sarapan pagi ala backpacker (hehe) di taman masjid, kami menuju ke Masjid Quba. Alhamdulillah, di pinggir jalan Masjid Quba kami bertemu dengan pemilik kendaraan yang biasa menyewakan kendaraan untuk perjalanan. Deal dibuat, kami akan dijemput setelah ashar menuju ke Jeddah. Sholat dhuhur kami sudah di Masjid Nabawi.

Masa antara dhuhur dan ashar , kami manfaatkan untuk jalan-jalan di masjid sekitar Nabawi. Ada dua masjid yang kami lewati dan kunjungi. Salah satunya masjid Abu Hurairah yang kami tempuh dengan jalan kaki, melintasi jalan-jalan panas Madinah dengan memakai topi+masker. Selain itu kami juga manfaatkan waktu tersisa untuk belanja di sekitar Masjid Nabawi (setelah cukup banyak waktu belanja yang lain). Untuk belanja kurma, kami sudah cukup belanja di pasar kurma masjid Quba yang menurut kami lebih variatif.

DSC03873

Pilihan menjadikan Madinah setelah Makkah menurut kami tepat, karena kita bisa rehat (dan belanja hehe) setelah aktivitias Umroh. Pun Madinah juga lebih sejuk, ramah penduduk sehingga nyaman. Inilah mungkin menjadi alasan Rasulullah Muhammad Saw memilih tinggal di Madinah sekalipun setelah Fathu Makkah.

Jam 4.30 sore, jemputan sudah sampai dan kami siap berangkat ke Jeddah. Perjalanan sekitar 5 jam, kami sampai jam 9 malam. Pak Sholeh langsung pamit dan kami membayar jasa dan transportnya (Terima kasih Pak..insyaAllah kita ketemu lagi). Saya terkesan dengan beliau, cukup bisa menemani kami yang jamaah ‘tidak biasa’ ini (hehe). Masih sekitar 4 jam untuk bisa check in (flight jam 4 pagi, baru boleh masuk area departure jam 2). Setelah makan malam, kami tidur di kursi tunggu bandara, dan beberapa orang indonesia juga tidur disana.

Jam 2 masuk airport dan proses check in kemudian lanjut ke boarding area. Banyak juga orang indonesia yang akan menggunakan QA, tapi kami tidak lihat waktu ‘tiduran’ di kursi tunggu tadi. Mungkin mereka perjalanan malam dari Makkah/Madinah atau menginap di Jeddah, tak perlu seperti kami overnight di airport (hehe). Pesawat sampai Doha jam 5 pagi (Qatar-Saudi selisih 1 jam), dan akan connecting flight jam 9. Masih cukup untuk beres2 dan lihat2 duty free stores.

Alhamdulillah.. kami sampai di Soekarno Hatta Jakarta jam 10 malam (senin malam).  Hari Selasa masih ada waktu istirahat 1 hari full, karena hari rabu semua aktivitas kembali normal (ayah safa langsung ke konferensi IPA).

Oiya, kemana safa selama kami pergi 9 hari? Safa di rumah bersama bibi ditemani mbah. Jadi seolah-oleh honeymoon yang kesekian lagi buat kami (hehe). Saat sampai rumah jam 12 malam safa langsung bangun dan main sebentar bersama. Sempat kami mendokumentasikan plang nama Bukit Safa, hal yang menjadi alasan pemberian nama safa kepada safa. 🙂

DSC03901

DSC03738

Menurut kami, perjalanan umroh non-reguler sangat bisa dilakukan, apalagi oleh kalangan yang masih sehat dan terbiasa bepergian oversea. Perihal bahasa secara praktis memang tidak terlalu menjadi soal, karena bahasa indonesia (melayu) seolah menjadi bahasa kedua setelah arab disana. Hampir semua penjual makanan dan souvenir bisa bahasa (askarwati madinah juga bisa), mengingat banyaknya jamaah dari indonesia. Namun dengan pengalaman diatas, kemampuan Arabic menjadi hal wajib jika ingin lancar umroh non-reguler tanpa Muthowif.

Tentang biaya.. tidak ada penghematan terlalu istimewa, mengingat tiket pesawat ayah dibiayai oleh kantor. Yang paling utama adalah mendapatkan biro umroh yang bersedia mengaturnya, karena normalnya orang yang tidak kenal tidak akan dibantu (resiko biro umroh akan di black list jika memberangkatkan umroh tidak profesional).

Jika mengaku backpacker, perlu juga mencoba diri (semi) backpacking umroh.. wallahu’alam.

@triandika

Family Trip: Malaysia

Semoga bukan cerita yang (super) telat 🙂

Akhir Juli tahun 2011 lalu, kami sekeluarga berkesempatan jalan ke Malaysia. Dengan tujuan utama perjalanan dinas kantor, tidak ada salahnya sekalian memboyong keluarga untuk jalan-jalan. Maka jadilah Malaysia adalah Family Trip ke luar Indonesia yang pertama, ada alasan Safa buat paspor (usia 1.5 tahun saat itu).

Itinerary sudah dibuat untuk total selama 9 hari disana, berangkat Sabtu pagi dan pulang Minggu siang. Hotel sudah dibooking, terutama untuk dua tujuan utama yakni 1 malam Kuala Lumpur dan 2 malam Penang (hanya 1 malam di KL karena 4 malam selanjutnya termasuk biaya dinas 🙂 ). Budget plan sudah disusun, termasuk tiket Garuda promo (1 adult + 1 infant).

Sabtu pagi jam 5, Safa sudah dibangunkan (biasanya bangun jam 6 hehe) dan Ayah-Bunda nya sudah sarapan. Jam 5.30 taksi sudah datang untuk pesawat Jam 8.30. Sayangnya, sabtu itu lancar sekali sehingga jam 6.15 kami sudah sampai di Terminal 2E.  Check in + imigrasi, jam 7 kurang kami sudah santai di lounge sambil pastinya Safa sarapan. Jam 7.30 langsung persiapan boarding, dan sesuai jadwal pesawat take off.

Sekalipun ini bukan penerbangan pertama buat Safa (setelah Jogja tepat tahun lalu), tapi tetap saja ada was-was jika Safa nangis di pesawat. Saat take off, Kapas penutup telinga sudah disiapkan dan Safa dalam posisi ASI. Alhamdulillah, Safa tidur tidak lama setelah take off  dan baru bangun saat landing di KLIA.

Sepi. Itulah kesan pertama keluar pesawat menuju KLIA. Memang lebih bersih dan modern fasilitasnya dibanding Soetta, tapi secara pasar penerbangan Indonesia jauh lebih potensial (sepulang perjalanan, kami tahu bahwa maskapai nasional MAS sedang dalam kesulitan dan karyawannya menolak merger dengan Air Asia). Perjalanan dilanjutkan ke Kuala Lumpur menuju Hotel Sahara di Chow Kit.

DSC01528

Mengapa menilih Hotel Sahara, karena dari internet terlihat bahwa hotel tersebut yang harga murah dengan fasilitas oke, dan yang paling penting sangat dekat dengan monorail (persis di bawah tangga station monorail Chow Kit). Dan pilihan yang awalnya penyesalan, langsung berubah menjadi syukur setelah melihat langsung hotel dan apa saja yang ada di Chow Kit (laundry indonesia, tempat makan masakan indonesia, bank2 besar indonesia, hipermarket dll). Value for money..overall score 8 of 10!

Dari chow kit menuju ke pusat Kuala Lumpur (KLCC, Bukit Bintang) juga bukan hal yang sulit. Monorel dan kombinasi adalah pilihan yang cepat tapi mahal, sedangkan bus lebih murah tapi lebih lama. Namun lama disini tidak seperti kondisi traffic di Jakarta, karena secara umum banyak jalan layang di KL yang jalur melingkarnya melintas antar gedung-gedung dengan tetap memperhatikan tata kota. Sebuah terobosan inovatif yang harus ditiru, di tengah sulitnya mencari lahan untuk lahan di kota besar yang padat.

Karena perjalanan ke KL (aslinya) merupakan perjalanan dinas, maka Hotel Sahara menjadi pilihan 1 malam saja. Selanjutnya selama 4 malam menginap di Hotel JWM kawasan Bukit Bintang. Namun pada hari minggu setelah pagi check out, barang diantarkan ke Hotel JWM, tapi target hari ini adalah ke Genting Highland. Sayangnya..karena kami tidak booking, maka hari minggu jam 10 Bus berangkat dari KL Sentral-Genting sudah penuh bahkan sampai jam 12 siang. Sayangnya lagi..karena kami tidak tahu, kami menunggu saja untuk bus Jam 12 tersebut, padahal sebenarnya ke Genting bisa berangkat dari titip point manapun (misal Pudu, Gombak dsb).

Setelah tiba di Terminal Genting sekitar jam 1 (1 jam dari KL Sentral), kami langsung pesan tiket return ke loket, namun yang tersedia ke Gombak di Jam 4 sore. Tidak ada pilihan, daripada terlalu malam maka kami ambil opsi tersebut. Sehingga praktis 3 jam di Genting termasuk menaiki Skyway (Kereta Gantung) dari terminal ke Genting. Antrinya lumayan lama karena hari minggu, Jam 1.30 baru kami naik menuju Genting. Kurang lebih 20″, maka sampailah di kawasan Genting. Dengan waktu bersih hanya 1.5 jam, maka foto2 menjadi pilihannya. Yang penting ada bukti ke Genting, bener kan? 🙂

DSC01617

Dari Genting ke Gombak hanya butuh waktu 30 menit, dari sana lanjut LRT dan monorel ke Bukit Bintang.

Kemudian Selama 3 hari (Senin-Selasa) tersebut, praktis Bunda + Safa jalan2 sendiri diantaranya naik bus Hop on Hop off, mall sekitar bukit bintang dan sorenya jalan2 bersama ke Petaling Street (Pecinan) atau Sungai Wang Mal. Bunda + Safa hari Rabu ‘berkorban’ mengantri tiket untuk naik ke Twin Tower untuk Hari Kamis pagi, sebelum Kamis siang kami berangkat ke Penang. Tiket Bus ke Penang sendiri dibeli di Terminal Pudu Selasa sore. Sekalian survei untuk penitipan tas.

DSC01834

Kamis siang Jam 13.30 berangkat ke Penang dari Pudu. 1 Tas besar sudah dipisahkan untuk dititipkan di Locker Terminal Pudu, total 3 hari dikenakan 6 MYR (Rp 17 ribu, cukup murah bukan?). Karena sekembali dari Penang nanti sisa 1 malam lagi (Sabtu malam) dan berangkat ke KLIA bisa dari Pudu, maka hotel di kawasan Pudu menjadi pilihan. Plus dari Pudu ke Petaling Street ternyata sangat dekat, malam terakhir pun kami agendakan belanja (lagi) :).

KL-Penang sekitar 5 jam, tanpa macet dengan jalur tol sepanjang jalan lalu jembatan menuju Pulau Penang. Walaupun sebagian besar jalan tol hanya dengan 2 lajur, ternyata tidak ada kepadatan berarti disana, dibandingkan 2 lajur dari Tol Cikampek-Padalarang. Terminal Penang dari KL atau kota besar lain tidak di dalam kota (terminal kotanya Komtar), sehingga butuh waktu 1 jam untuk sampai ke kota, lalu menuju sedikit pinggirannya Hotel Naza Talyya Seaview Beach Hotel.

Sesuai namanya, hotelnya tepat di pantai dan tidak jauh dari jalan utama Rapid Penang + food center. Untuk harga yang relatif sama, hotel di relatif KL lebih bersih, walaupun plusnya ada kolam renang di sisi hotel ke pantai dan sarapan. Not bad..!

DSC01985

Hari Jum’at..agenda jalan2 di seputar Penang. Jalan2 di sekitar masjid raya, Capel, Port, lalu diakhiri di Benteng Fort Cornwallis dan sekitarnya. Ada bus tourism di Penang yang gratis, muter2 Penang sampai kembali ke titik awal melewati semua rute-rute tourism dengan sistem hop on hop off. Lumayan jika di KL harus bayar, di Penang gratis. Tidak lupa sebelum ke hotel, beli tiket bus kembali ke KL untuk Sabtu siang dengan pemberangkatan dari Komtar.

DSC01911

Sabtu pagi setelah sarapan check out, langsung menuju Komtar untuk menitipkan barang. Komtar dekat dengan pasar, maka lihat-lihat barang adalah opsi terbaik (hehe). Ternyata bus berangkat dari terminal kedatangan awal, tapi dari Komtar penumpang diantarkan oleh shuttle van. Jam 1.30, bus menuju KL dan sampai Pudu jam 6 sore. Setelah mandi dan beres2, maka agenda malam terakhir siap dilaksanakan.

Setelah cukup di Petaling Street dan makan, kami memutuskan untuk pergi ke Twin Tower sekitar jam 21. Tidak salah rupanya, karena malam itu adalah malam minggu dan jam 22.30 saat kami pulang pun masih sangat ramai. Beberapa potret malam didapat, walaupun dengan teknik kamera seadanya hehe.

DSC02007

Minggu Jam 12.50 Flight KLA-CGK, maka setelah sarapan dan check out langsung menuju ke KLIA. Sampai di KLIA jam 10.30, Safa masih sempat main2 di kids-corner sampai puas. Jam 15 mendarat, dan sampai depok kembali jam 17.

Perjalanan yang cukup padat dan cukup hemat, karena mengkombinasikan antara perjalanan dinas dan wisata. Buat Safa, sejak dari KL setiap melihat dua menara kembar selalu bilang “kaya Petronas ya..”, “Safa foto pakai jaket merah..”, “Safa pernah naik kesana..”, “Ayah yang ini (sisi 1), Bunda yang ini (sisi 2), Safa yang tengah..”

DSC01556

 

Note: Itinerary & Cost Family Trip Malaysia, silahkan lihat disini.

@triandika