Triandika Weblog Rotating Header Image

Family

Safa on Board

Safa Emira Asmoro

Nama adalah do’a. Begitulah kami akhirnya memberikan nama kepada putri pertama kami, Safa Emira Asmoro.

Safa, artinya kemuliaan, ketentraman. Safa adalah nama sebuah bukit di Tanah Arab, sebagai saksi perjuangan tak kenal menyerah ibunda Siti Hajar saat berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah mencari air untuk bayinya yaitu Ismail. Perjuangan Siti Hajar itu diabadikan dalam rukun Haji Baitullah, semua muslim yang berhaji pasti melakukannya.

Kami berharap putri kami Safa juga mempunyai semangat bergerak dan berjuang. Musim Haji akan menjadi pengingat baginya karena nama nya selalu disebut umat muslim sedunia sebagai simbol perjuangan. Sebuah nama yang abadi untuk kebaikan.

Emira, artinya pemimpin (Amir). Kami menggunakan nama Emir (bukan Amir) dengan beberapa alasan, pertama lebih kepada estetis nama perempuan saat ditambahkan ‘e’ di depannya. Kedua, Emira mengingatkan pada Uni Emirates Arab, sebuah Negara gabungan di Arab. Negara yang maju dengan Dubai sebagai pilarnya, menjadi “queen on the desert”. Sebuah perpaduan antara Islam dan modernisasi. Alasan ketiga akan dijelaskan di bawah.

Kami berharap putri kami Safa Emira akan mempunyai jiwa pemimpin, seorang pemimpin perempuan yang kuat dan bermanfaat. Dengan semangat modernisasi yang tinggi, dan tetap dengan kepribadian Islam yang luhur. Sebuah nama yang baik untuk peradaban.

Asmoro, adalah cinta, kasih sayang. Asmoro adalah nama belakang Ayah nya. Selain arti yang diharapkan dari nama itu dan pertalian keluarga, Asmoro juga mewakili seorang Jawa. Putri kami ialah generasi masa depan, dan tetap menghargai lokalitas nya. Lokalitas yang tidak hanya mewakili Jawa atau Sunda, namun juga mewakili budaya Indonesia pada umumnya. Sebuah nama yang sederhana untuk kesahajaan.

Kami berharap putri kami Safa Emira Asmoro akan menjadi pemimpin perempuan mulia yang memberikan ketentraman dan cinta kasih dengan semangat modernisasi dan Islam untuk peradaban.

Dan akronim nama putri kami adalah SEA, yaitu laut. Ini alasan ketiga nama diatas, dan mewakili sebuah harapan yang lain seperti halnya sebuah laut. Laut itu luas dan dalam, kami berharap putri kami mempunyai hati selapang dan seluas lautan, semakin diselami semakin tampak keindahannya. Kami berharap ia juga memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas, dengan resapan hati nurani yang dalam.

Laut itu tempat hidup berjuta biota, siklus kehidupan dari air hujan pun dimulai dari laut yang menguap. Sekalipun banyak ketidakbaikan yang diberikan manusia kepada laut, namun laut selalu setia memberikan kemanfaatan  untuk  makhluk hidup di dunia.

Siapa yang tidak menyukai pantai? Desir ombaknya, hamparan pasir putihnya, kemilau airnya membuat semua hati merindukannya. Laut adalah keindahan, keluasan tak bertepi, kedamaian dan kesahajaan. Dan kami berharap putri kami Safa Emira Asmoro (SEA) adalah laut di tengah keluarga kami dan juga di tengah masyarakat.

Nama adalah do’ a, maka kami mengucapkan terima kasih yang tulus atas do’a dari bapak, ibu, teman, sahabat, rekan, dan handai taulan semua. Semoga Allah SWT mengabulkan do’a kami ini, amin.

@triandika

Detik menjadi Ibu

Malam itu tanggal 18 Desember, saya merasakan mulas yang begitu kuat. Dari jam 11 malam, rasa mulas itu timbul akibat kontraksi yang berlangsung rutin 5 menit sekali dengan lama kontraksi sekitar 50 menit. Jam 1 malam, saya dan suami memutuskan untuk pergi ke rumah sakit Mitra Keluarga Depok. Bidan jaga kemudian memeriksa tingkat pembukaan jalan lahir saya yang ternyata masih pembukaan 2. Kemudian dilakukan CTG atau pemeriksaan jantung bayi selama 20 menit. Karena pergerakan janin kurang aktif saat itu, bidan memberi saya oksigen untuk dihirup selama 1 jam lalu dilakukan pemeriksaan CTG kembali. Saat itu jam 4 pagi, saya dipindahkan ke ruang rawat inap sambil menunggu pembukaan beranjak meningkat.

Hingga pukul 7 pagi, saya baru sampai pada tingkat pembukaan 5. Setelah itu saya kembali ke ruang bersalin untuk menunggu sampai pembukaan lengkap. Karena mulas yang saya alami masih lemah sehingga pembukaan meningkat dalam waktu yang cukup lama, maka setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan saya lewat telepon, bidan memberi saya obat untuk induksi kontraksi. Saat itu dokter memang tidak berada di tempat, sehingga untuk proses pembukaan saya dibantu oleh para bidan jaga. Tidak hanya diinduksi melalui infus, ketuban saya juga dipecahkan untuk merangsang kontraksi.

Setelah diinduksi saya mulai merasakan kontraksi yang lebih kuat dan durasinya lama setiap sekitar 2 menit sekali. Pernah karena saking tidak kuat menahan rasa sakit, saya sempat menendang besi tempat tidur di kampar bersalin. Dengan bantuan induksi, jam 8 saya sudah sampai pada tingkat pembukaan 8. Saat itu dokter ahli kandungan saya baru saja tiba. Menjelang pembukaan lengkap, kontraksi semakin kuat dan rasa ingin mengejan semakin besar. Bu bidan mengingatkan saya untuk melakukan posisi persalinan litotomi seperti yang telah diajarkan di kelas senam hamil.

Dengan sigap, suami saya juga membantu untuk mengangkat kepala saya saat mengejan. Jadi tekniknya, dalam posisi terlentang atau setengah duduk, angkat kedua kaki dan kaitkan dengan lengan hingga batas siku. Setelah itu tarik nafas panjang, kepala diangkat, mengejan dengan kuat sambil melihat perut, lalu buang nafas lewat mulut. Meskipun saya sudah ikut kelas hamil sebanyak 6 kali pertemuan, ternyata pada hari-H rasa panik membuat saya lupa akan teori-teori tersebut. Rasa mulas pun muncul ketika pembukaan lengkap, dan dokter bersama bidan meminta saya untuk mengejan.

Saya mengejan sebanyak 6 kali hingga akhirnya bayi mungil itu keluar. Suara tangis pun pecah dan saya merasa lega, alhamdulillah. Sungguh suatu momen perjuangan alamiah yang sangat berat sehingga pantas orang-orang  menyebut proses melahirkan seperti antara hidup dan mati.

Tapi ternyata rasa sakit yang lebih hebat lagi terjadi pasca melahirkan. Ada bagian ari-ari dalam rahim saya yang tertinggal, menempel pada rahim. Dokter kemudian mengambil potongan ari-ari itu dengan cara memasukkan seluruh tangannya ke dalam rahim saya. Masya Allah, pada saat itu saya menjerit tak kuasa menahan sakit. Setelah bayi keluar, lalu kemudian IMD (Inisiasi Menyusui Dini), saya pun harus dijahit. Itu karena saya mengejan terlalu cepat sehingga otot perineum robek. Padahal beberapa kali pada trimester akhir saya coba belajar senam perineum di rumah untuk melenturkan otot tersebut ketika melahirkan.

Kemudian dokter dengan sigap menyuntikkan 3 ampul obat bius lokal. Saat jarumnya menyentuh kulit, entah kenapa saya merasa obat bius lokal tersebut tidak mempan, sebab rasanya masih sakit. Dan secara refleks, otot-otot yang akan dijahit mejadi kaku sehingga menyulitkan dokter untuk menjahitnya. Berkali-kali dokter menyuruh saya untuk rileks. Namun tetap saja saya tidak bisa rileks hingga akhirnya dokter ’mengancam’ dengan menawarkan saya 2 pilihan, yaitu rileks karena saya sudah dibius lokal sebanyak 3 ampul sehingga rasa sakit akan berkurang atau bius total tapi tidak akan bisa menyusui bayi dalam waktu yang lama.

Mendengar ’ancaman’ tersebut, saya tentu memilih opsi pertama, saya paksakan otot saya rileks. Jutaan energi positif saya coba hadirkan untuk membantu, sambil tak henti meminta kekuatan kepada Allah. Proses menjahit pun berlangsung cukup cepat dan alhamdulillah selesai sekitar pukul 9.15.

Seharusnya pada persalinan normal, ibu yang habis melahirkan harus sudah bisa jalan untuk menengok bayinya. Tapi karena tensi saya sempat drop, 90/60 mmHg, dan juga masih terasa pening, saya baru bisa bangun pada pukul 13.00. Pada waktu itu saya diantar ke ruang rawat inap dan beberapa jam setelahnya, bayi mungil itu pun diantar untuk memenuhi kerinduan keluarganya yang menunggu di kamar saat itu. Rasa rindu pun terbayar sudah..karena bersama akan lebih indah.

Selamat datang di dunia, putriku sayang.. [ ibumu ]

@triandika

Putri kami menyapa dunia

Depok, 19 Desember 2009, Jam 08.46

Berat 3.265 Kg, Panjang 50 Cm

Alhamdulillah… 🙂

@ triandika

9 Bulan Menjalin Kisah

Berawal dari pertemuan kami di sebuah mesjid di kota Bandung, tempat dimana akad diucapkan, disaksikan puluhan pasang mata yang ikhlas datang tuk memberi doa restu. Hari itu, tanggal 1 Februari 2009, kami mengikat janji, mengambil amanah untuk menjadi sepasang suami istri.

Kehidupan rumah tangga pun dimulai. Begitu manis, begitulah mungkin tahun-tahun pertama yang dirasakan oleh setiap pengantin baru. Hari berganti hari, karakter masing-masing mulai tampak jelas. Kebiasaan, cara mengambil keputusan, respon terhadap sebuah permasalahan, hingga manajemen waktu pun mulai membuka mata istri dan suami. Di tahun pertama pernikahan, atau bahkan mungkin seumur hidup, pekerjaan suami dan istri dalam rumah tangga adalah saling beradaptasi.

Positif!Pertengahan April 2009, setelah seminggu saya terlambat datang bulan, saya tes kehamilan dengan test pack. Malam itu sekitar jam 3, saya terbangun dan segera mengambil sampel urin pertama. Setelah beberapa menit, 2 garis berwarna merah pun muncul. Bergegas saya sampaikan hal ini pada mas Trian dengan tangan yang gemetar memegang test pack yang positif tersebut. Air mata pun jatuh berderai. Saya memeluknya erat seolah meminta agar ia menyadarkan saya bahwa ini bukanlah mimpi. “Alhamdulillah..”. Hanya itu kata yang keluar dari bibirnya. Terasa detak jantungnya semakin kuat dan nafasnya tertahan, bersusah payah menenangkan saya dan mencegah air matanya tak tertumpah. Benarkah secepat ini kami diberi kepercayaan menjadi orang tua, benarkah, pantaskah? Tapi bukankah salah satu tujuan pernikahan itu adalah untuk melestarikan keturunan? Agar kelak generasi masa depan lebih baik dari generasi kami. Dalam hening subuh kami hanyut dengan perasaan kami sendiri. Bahagia, ya, kami bahagia..

Beberapa hari setelah itu, kami pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan. Disana, di monitor USG, kami melihat sebuah titik hitam yang menunjukkan ada calon manusia berada dalam rahim saya. Ini memang bukan mimpi, ini nyata. Dengan minimnya pengalaman kami, dan juga kota depok adalah kota yang baru bagi kami, maka untuk memilih dokter dan rumah sakit bersalin, kami mengandalkan internet dan juga nasehat dari saudara yang sudah lama tinggal di depok. Dengan pertimbangan berupa biaya, jarak, fasilitas, kebijakan rumah sakit tentang IMD dan rawat gabung akhirnya kami menjatuhkan pilihan pada rumah sakit Mitra Keluarga, dengan dr.Sintha Utami sebagai konsultan. Setiap bulan kami rutin memeriksakan kandungan. Melalui USG kami bisa melihat kondisi bayi kami, detak jantungnya dan panjang tubuhnya. Pada bulan-bulan mendatang, melalui USG, informasi mengenai berat janin sudah mulai ketahuan. Dokter hanya membuat garis-garis pada bagian yang katanya kepala dan perut. Keluarlah angka-angka dan singkatan-singkatan yang jika dikombinasikan akan memberi informasi berat janin. Saya ingin sekali bertanya tentang singkatan-singkatan itu, namun rasanya dokter akan mengira hal itu tidak penting untuk ditanyakan. Yang penting bagi seorang wanita hamil adalah tahu janinnya normal dan baik-baik saja. Sepulang ke rumah, saya segera menjelajahi internet untuk mempelajari singkatan-singkatan itu. Inilah informasi yang saya dapatkan :

CRL (Crown Rump Length) : Ukuran jarak dari puncak kepala ke ’ekor’ bayi untuk mengukur usia kehamilan trimester 1.

BPD (Biparietal Diameter) : Ukuran diameter tulang pelipis kiri dan kanan, untuk mengukur usia kehamilan trimester 2 dan 3.

FL (Femur Length) : Ukuran panjang tulang paha bayi. Untuk mengukur usia kehamilan trimester 2 dan 3.

AC (Abdonimar circum ferencial) : Ukuran lingkar perut bayi. Untuk mengukur usia kehamilan trimester 2 dan 3.

Jika AC dikombinasikan dengan FL dan BPD akan menghasilkan perkiraan berat bayi (EFW).

Picture1

Picture2

Picture3

Bagi para calon ibu hendaknya memiliki tabel perkembangan janin yang dapat diunduh di internet atau di buku-buku perkembangan janin dalam kandungan. Selain itu, mempersiapkan bahan konsultasi sejak dari rumah juga diperlukan terutama bagi calon ibu yang kesulitan berimprovisasi dalam konsultasi spontan dengan dokter, seperti saya :). Hal-hal yang sepele pun juga lebih baik ditanyakan daripada dipendam dan menyesal setelah sampai rumah.

Bulan Ramadhan, tepatnya 11 September 2009, saya check up rutin ke dokter. Kali ini tidak diantar mas Trian seperti biasanya, tapi ditemani ibu. Saat itu usia kandungan telah mencapai 179 hari atau sekitar 6 bulan. Saat pemeriksaan berlangsung, dokter menemukan keganjalan. Ia mengatakan ada pelebaran ventrikel lateral sekitar 0,97 cm. Kontan saya kaget dibuatnya. Saya menebak ada kelainan jantung karena dokter menyebut istilah ventrikel. Ternyata yang dimaksud dengan ventrikel adalah bagian dari otak. Oleh karena itu saya diminta untuk tes TORCH yang biayanya cukup mahal, sekitar 1,6 juta. Sepulang dari dokter, seperti biasa saya mencari informasi di internet tentang pelebaran ventrikel lateral. Sungguh apa yang saya peroleh dari internet membuat saya tercengang, takut tak terkatakan. Pelebaran ventrikel lateral, apalagi jika sudah sampai 10 mm dapat menyebabkan hidrosefalus. Hidrosefalus?? Dan pelebaran ventrikel lateral salah satunya disebabkan oleh infeksi toksoplasma, karena itu dokter meminta saya tes TORCH. Dunia serasa sempit dan gelap. Mengutuk diri sendiri karena telah teledor menjaga kesehatan ‘si kecil’. Makanan apa yang telah saya makan, zat kimia berbahaya apa yang telah saya telan, benarkah karena aktivitas di laboratorium selama ini, benarkah karena saya sering pp depok-bandung? Seharusnya saya mendengar nasehat teman-teman untuk berhati-hati menjaga kandungan. Astagfirullah, hari itu betapa saya merasa bersalah. Sepanjang malam terus mengusap perut sambil berdoa agar apa yang saya takutkan tidak terjadi. Ya Rabb, maafkan hamba..

1 minggu berlalu dan hasil pemeriksaan TORCH keluar. IgM semuanya negatif, sedangkan IgG positif dan HI avidity. Hasil pemeriksaan USG berikutnya pun Alhamdulillah tidak ditemukan pelebaran ventrikel lagi. Subhanallah..

Bagi para calon ibu, hendaknya selalu memperhatikan makanan yang dimakan setiap hari. Perhatikan tingkat kematangan dan kebersihannya. Hindari steak yang digoreng setengah matang, hindari jajanan yang higienitasnya diragukan, hindari sayuran yang belum dimasak.. Jika ada waktu dan rezeki, jangan lupa untuk memeriksa TORCH di lab-lab rumah sakit.

Hari ini, usia kandungan saya telah mencapai 33 minggu atau sekitar 8 bulan. Artinya telah 9 bulan kami merangkai kisah. Hari-hari menjelang persalinan mungkin tidak akan terasa. Beberapa teman silih berganti menyampaikan kabar gembira mengenai kelahiran putra dan putri mereka. Begitu banyak cerita yang mereka bagi dan semoga kami bisa mengambil pelajaran.. Mohon doa dari rekan-rekan agar kami diberi kesabaran, keikhlasan dan rasa kasih sayang dalam mendidik putra/i kami kelak.  Begitu pun dengan rekan-rekan yang telah mendahului kami..Dan yang antri di belakang kami 🙂

triandika.net