Triandika Weblog Rotating Header Image

March, 2013:

Business + Backpack Trip: Qatar & Saudi

Melakukan perjalanan tambahan setelah perjalanan dinas adalah salah satu cara yang efektif dan efisien, dan itulah yang seringkali kami lakukan selama ini. Seperti kesempatan ke Malaysia tahun 2011 lalu, jatah dinas 4 malam menjadi 8 malam karena ditambah perjalanan wisata keluarga.

Walaupun ayah safa juga beberapa kali berangkat sendiri tanpa keluarga (Backpacking HCMC-Siem Reap-Bangkok, atau perjalanan dinas ke UK), tetap “default”nya, setiap ada kesempatan bussines trip, kami selalu mencoba mengagendakan menjadi perjalanan keluarga (salah satu alasan kenapa bunda safa “memilih” menjadi guru lepas, bukan pegawai tetap kantoran hehe).

Dan bulan Mei 2012 lalu, ayah safa berkesempatan untuk mengikuti konferensi di Doha, Qatar. Do’a yang dipanjatkan akhir tahun ketika memasukan paper ternyata dikabulkan Allah Swt, paper diterima dan jalan ke Doha sekaligus menuju Makkah menjadi lebih dekat. Setelah persetujuan dari kantor diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menemukan agen perjalanan untuk agenda Umroh.

map_of_qatar2

Source: Map

Buku 10jt UmrohNamun ternyata, kami terkendala dengan waktu Umroh dan flesibilitas. Lebih tenang kalau umroh dilaksanakan setelah agenda di Doha selesai, sehingga dari Umroh langsung kembali ke Indonesia. Ternyata, ayah safa juga harus hadir di konferensi di Jakarta yang rentangnya hanya 7 hari dari akhir konferensi Doha. Mau tidak mau,  umroh backpacking lah yang dipilih. Buku Qatar+Umroh disamping sangat membantu untuk menjelaskan kondisi disana, walaupun untuk Umroh penulis buku melakukannya dengan biro umroh di Doha dengan kendaraan bus ke Makkah-Madinah. Sebagai tambahan pengetahuan, buku Notes from Qatar juga kami baca.

Bagaimanapun juga, peran agen tetap dibutuhkan untuk mengatur agenda umroh 5 hari tersebut. Lebih jauh lagi, peran agen sangat dibutuhkan karena Kedubes Saudi di Jakarta tidak akan mengeluarkan visa umroh jika tidak ada penjamin (biro perjalanan) umroh. Akhirnya, kami bertanya2 pada 3 – 4 biro umroh di Depok, tapi hasilnya nihil. Semua hanya memilki paket standar 9 atau 11 hari, all inclusive package. Padahal kami punya agenda di Doha dan pastinya tiket pesawat beli sendiri.

Alhamdulillah..seorang senior sekolah bunda safa di Bandung yang bekerja di biro haji umroh memberikan jalan. Beliau dan teman2nya akan mengatur segalanya di Saudi untuk umroh termasuk visa, sedangkan biaya kami keluarkan aktual disana. Sebagai sebuah “EO”, tentu ada management fee yang sangat normal. Singkatnya, agenda Qatar + Saudi sudah siap termasuk akomodasi dan kontak person nya.

Pesawat Qatar Airways (QA) take off jam 12 sabtu malam, dan sampai di Doha ahad jam 5 pagi (9 jam flight). Seteleh custom clearance, maka kami langsung menuju ke Hotel. Dari kantor ayah safa, ada 4 orang yang juga berangkat sehingga kami berjumlah 6 orang.

Agenda di Doha adalah agenda yang “normal” saja, pagi sampai sore senin-rabu ayah safa acara konferensi dan bunda safa jalan2 di mall (hotel bersambung dengan mall), sore-malam baru kita jalan2. Ada agenda tertentu siang hari belanja di Souq Waqif. Ada agenda sore kita jalan2 ke gurun pasir (desert tour), naik 4-wheel drive (mantap niih..hehe), santai di pantai (mestinya olahraga atau berenang..tapi kita kan udah biasa hehe), naik unta dan makan sore daging bakar.

DSC03404

Selain itu kami juga jalan2 ke The Pearl, ini adalah daratan buatan berbentuk seperti pearl yang berisi mall, kondomunium, yacht yang semuanya mewah-mewah. Mall Villagio yang di dalamnya channel duct meniru di Venezia sempat kami kunjungi, karena 2 minggu setelahnya, mall mewah itu terbakar habis.

Ada juga mengunjungi Islamic Museum, dimana kesungguhannya menjadi the greatest islamic museum. Terbukti dari koleksi-koleksinya yang cukup banyak dengan berbagai periode-periode zaman kekhalifahan islam. Landscape islamic museum yang dipinggir pantai juga sangat nyaman, sehingga tampak banyak anak TK dan SD bermain di halaman rumput2 nya.

Secara umum Qatar juga kecil (mirip seperti Singapore) yang penduduk aslinya sekitar 300,000 sedangkan pendatangnya mencapai 1.2 juta. Tata kota sangat menyenangkan dengan taman2 hijau alami (semprotan air di bawah rumput2nya), walaupun kesan gurun dan panas tetap tidak bisa hilang. Namun karena Doha terletak dekat laut, maka angin membantu menyegarkan.

Yang paling menarik dari kunjungan ke Qatar ini adalah undangan yang diberikan kepada kami untuk makan malam bersama Dubes Qatar, IA-ITB serta IATMI Qatar pada Rabu malam. Undangan ini sebenarnya semi tidak sengaja, karena ada perwakilan Migas yang membuka stan konferensi menginfokan ke Kedubes ada presenter dari Indonesia. Berlokasi di  Souq Waqif, kesempatan dinner bersama Dubes ini sungguh sangat langka. Kami diberikan gambaran tentang kerjasama Indonesia-Qatar dan kegiatan para warga Indonesia di Qatar. Kami merasa bersalah karena mengunjungi Qatar tidak melakukan konfirmasi ke Kedubes, karena jika memberi tahu maka akan banyak dukungan orang Indonesia saat kami melakukan presentasi sehari sebelumnya.

DSC03551

Perjalanan Umroh

Hari kamis siang, pesawat QA akan membawa ayah + bunda safa ke Jeddah untuk memulai ibadah Umroh. Doha-Jeddah hanya 2.5 jam flight, berikutnya langsung keluar airport untuk ketemu dengan Muthowif (pembimbing). Pak Saleh adalah muthowif kami, beliau sudah tinggal di Saudi selama 10 tahun, dan menjalani profesi Muthowif ini sebagai sambilan tapi juga pendapatan utama. Proses “keluar” dari bandara Jeddah agak sedikit lama karena visa umroh (dan terindikasi dengan memakai baju ihram). Alhamdulillah..pentingnya biro umroh ada disini karena kontak person sudah diberikan untuk pengurusan clerance di bandara Jeddah ini. Disini kami mendapat pelajaran berharga, dimana tidak akan ditemukan jika umroh melalui jalur reguler.

Langsung menuju hotel di Mekkah, setelah sebelumnya berniat Umroh. Hotel yang di-booking-kan cukup nyaman, walaupun dengan 4 single bed tapi kami tetap sekamar berdua saja. Masakan indonesia kami beli langsung ke koki dan pelayan yang juga dari indonesia (karena kami backpack, maka tidak dapat jatah makanan reguler). Makannya sebenarnya prasmanan biasa seperti halnya jamaah reguler. Kami tidak canggung, karena hampir semua penghuni hotel tersebut orang indonesia, dan sebagian kecil malaysia. Di hotel sebelah2nya pun demikian.

Kamis malam (malam jum’at) itu juga mulai jam 9 malam, kami langsung melaksanakan umroh ke Masjidil Haram dibimbing Muthowif, berjarak sekitar 400 meter. Ibadah umroh selesai sekitar jam 12 malam, kami menuju hotel dan kemudian tidur untuk bangun kembali jam 3 persiapan  shalat shubuh ke masjid. Setelah shubuh dan ibadah lainnya, kami sarapan di serambi masjid dengan membeli 1 porsi makanan (dimakan berdua cukup..hehe). Kemudian masuk ke masjid lagi untuk melaksanakan tawaf, dhuha dll. Sekitar jam 9, kami kembali ke hotel dan bersiap untuk istirahat. Setelah sholat jum’at nanti, Pak Sholeh akan mengantar kami ada jalan-jalan sekitar Mekkah. Sebagai info, sholat Jum’at harus berangkat 1 jam lebih awal jika ingin mendapatkan tempat.

Jam 2 siang, kami jalan2 ke bebarapa situs Mekah, yakni Arafah, Mina, Muzdalifah, Gua Hira (tidak sempat naik), dan bukit jodoh (pertemuan Nabi Adam as dan Siti Hawa).  Hanya sekitar 2 jam, karena sholat ashar kembali di Masjidil Haram. Sorenya kami ditawari oleh Pak Sholeh untuk niat Umroh sekali lagi. Kami mengiyakan dan akan dilaksanakan setelah Isya dengan mengambil Miqat terdekat yakni Jironah (15′ dari Masjidil Haram, sopir ‘angkot’nya super ngebut!). Alhamdulillah..selesai umroh sekitar jam 12 malam dan kami langsung kembali ke Hotel.

Sabtu pagi agenda utama adalah perjalanan ke Madinah setelah sarapan, dimana setelah shubuh kami sudah melaksanakan Tawaf Wada’. Jam 9, ayah safa dan Pak Sholeh pergi mencari air zam-zam (ingat, kami bukan umroh reguler yang sudah dengan tenang mendapat jatah 20 liter air zam-zam). Kami langsung menuju ke sumur zam-zam di dekat museum rumah Rasulullah Muhammad Saw. Alhamdulillah..ada ‘pedagang’ yang menawarkan galon 20 liter (betul, sangat sulit menemukan penjual galon disana, semua sudah terisi. Mungkin menjual galon konsong ‘dilarang’, karena penjual tersebut juga bukan penjual pinggir jalan). Jadi, pengalaman tersendiri mengisi air zam-zam dari sumbernya. Tidak lupa, pengalaman pula mengangkat dan memanggul 20 liter air sejauh kira2 1 km dari sumur ke hotel (hosh..hosh..hehe), kami gantian antara Pak Sholeh dan ayah safa.

Seteleh mendapat air zam-zam, agenda berikutnya mencari kendaraan yang bisa membawa kami ke Madinah, karena memang di sekitar masjid banyak orang berteriak mencari penumpang ke kota-kota lain. Bebarapa kali Pak Sholeh bertanya dan menawar. Sampai akhirnya mendapati Innova (saya yakin ini produksi Indonesia) yang menjelang penuh dan dengan tambahan penumpang kami bertiga maka langsung berangkat menuju hotel menjemput bunda safa dan barang2.

Makkah-Madinah ditempuh sekitar 5 jam, sehingga kami masih bisa ashar di Masjid Nabawi. Perjalanan dengan di jalur toll (free) 2 lajur tapi sangat-sangat sedikit kendaraan yang melintas, berbeda dengan jalur Jeddah-Makkah yang cukup padat. Semua bukit dan panas, hanya sesekali ada tumbuhan dan pemukiman. Jika menggunakan unta menurut Pak Sholeh, Makkah-Madinah ditempuh dalam 12 – 16 hari. Subhanallah, kita bisa bayangkan bagaimana Rasulullah Muhammad SAW dalam Perjanjian Hudaibiyah harus ikhlas kembali lagi ke Madinah karena begitu menjunjung tinggi perjanjian. Pantas bila perjalanan 14 hari membuat para Sahabat ‘marah’ karena umat muslim tidak jadi melaksanakan haji.

DSC03747

Di Madinah, hotel kami lebih nyaman dibandingkan di Makkah dan terasa lebih dekat ke masjid (hanya 2 blok), mungkin karena tata kota bangunan yang sangat rapi di Madinah. Kami tidak makan di hotel, walaupun kondisinya sama (koki dan pengunjung mayoritas dari Indonesia), tapi kami makan di restoran indonesia yang sangat nyaman, sekitar 3 blok dari hotel. Pembayaran pun bisa dilakukan dengan rupiah karena mereka mungkin juga lebih murah jika langsung mengirim ke Indonesia.

Agenda malam setelah isya adalah ke Raudah. Ayah safa pergi bersama Pak Sholeh, sedangkan bunda mengikuti jalur perempuan dan bergabung dengan rombongan melayu. Untuk laki-laki, relatif lebih leluasa dari sisi waktu, berdoa dan bahkan berfoto di Raudah. Sedangkan perempuan dibatasi waktu kunjung dan aktivitasnya. Bunda safa baru kembali ke Hotel jam 12 malam.

Ahad pagi adalah hari terakhir kami di Madinah. Agenda hari ini adalah jalan-jalan, dan nanti setelah ashar akan berangkat langsung ke Jeddah airport. Tantangannya, kami belum menemukan kendaraan apa yang akan membawa kami kesana. Setelah sarapan pagi ala backpacker (hehe) di taman masjid, kami menuju ke Masjid Quba. Alhamdulillah, di pinggir jalan Masjid Quba kami bertemu dengan pemilik kendaraan yang biasa menyewakan kendaraan untuk perjalanan. Deal dibuat, kami akan dijemput setelah ashar menuju ke Jeddah. Sholat dhuhur kami sudah di Masjid Nabawi.

Masa antara dhuhur dan ashar , kami manfaatkan untuk jalan-jalan di masjid sekitar Nabawi. Ada dua masjid yang kami lewati dan kunjungi. Salah satunya masjid Abu Hurairah yang kami tempuh dengan jalan kaki, melintasi jalan-jalan panas Madinah dengan memakai topi+masker. Selain itu kami juga manfaatkan waktu tersisa untuk belanja di sekitar Masjid Nabawi (setelah cukup banyak waktu belanja yang lain). Untuk belanja kurma, kami sudah cukup belanja di pasar kurma masjid Quba yang menurut kami lebih variatif.

DSC03873

Pilihan menjadikan Madinah setelah Makkah menurut kami tepat, karena kita bisa rehat (dan belanja hehe) setelah aktivitias Umroh. Pun Madinah juga lebih sejuk, ramah penduduk sehingga nyaman. Inilah mungkin menjadi alasan Rasulullah Muhammad Saw memilih tinggal di Madinah sekalipun setelah Fathu Makkah.

Jam 4.30 sore, jemputan sudah sampai dan kami siap berangkat ke Jeddah. Perjalanan sekitar 5 jam, kami sampai jam 9 malam. Pak Sholeh langsung pamit dan kami membayar jasa dan transportnya (Terima kasih Pak..insyaAllah kita ketemu lagi). Saya terkesan dengan beliau, cukup bisa menemani kami yang jamaah ‘tidak biasa’ ini (hehe). Masih sekitar 4 jam untuk bisa check in (flight jam 4 pagi, baru boleh masuk area departure jam 2). Setelah makan malam, kami tidur di kursi tunggu bandara, dan beberapa orang indonesia juga tidur disana.

Jam 2 masuk airport dan proses check in kemudian lanjut ke boarding area. Banyak juga orang indonesia yang akan menggunakan QA, tapi kami tidak lihat waktu ‘tiduran’ di kursi tunggu tadi. Mungkin mereka perjalanan malam dari Makkah/Madinah atau menginap di Jeddah, tak perlu seperti kami overnight di airport (hehe). Pesawat sampai Doha jam 5 pagi (Qatar-Saudi selisih 1 jam), dan akan connecting flight jam 9. Masih cukup untuk beres2 dan lihat2 duty free stores.

Alhamdulillah.. kami sampai di Soekarno Hatta Jakarta jam 10 malam (senin malam).  Hari Selasa masih ada waktu istirahat 1 hari full, karena hari rabu semua aktivitas kembali normal (ayah safa langsung ke konferensi IPA).

Oiya, kemana safa selama kami pergi 9 hari? Safa di rumah bersama bibi ditemani mbah. Jadi seolah-oleh honeymoon yang kesekian lagi buat kami (hehe). Saat sampai rumah jam 12 malam safa langsung bangun dan main sebentar bersama. Sempat kami mendokumentasikan plang nama Bukit Safa, hal yang menjadi alasan pemberian nama safa kepada safa. 🙂

DSC03901

DSC03738

Menurut kami, perjalanan umroh non-reguler sangat bisa dilakukan, apalagi oleh kalangan yang masih sehat dan terbiasa bepergian oversea. Perihal bahasa secara praktis memang tidak terlalu menjadi soal, karena bahasa indonesia (melayu) seolah menjadi bahasa kedua setelah arab disana. Hampir semua penjual makanan dan souvenir bisa bahasa (askarwati madinah juga bisa), mengingat banyaknya jamaah dari indonesia. Namun dengan pengalaman diatas, kemampuan Arabic menjadi hal wajib jika ingin lancar umroh non-reguler tanpa Muthowif.

Tentang biaya.. tidak ada penghematan terlalu istimewa, mengingat tiket pesawat ayah dibiayai oleh kantor. Yang paling utama adalah mendapatkan biro umroh yang bersedia mengaturnya, karena normalnya orang yang tidak kenal tidak akan dibantu (resiko biro umroh akan di black list jika memberangkatkan umroh tidak profesional).

Jika mengaku backpacker, perlu juga mencoba diri (semi) backpacking umroh.. wallahu’alam.

@triandika

Family Trip: Malaysia

Semoga bukan cerita yang (super) telat 🙂

Akhir Juli tahun 2011 lalu, kami sekeluarga berkesempatan jalan ke Malaysia. Dengan tujuan utama perjalanan dinas kantor, tidak ada salahnya sekalian memboyong keluarga untuk jalan-jalan. Maka jadilah Malaysia adalah Family Trip ke luar Indonesia yang pertama, ada alasan Safa buat paspor (usia 1.5 tahun saat itu).

Itinerary sudah dibuat untuk total selama 9 hari disana, berangkat Sabtu pagi dan pulang Minggu siang. Hotel sudah dibooking, terutama untuk dua tujuan utama yakni 1 malam Kuala Lumpur dan 2 malam Penang (hanya 1 malam di KL karena 4 malam selanjutnya termasuk biaya dinas 🙂 ). Budget plan sudah disusun, termasuk tiket Garuda promo (1 adult + 1 infant).

Sabtu pagi jam 5, Safa sudah dibangunkan (biasanya bangun jam 6 hehe) dan Ayah-Bunda nya sudah sarapan. Jam 5.30 taksi sudah datang untuk pesawat Jam 8.30. Sayangnya, sabtu itu lancar sekali sehingga jam 6.15 kami sudah sampai di Terminal 2E.  Check in + imigrasi, jam 7 kurang kami sudah santai di lounge sambil pastinya Safa sarapan. Jam 7.30 langsung persiapan boarding, dan sesuai jadwal pesawat take off.

Sekalipun ini bukan penerbangan pertama buat Safa (setelah Jogja tepat tahun lalu), tapi tetap saja ada was-was jika Safa nangis di pesawat. Saat take off, Kapas penutup telinga sudah disiapkan dan Safa dalam posisi ASI. Alhamdulillah, Safa tidur tidak lama setelah take off  dan baru bangun saat landing di KLIA.

Sepi. Itulah kesan pertama keluar pesawat menuju KLIA. Memang lebih bersih dan modern fasilitasnya dibanding Soetta, tapi secara pasar penerbangan Indonesia jauh lebih potensial (sepulang perjalanan, kami tahu bahwa maskapai nasional MAS sedang dalam kesulitan dan karyawannya menolak merger dengan Air Asia). Perjalanan dilanjutkan ke Kuala Lumpur menuju Hotel Sahara di Chow Kit.

DSC01528

Mengapa menilih Hotel Sahara, karena dari internet terlihat bahwa hotel tersebut yang harga murah dengan fasilitas oke, dan yang paling penting sangat dekat dengan monorail (persis di bawah tangga station monorail Chow Kit). Dan pilihan yang awalnya penyesalan, langsung berubah menjadi syukur setelah melihat langsung hotel dan apa saja yang ada di Chow Kit (laundry indonesia, tempat makan masakan indonesia, bank2 besar indonesia, hipermarket dll). Value for money..overall score 8 of 10!

Dari chow kit menuju ke pusat Kuala Lumpur (KLCC, Bukit Bintang) juga bukan hal yang sulit. Monorel dan kombinasi adalah pilihan yang cepat tapi mahal, sedangkan bus lebih murah tapi lebih lama. Namun lama disini tidak seperti kondisi traffic di Jakarta, karena secara umum banyak jalan layang di KL yang jalur melingkarnya melintas antar gedung-gedung dengan tetap memperhatikan tata kota. Sebuah terobosan inovatif yang harus ditiru, di tengah sulitnya mencari lahan untuk lahan di kota besar yang padat.

Karena perjalanan ke KL (aslinya) merupakan perjalanan dinas, maka Hotel Sahara menjadi pilihan 1 malam saja. Selanjutnya selama 4 malam menginap di Hotel JWM kawasan Bukit Bintang. Namun pada hari minggu setelah pagi check out, barang diantarkan ke Hotel JWM, tapi target hari ini adalah ke Genting Highland. Sayangnya..karena kami tidak booking, maka hari minggu jam 10 Bus berangkat dari KL Sentral-Genting sudah penuh bahkan sampai jam 12 siang. Sayangnya lagi..karena kami tidak tahu, kami menunggu saja untuk bus Jam 12 tersebut, padahal sebenarnya ke Genting bisa berangkat dari titip point manapun (misal Pudu, Gombak dsb).

Setelah tiba di Terminal Genting sekitar jam 1 (1 jam dari KL Sentral), kami langsung pesan tiket return ke loket, namun yang tersedia ke Gombak di Jam 4 sore. Tidak ada pilihan, daripada terlalu malam maka kami ambil opsi tersebut. Sehingga praktis 3 jam di Genting termasuk menaiki Skyway (Kereta Gantung) dari terminal ke Genting. Antrinya lumayan lama karena hari minggu, Jam 1.30 baru kami naik menuju Genting. Kurang lebih 20″, maka sampailah di kawasan Genting. Dengan waktu bersih hanya 1.5 jam, maka foto2 menjadi pilihannya. Yang penting ada bukti ke Genting, bener kan? 🙂

DSC01617

Dari Genting ke Gombak hanya butuh waktu 30 menit, dari sana lanjut LRT dan monorel ke Bukit Bintang.

Kemudian Selama 3 hari (Senin-Selasa) tersebut, praktis Bunda + Safa jalan2 sendiri diantaranya naik bus Hop on Hop off, mall sekitar bukit bintang dan sorenya jalan2 bersama ke Petaling Street (Pecinan) atau Sungai Wang Mal. Bunda + Safa hari Rabu ‘berkorban’ mengantri tiket untuk naik ke Twin Tower untuk Hari Kamis pagi, sebelum Kamis siang kami berangkat ke Penang. Tiket Bus ke Penang sendiri dibeli di Terminal Pudu Selasa sore. Sekalian survei untuk penitipan tas.

DSC01834

Kamis siang Jam 13.30 berangkat ke Penang dari Pudu. 1 Tas besar sudah dipisahkan untuk dititipkan di Locker Terminal Pudu, total 3 hari dikenakan 6 MYR (Rp 17 ribu, cukup murah bukan?). Karena sekembali dari Penang nanti sisa 1 malam lagi (Sabtu malam) dan berangkat ke KLIA bisa dari Pudu, maka hotel di kawasan Pudu menjadi pilihan. Plus dari Pudu ke Petaling Street ternyata sangat dekat, malam terakhir pun kami agendakan belanja (lagi) :).

KL-Penang sekitar 5 jam, tanpa macet dengan jalur tol sepanjang jalan lalu jembatan menuju Pulau Penang. Walaupun sebagian besar jalan tol hanya dengan 2 lajur, ternyata tidak ada kepadatan berarti disana, dibandingkan 2 lajur dari Tol Cikampek-Padalarang. Terminal Penang dari KL atau kota besar lain tidak di dalam kota (terminal kotanya Komtar), sehingga butuh waktu 1 jam untuk sampai ke kota, lalu menuju sedikit pinggirannya Hotel Naza Talyya Seaview Beach Hotel.

Sesuai namanya, hotelnya tepat di pantai dan tidak jauh dari jalan utama Rapid Penang + food center. Untuk harga yang relatif sama, hotel di relatif KL lebih bersih, walaupun plusnya ada kolam renang di sisi hotel ke pantai dan sarapan. Not bad..!

DSC01985

Hari Jum’at..agenda jalan2 di seputar Penang. Jalan2 di sekitar masjid raya, Capel, Port, lalu diakhiri di Benteng Fort Cornwallis dan sekitarnya. Ada bus tourism di Penang yang gratis, muter2 Penang sampai kembali ke titik awal melewati semua rute-rute tourism dengan sistem hop on hop off. Lumayan jika di KL harus bayar, di Penang gratis. Tidak lupa sebelum ke hotel, beli tiket bus kembali ke KL untuk Sabtu siang dengan pemberangkatan dari Komtar.

DSC01911

Sabtu pagi setelah sarapan check out, langsung menuju Komtar untuk menitipkan barang. Komtar dekat dengan pasar, maka lihat-lihat barang adalah opsi terbaik (hehe). Ternyata bus berangkat dari terminal kedatangan awal, tapi dari Komtar penumpang diantarkan oleh shuttle van. Jam 1.30, bus menuju KL dan sampai Pudu jam 6 sore. Setelah mandi dan beres2, maka agenda malam terakhir siap dilaksanakan.

Setelah cukup di Petaling Street dan makan, kami memutuskan untuk pergi ke Twin Tower sekitar jam 21. Tidak salah rupanya, karena malam itu adalah malam minggu dan jam 22.30 saat kami pulang pun masih sangat ramai. Beberapa potret malam didapat, walaupun dengan teknik kamera seadanya hehe.

DSC02007

Minggu Jam 12.50 Flight KLA-CGK, maka setelah sarapan dan check out langsung menuju ke KLIA. Sampai di KLIA jam 10.30, Safa masih sempat main2 di kids-corner sampai puas. Jam 15 mendarat, dan sampai depok kembali jam 17.

Perjalanan yang cukup padat dan cukup hemat, karena mengkombinasikan antara perjalanan dinas dan wisata. Buat Safa, sejak dari KL setiap melihat dua menara kembar selalu bilang “kaya Petronas ya..”, “Safa foto pakai jaket merah..”, “Safa pernah naik kesana..”, “Ayah yang ini (sisi 1), Bunda yang ini (sisi 2), Safa yang tengah..”

DSC01556

 

Note: Itinerary & Cost Family Trip Malaysia, silahkan lihat disini.

@triandika