Triandika Weblog Rotating Header Image

Family

Weekend: Gunung Pancar & Sentul Paradise Park

Gara-gara ada liputan di National Geografic Traveller edisi Bulan Mei 2013 tentang aktivitas weekend sekitar Jakarta yakni di air panas Gunung Pancar dan Sentul Paradise Park, maka minggu lalu kami mencoba kesana. Kalau mengikuti petunjuk arah dari NetGeo tersebut, sungguh sangat tidak membantu karena kurang jelas. Untung kami bisa memanfaatkan GPS, namun hanya air panas Gunung Pancar Sentul yang bisa muncul, sedangkan air terjun bidadari tidak belum ada.

Jam 8 berangkat dari rumah dengan rute jalan baru pemda Cibinong kemudian naik tol sekali karena keluar Sentul selatan (Sentul City). Namun petunjuk GPS ternyata lebih memilih tidak naik tol (lumayan ngirit hehe). Namun ternyata jalannya 20% kecil, 30% aspal bolong2 dan 10% batu-batu. Ternyata jalan menuju air panas Gunung Pancar melintasi gerbang Jungleland, Sentul City (jangan masuk gerbang, lewat ke kanan sampai +/- 3 Km).  Yang awalnya menyesal (kenapa ga lewat sentul) jadi baik-baik aja, karena jalan utama dari sentul city ke Jungleland ternyata belum ada di GPS.

Jam 10 kami sampai di Kawasan Wana Wisata Gunung Pancar yang dikelola oleh PT . Bayar tanpa tiket Rp 10rb dengan total 3 dewasa+1 anak + mobil (seharusnya sesuai tarif tertera Rp 8rb niih). Di wana wisata ini adalah lokasi track downhill yang sangat terkenal, karena juga menjadi venue Sea Games tahun 2012 lalu. Cukup adem suasana hutan dan banyak yang hanya leyeh-leyeh atau makan di pinggir jalan menikmati suasana hutan sesekali ada sepeda downhill terlihat.

Langsung menuju gerbang air panas, bayar lagi Rp 25rb (kali ini ada tiket). Begitu sampai, penilaian pun jatuh. Secara NatGeo sampai meliput, ternyata jauh lebih buruk dari Guci atau Baturaden. Bahkan dengan air panas di Serpong yang sempat kami kunjungi tahun lalu, Gn Pancar ini tidak lebih baik. Dari sisi fasilitas permainan anak, di Serpong jauh lebih banyak. Praktis di Gn Pancar hanya ada 2 kolam umum air panas (laki2 dan perempuan) serta kamar2 berendam yang disewakan Rp 15rb per 30 menit.

Berikut ini beberapa foto2nya. Sayang juga sudah bayar Rp 35rb tapi ga nyoba berendam hehe.

DSC05716

DSC05721

Karena kurang nyaman dengan area yang tidak luas dan masih menunjukan jam 11.30, maka agenda makan siang digeser ke tujuan berikutnya yang juga diliput NatGeo, Sentul Paradise Park. Tanya-tanya satpam di Gn Pancar, lokasi Air Terjun Bidadari tersebut mengambil arah ke desa Bojongkoneng (desa ini bisa dilihat di GPS, salah satu yang kelihatan SDN 2 atau 3), dari Sentul City ambil pertigaan Pos Aju Koramil. Kalau anda dari Jakarta, itu sebelum Masjid. Karena kami dari Jungleland, maka setelah Masjid Sentul City.

Jam 12.30 sudah masuk Gerbang Sentul Paradise Park (SPP), harga tiket 25rb per orang dewasa dan Rp 10rb mobil. Jalan masuk ke SPP ini cukup jauh dari jalan utama aspal, sekitar 1 Km ke gerbang dan 1 Km dari Gerbang ke lokasi wisata, dan kondisi jalan batu-batu. Bagi mobil yang kurang sehat dan cukup tua (serta kurang skill :D), tidak disarankan ke sini karena terjalnya tanjakan dengan jalan batu2 lepas yang membuat gigitan ban kurang kuat. Bisa dilihat, kondisi jalan dari gerbang seperti di bawah.

Sebaiknya jangan mengambil lahan parkir yang diatas, alias terus saja kalau ada tulisan parkir karena ada tempat parkir di bawah juga. Namun, view dari parkir atas itu sangat bagus, langsung bisa melihat semua obyek dalam satu waktu (plus untuk foto2 pribadi oke hehe).

DSC05727

View dari parkir atas

DSC05738x

View dari parkir bawah (panoramic)

Jadi cukup lumayan wisata air terjun dan pemandian ini. Lumayan mengobati kekecewaaan akibat air panas sebelumnya, pangsa pasarnya pun banyak mobil > 200 jt yang datang kesana. Sayangnya fasilitas ganti baju sedikit, dan bale-bale untuk duduk2 atau makan harus bayar Rp 30rb/2 jam. Akhirnya kami pun makan siang di mobil dengan menurunkan jok belakang + tengah, lumayan hehe. DSC05734 - x

Setelah makan siang dan tidak terlalu terik, kami baru turun ke bawah untuk menikmati air mancur, air terjun dan kolam nya.

DSC05766DSC05760

DSC05749

Jam 3, kami keluar dari area SPP Dan benar, beberapa kendaraan cukup kesulitan naik menuju jalan aspal. Lewat Sentul City, masuk tol sentul selatan, keluar sentul utara (sirkuit sentul), langsung menuju jalan pemda cibinong dan lewat GDC. Jam 4, kami sudah sampai di rumah.

Bagaimana dengan jarak? Dari rumah ke Gn Pancar (via jalur non-tol) sekitar 45 Km. Lalu Gn Pancar-SPP sekitar 15 Km. Pulang SPP- rumah lewat tol juga sekitar 45 Km. Cukup dekat dan mudah terjangkau. Selain itu dari sisi harga dan obyek yang ditawarkan, value for money cukup bagus. Kecuali air panas Gn Pancar,  walaupun masih bisa diterima, dengan bersepeda atau lebih menikmati suasana hutan yang sejuk. Dan efektifnya anda bisa mengunjungi kedua obyek ini dalam satu hari.

Beach Tour: Tanjung Lesung & Carita Anyer

Memang perjalanan tour kali ini tidaklah sepanjang mountain tour akhir 2010 lalu, namun sebenarnya beach tour ini melengkapi koleksi pantai selatan jawa barat yang sudah kami jelajahi (tapi belum tidak semua ditulis di blog hehe), yakni Pelabuhan Ratu 2011, Pangandaran 2009 dan 2012. Beach Tour ini kami lakukan di sebuah long weekend bulan Maret 2013.

Anyer sendiri pernah kami kunjungi tahun 2009 sebelum Safa lahir saat ada acara kantor. Oleh karenanya, Carita yang lebih timur akan menjadi tempat menginap karena Tanjung Lesung sangat ‘tidak masuk budget’ karena lebih berbentuk resort. Namun, rute perjalanannya, kami  akan mengunjungi Tanjung Lesung dan sekitarnya, dan menjelang makan siang akan menuju Carita.

Berangkat jam 5.30 pagi, kami langsung meluncur menuju Tanjung Lesung dengan mengambil jalur Pandeglang. Keluar Tol Serang Timur, jam masih Jam 7. Secara jarak, Depok-Tanjung Lesung via Pandeglang sekitar 210 Km seperti yang ditunjukan Google Map dibawah.

Depok-Tjg Lesung

Jalur Serang-Pandeglang-Tanjung Lesung secara umum cukup baik, hanya beberapa spot terutama antara Pandeglang-Tanjung Lesung di area pegununganyang jalannya berlubang. Jika menyukai Durian, maka setelah keluar kota serang ada beberapa Depot Durian Jatuhan yang bisa menjadi pilihan. Karena kami mengejar waktu jam 9 sampai Tanjung Lesung supaya pantai tidak terlalu panas (plus konon durian disitu > 75 ribu :D), maka menjadi catatan saja untuk trip berikutnya.

Jam 9 kami sampai di lokasi komplek Resort Tanjung Lesung. Ada gerbang yang dijaga satpam dan baru dibuka jam 7 pagi untuk pengunjung dari luar yang akan diberikan Guest Pass. Di dalam komplek resort jalan sangat mulus dan sudah siap dikembangkan menjadi 2 lajur di masa depan. Masih ada cukup banyak sawah di komplek tersebut. Konon di area komplek ini nantinya akan dibangun bandara kecil seperti bandara di Pangandaran. Belakangan diketahui bahwa pengelola komplek tersebut sama dengan pengelola kawasan industri Jababeka di Cikarang, Bekasi.

Komplek? Ya..Tanjung Lesung adalah komplek tertutup yang terdiri atas beberapa hotel berlokasi di bibir pantai. Pengunjung non-tamu hotel memang masih mungkin menikmati pantai non-hotel, namun pantai di hotel tentu lebih bersih dan menarik. Sedangkan pantai di luar komplek ada sebelum masuk ke komplek tersebut.

Kami langsung menuju ke paling ujung  jalan dari komplek menuju ke Pantai Badur. Dengan membayar Rp 20 ribu (1 mobil) dan Rp 5 rb/orang (bonus teh botol, jadi net nya Rp 3rb lah ya) yang tampak bukan dari pengelola Tanjung Lesung, tapi semacam ‘Karang Taruna’ desa. Tapi cukup ramah, dan terkesan tidak memalak karena ada karcisnya. Buat satpam gerbang Tanjung Lesung sendiri, sebenarnya tidak ada biaya masuk namun seringkali ada yang meminta dengan dalih sukarela (tanpa kercis).

Apa yang ada di Pantai Bodur? Berikut snapshots nya.

DSC05056

Untung kami tidak disini sekitar jam 9.30, jadi belum terlalu panas, sepi dan cocok untuk foto-foto. Konon kalau sore lebih ramai, banyak yang berenang di lokasi ini. In overall, pantainya memang bukan 100% pasir putih karena ada bagian2 batunya, namun cukup eksotis apalagi bila ketemu beberapa spot seperti bangku yang tampak yang menarik seperti di bawah (bayangkan dengan sudut yang tepat, di bangku tersebut ada orang yang memandang pantai, atau pasangan yang duduk saling memandang hehe).

DSC05052

Berikutnya, kami menuju ke Beach Club, dimana pengunjung yang tidak tinggal di hotel harus membayar Rp 75 rb/mobil untuk bisa masuk (sudah jauh-jauh kesini, kami masuk juga lah). Apa yang ada di beach club ada fasilitas beach sports macam boat, banana, snorkling dll dan juga tenda untuk bermalam, serta sebuah dermaga. Secara umum di beach club ini mahal-mahal biaya sewa alat olahraganya, pun dari awal kami hanya ingin membunuh rasa ingin tahu dan (pastinya) foto-foto. Kalau mau lebih murah dan optimal, bawa alat renang sendiri karena pantai disini lebih nyaman berenang dibanding di Badur tadi. Fasilitas mandi, mushola dll juga jauh lebih bagus (baca: ada harga ada rupa).

DSC05103

DSC05105-e

DSC05127

Setelah Dhuhur, kami langsung menuju ke kawasan Pantai Carita Labuan sekitar 50 Km dari Tanjung Lesung. Sambil jalan sembari browsing Kuliner di Labuan dan pilihan jatuh ke RM. Ibu Entin. Lokasi sekitar 1 Km dari pertigaan dari Labuan ke Lanjung Lesung atau Carita. Luar biasa mantap dan relatif lebih murah dibanding di Jakarta. Menu yang terkenal dari Ibu Entin ini adalah Otak-otak (Rp 1500 per bungkus) dan udangnya. Mantap lah pokoknya..hehe.

DSC05138

Sekitar jam 2.30 kami sampai di kawasan pantai Carita. Ayah safa sudah pernah menginap disini tahun 2006 (baru sidang ada proyek survei) dan waktu itu gagal menginap di pinggir pantai karena budget tidak memungkinkan hehe. Kali ini berusaha mencari lokasi cottage tersebut dan ketemu, Desiana Cottage. Here it goes..

DSC05219DSC05151

DSC05226

Dengan beberapa tipe room dan cottages (range harga Rp 250 rb – Rp 1.6 jt), harga yang ditawarkan masih sangat logis mengingat lokasi dan fasilitas prime nya di pinggir pantai. Langsung kami nyebur pantai sore hari itu, dan pagi hari keesokan harinya. Untuk makan malam, seafood di pasar ikan Carita cukup enak walaupun parkir nya terbatas (bahu jalan) dan nunggu antrian masakan cukup lama.  Banyak mobil parkir di pasar ini karena disini banyak orang membeli ikan dan makan seafood.

DSC05160DSC05206

Sudah merupakan tradisi baru bahwa setiap ke Pantai kami mencari TPI alias Tempat Pelelangan Ikan. Sengaja dari rumah membawa box ikan, maka pagi hari kami menuju TPI di Labuan, sekitar 10 Km dari Carita. Memang ada tempat jual ikan di dekat Carita, namun di TPI atau pasar ikan ada sesuatu yang berbeda (harga di TPI lebih murah dibanding di pasar ikan carita). Dan uniknya, pasar ikan yang lebih besar ternyata harus menyeberangi sungai supaya cepat daripada berkendara menuju kesana. Agak unsafe juga sebenarnya naik perahu seperti foto-foto di bawah, tapi kami enjoy saja sambil menertawkan anak-anak nelayan mandi hehe.

wow.. hati-hati.

wow.. hati-hati.

No comment :p

No comment :p

Foto sendiri

Foto sendiri

Minta tambah hehe

Minta tambah hehe

Setelah main di pantai lagi, kami segera berkemas pulang. Tepat jam 12 check out dan lengsung menyusuri ke barat menuju Anyer, terus sampai Cilegon. Sebenarnya awalnya kami berencana mengoptimlkan waktu dengan mampir makan siang di Pantai Anyer atau sebelumnya di sepanjang pesisir Carita ke Anyer, namun karena Safa tidur dan kami sendiri sudah pernah ke Anyer, maka kami batalkan rencana tersebut.

Jadilah makan siang di Cilegon dan kami ingin variasi tidak makan seafood dan turunannya. Dengan metode browsing seperti sebelumhya, pilihan jatuh di Sate H Asmawi di dalam Kota Cilegon kiri jalan jalur Cilegon ke Serang. lumayan mantap juga sate dan sop disini hehe.

DSC05231

Setelahnya, kami langsung meluncur ke Depok dengan istirahat sholat di Tol Merak – Jakarta (ngantuk, pagi renang di pantai terus makan sate). Alhamdulillah..tepat maghrib kami sudah sampai di rumah.

Untuk rute, sengaja kami menggunakan rute yang berbeda untuk membandingkan antara kedua rute tersebut. Seperti dikatakan diatas, Depok-Pandeglang-Tanjung Lesung sekitar 210 Km dan Tanjung Lesung-Carita sekitar 50 Km. Sedangkan Carita-Cilegon-Depok sekitar 180 Km. Jadi, rute Cilegon memang lebih jauh namun menjanjikan jalan lebih mulus dan pemandangan pinggir pantai sepanjang Carita – Anyer. Namun, resiko tersendat di jam2 tertentu karena truk2 industri di Cilegon.

Dan menurut kami, jika akan pergi ke Tanjung Lesung (atau Pulang Umang atau Peucang, Ujung Kulon), Carita dan bahkan Anyer, anda harus menggunakan dua rute tersebut (lewat Serang-Pandeglang dan Anyer-Cilegon), karena ada spot-spot yang bisa dinikmati di kedua rute tersebut seperti diatas. Anda juga bisa melakukan semua diatas di weekend biasa dengan budget terukur untuk menikmati pantai bersih yang bisa dijangkau mudah dari Jakarta.

Family Trip: Singapore

Singapore, tidak ada yang istimewa dibahas dari negara-kota ini. Tapi karena negara terdekat ini yang belum terjamah, maka awal Januari lalu kami bertiga jalan-jalan kesana. Jika biasanya jalan-jalan dilakukan sekalian dengan perjalanan dinas, maka ke Singapore kali ini benar-benar diniatkan untuk sendiri alias tidak ada model sebagian dibiayai kantor.

Meski demikian, strategi promo tiket pesawat Garuda dan kombinasi tinggal 3 malam di tempat teman di dekat NUS (terima kasih kepada Iqbal & Ipeh 🙂 ) dan 2 malam di hotel dekat Mustafa Center bisa mengurangi biaya jalan-jalan. Berangkat 3 Januari pesawat GA jam 4 WIB, dan pulang 8 Januari 2013 first flight jam 7 pagi.

DSC04570

Untuk Safa, ini adalah perjalanan pesawat kedua ke luar, setelah tahun 2011 lalu ke Malaysia. Secara keseluruhan sudah 4 kali perjalanan pesawat, dua domestik adalah ke Jogja Juni 2010 dan Bali Desember 2011. Namun demikian, secara biaya perjalanan ke Singapore adalah yang pertama usia diatas 2 tahun sehingga membayar penuh. Itulah mungkin mengapa selama periode setelah Desember 2011 – Desember 2012 tidak ada perjalanan pesawat karena masih ‘belum ikhlas’ bayar penuh (hehe).

DSC04573

Seperti biasa negara yang lebih maju, tidak ada transportasi umum yang sulit di Singapore, sepanjang kita membaca peta dan bertanya.Itinerary disusun oleh bunda, yang kali ini lebih semangat ke Singapore.

Hari kedua Jum’at, Merlion dan makan siang masakan indonesia di food court salah satu mall Orchard Road.

DSC04677

DSC04680

Karena masih hari pertama dan masih capek adaptasi jalan kaki, maka sore hari sudah kembali ke flat, dan malamnya main-main di taman sekitar flat tersebut. Itinerary hari esoknya diputuskan ke Singapore Zoo instead of Bird Park. Pertimbangan karena Safa masih belum paham betul jenis-jenis burung walaupun secara atraksi konon lebih menarik dibandingkan zoo. Langsung booking tiket online lumayan bisa diskon 10%. Plus kali ini Safa dianggap (menganggap diri hehe) belum cukup beli tiket sendiri.

 

Hari ketiga Sabtu, Singapore zoo seharian, sore di Garden by the bay dan malam di Merlion lagi. Jam 9 pagi sudah jalan, seharian di zoo dengan tidak mau rugi menonton semua 4 free animal live shows walaupun harus ngos-ngosan pindah lokasi satu ke yang lain karena waktu yang mepet (hehe). Tiket yang dibeli komplet shuttle bus untuk keliling zoo, namun karena live show mepet tersebut kami akhirnya sering juga jalan tanpa shuttle. Tetap tidak mau rugi, kami sampai muter2 dengan shuttle tersebut sampai 3 kali hingga guide nya sampai mau menawarkan lagi shuttle bahkan ketika kami akan pulang. Dibanding Ragunan, Singapore Zoo ini jauh lebih kecil. Jadi kalau anda biasa jalan2 di Ragunan, sebaiknya tidak perlu bayar shuttle.

Makan siang di zoo, namun sudah berstrategi membawa nasi putih dan fried chicken, jadi makan order cukup 1 menu formalitas supaya ga sungkan duduk di kursi restorannya. Safa sendiri sangat menikmati zoo,bahkan sampai tidur cukup nyenyak sekali (hehe).

DSC04765

Sampai jam 3 sore baru jalan ke Garden by the bay.

DSC04815

Penasaran dengan laser malam merlion, dibela-belain juga sampai jam 8 malam nunggu, lalu pulang mampir dinner di mall clementi. Jam 11 baru sampai flat.

Hari keempat Minggu ke NUS, Sentosa dan migrasi ke hotel, maka kami rencanakan jalan-jalan hanya sampai sore saja. Pagi hari lihat-lihat ke NUS khususnya Engineering Faculty, hanya jalan sekitar 500 meter ke gerbang NUS.

DSC04871

Lalu berangkat ke Vivo City untuk makan siang di food court yang sangat enak sebelum ke Sentosa. Ke Sentosa, opsi bridge walk yang dipilih mengingat paling murah hanya SGD 1/person untuk gate pass ke Sentosa, sedangkan jika monorel SGD 5 atau sky train 10 SGD. Seperti biasa, Safa juga sangat menikmati escalator nya. Sayang Safa sudah cukup capek dan pingin tidur siang saat tiba di Sentosa. Dari Sentosa ke Vivo, mencoba monorel karena kalau keluar dari Sentosa gratis.

DSC04893

Sebelum ke Flat Ipeh+Iqbal, kami mampir dulu ke flat teman yang juga di area yang sama, Dewi IF’03 sekeluarga. Lumayan, bisa jalan-jalan plus silaturahim dan sharing info. Setelah makan malam di flat, kami pun migrasi ke hotel. Di hotel sampai jam 9, beres-beres terus tidur pulas.

Hari kelima Senin, agenda belanja Bugis + Chinatown + Mustafa Center. Sebenarnya malamnya ada keinginan ke Clark Quay, tapi urung karena males dan saldo e-travel card sudah limit tidak bisa dipakai lagi (harus top up). Siap-siap saja karena jam 4.30 pagi naik taxi ke Changi.

DSC04950

Hari keenam Selasa, pulang Indonesia. Karena masih kena night charge, jatuhnya SGD 40 (pfuh… kalau naik MRT paling pagi jam 5 total berdua paling cuma SGD 5).  Lain kali kalau ngejar tiket promo dan first flight, harus bener-bener dihitung dengan taxi fare, mana yang lebih efisien.

Seperti halnya di KLCC, Changi juga menyediakan arena kids play ground. Lumayan Safa jadi tidak terlalu jenuh karena pagi-pagi sudah bangun-bangun. Pesawat on schedule, jam 9 pagi sudah landing di Indonesia.

DSC04969

Jalan-jalan (dan tinggal) di luar negeri memang (terlihat) menyenangkan, namun tetap pulang ke negeri sendiri yang paling diidamkan. Dan belum tentu gaji besar di luar negeri lebih baik karena pengeluaran juga besar seperti di Singapore itu. Rasio pendapatan / pengeluaran harus benar-benar ditimbang jika memutuskan bekerja di luar negeri nanti nya.

Family Trip: Malaysia

Semoga bukan cerita yang (super) telat 🙂

Akhir Juli tahun 2011 lalu, kami sekeluarga berkesempatan jalan ke Malaysia. Dengan tujuan utama perjalanan dinas kantor, tidak ada salahnya sekalian memboyong keluarga untuk jalan-jalan. Maka jadilah Malaysia adalah Family Trip ke luar Indonesia yang pertama, ada alasan Safa buat paspor (usia 1.5 tahun saat itu).

Itinerary sudah dibuat untuk total selama 9 hari disana, berangkat Sabtu pagi dan pulang Minggu siang. Hotel sudah dibooking, terutama untuk dua tujuan utama yakni 1 malam Kuala Lumpur dan 2 malam Penang (hanya 1 malam di KL karena 4 malam selanjutnya termasuk biaya dinas 🙂 ). Budget plan sudah disusun, termasuk tiket Garuda promo (1 adult + 1 infant).

Sabtu pagi jam 5, Safa sudah dibangunkan (biasanya bangun jam 6 hehe) dan Ayah-Bunda nya sudah sarapan. Jam 5.30 taksi sudah datang untuk pesawat Jam 8.30. Sayangnya, sabtu itu lancar sekali sehingga jam 6.15 kami sudah sampai di Terminal 2E.  Check in + imigrasi, jam 7 kurang kami sudah santai di lounge sambil pastinya Safa sarapan. Jam 7.30 langsung persiapan boarding, dan sesuai jadwal pesawat take off.

Sekalipun ini bukan penerbangan pertama buat Safa (setelah Jogja tepat tahun lalu), tapi tetap saja ada was-was jika Safa nangis di pesawat. Saat take off, Kapas penutup telinga sudah disiapkan dan Safa dalam posisi ASI. Alhamdulillah, Safa tidur tidak lama setelah take off  dan baru bangun saat landing di KLIA.

Sepi. Itulah kesan pertama keluar pesawat menuju KLIA. Memang lebih bersih dan modern fasilitasnya dibanding Soetta, tapi secara pasar penerbangan Indonesia jauh lebih potensial (sepulang perjalanan, kami tahu bahwa maskapai nasional MAS sedang dalam kesulitan dan karyawannya menolak merger dengan Air Asia). Perjalanan dilanjutkan ke Kuala Lumpur menuju Hotel Sahara di Chow Kit.

DSC01528

Mengapa menilih Hotel Sahara, karena dari internet terlihat bahwa hotel tersebut yang harga murah dengan fasilitas oke, dan yang paling penting sangat dekat dengan monorail (persis di bawah tangga station monorail Chow Kit). Dan pilihan yang awalnya penyesalan, langsung berubah menjadi syukur setelah melihat langsung hotel dan apa saja yang ada di Chow Kit (laundry indonesia, tempat makan masakan indonesia, bank2 besar indonesia, hipermarket dll). Value for money..overall score 8 of 10!

Dari chow kit menuju ke pusat Kuala Lumpur (KLCC, Bukit Bintang) juga bukan hal yang sulit. Monorel dan kombinasi adalah pilihan yang cepat tapi mahal, sedangkan bus lebih murah tapi lebih lama. Namun lama disini tidak seperti kondisi traffic di Jakarta, karena secara umum banyak jalan layang di KL yang jalur melingkarnya melintas antar gedung-gedung dengan tetap memperhatikan tata kota. Sebuah terobosan inovatif yang harus ditiru, di tengah sulitnya mencari lahan untuk lahan di kota besar yang padat.

Karena perjalanan ke KL (aslinya) merupakan perjalanan dinas, maka Hotel Sahara menjadi pilihan 1 malam saja. Selanjutnya selama 4 malam menginap di Hotel JWM kawasan Bukit Bintang. Namun pada hari minggu setelah pagi check out, barang diantarkan ke Hotel JWM, tapi target hari ini adalah ke Genting Highland. Sayangnya..karena kami tidak booking, maka hari minggu jam 10 Bus berangkat dari KL Sentral-Genting sudah penuh bahkan sampai jam 12 siang. Sayangnya lagi..karena kami tidak tahu, kami menunggu saja untuk bus Jam 12 tersebut, padahal sebenarnya ke Genting bisa berangkat dari titip point manapun (misal Pudu, Gombak dsb).

Setelah tiba di Terminal Genting sekitar jam 1 (1 jam dari KL Sentral), kami langsung pesan tiket return ke loket, namun yang tersedia ke Gombak di Jam 4 sore. Tidak ada pilihan, daripada terlalu malam maka kami ambil opsi tersebut. Sehingga praktis 3 jam di Genting termasuk menaiki Skyway (Kereta Gantung) dari terminal ke Genting. Antrinya lumayan lama karena hari minggu, Jam 1.30 baru kami naik menuju Genting. Kurang lebih 20″, maka sampailah di kawasan Genting. Dengan waktu bersih hanya 1.5 jam, maka foto2 menjadi pilihannya. Yang penting ada bukti ke Genting, bener kan? 🙂

DSC01617

Dari Genting ke Gombak hanya butuh waktu 30 menit, dari sana lanjut LRT dan monorel ke Bukit Bintang.

Kemudian Selama 3 hari (Senin-Selasa) tersebut, praktis Bunda + Safa jalan2 sendiri diantaranya naik bus Hop on Hop off, mall sekitar bukit bintang dan sorenya jalan2 bersama ke Petaling Street (Pecinan) atau Sungai Wang Mal. Bunda + Safa hari Rabu ‘berkorban’ mengantri tiket untuk naik ke Twin Tower untuk Hari Kamis pagi, sebelum Kamis siang kami berangkat ke Penang. Tiket Bus ke Penang sendiri dibeli di Terminal Pudu Selasa sore. Sekalian survei untuk penitipan tas.

DSC01834

Kamis siang Jam 13.30 berangkat ke Penang dari Pudu. 1 Tas besar sudah dipisahkan untuk dititipkan di Locker Terminal Pudu, total 3 hari dikenakan 6 MYR (Rp 17 ribu, cukup murah bukan?). Karena sekembali dari Penang nanti sisa 1 malam lagi (Sabtu malam) dan berangkat ke KLIA bisa dari Pudu, maka hotel di kawasan Pudu menjadi pilihan. Plus dari Pudu ke Petaling Street ternyata sangat dekat, malam terakhir pun kami agendakan belanja (lagi) :).

KL-Penang sekitar 5 jam, tanpa macet dengan jalur tol sepanjang jalan lalu jembatan menuju Pulau Penang. Walaupun sebagian besar jalan tol hanya dengan 2 lajur, ternyata tidak ada kepadatan berarti disana, dibandingkan 2 lajur dari Tol Cikampek-Padalarang. Terminal Penang dari KL atau kota besar lain tidak di dalam kota (terminal kotanya Komtar), sehingga butuh waktu 1 jam untuk sampai ke kota, lalu menuju sedikit pinggirannya Hotel Naza Talyya Seaview Beach Hotel.

Sesuai namanya, hotelnya tepat di pantai dan tidak jauh dari jalan utama Rapid Penang + food center. Untuk harga yang relatif sama, hotel di relatif KL lebih bersih, walaupun plusnya ada kolam renang di sisi hotel ke pantai dan sarapan. Not bad..!

DSC01985

Hari Jum’at..agenda jalan2 di seputar Penang. Jalan2 di sekitar masjid raya, Capel, Port, lalu diakhiri di Benteng Fort Cornwallis dan sekitarnya. Ada bus tourism di Penang yang gratis, muter2 Penang sampai kembali ke titik awal melewati semua rute-rute tourism dengan sistem hop on hop off. Lumayan jika di KL harus bayar, di Penang gratis. Tidak lupa sebelum ke hotel, beli tiket bus kembali ke KL untuk Sabtu siang dengan pemberangkatan dari Komtar.

DSC01911

Sabtu pagi setelah sarapan check out, langsung menuju Komtar untuk menitipkan barang. Komtar dekat dengan pasar, maka lihat-lihat barang adalah opsi terbaik (hehe). Ternyata bus berangkat dari terminal kedatangan awal, tapi dari Komtar penumpang diantarkan oleh shuttle van. Jam 1.30, bus menuju KL dan sampai Pudu jam 6 sore. Setelah mandi dan beres2, maka agenda malam terakhir siap dilaksanakan.

Setelah cukup di Petaling Street dan makan, kami memutuskan untuk pergi ke Twin Tower sekitar jam 21. Tidak salah rupanya, karena malam itu adalah malam minggu dan jam 22.30 saat kami pulang pun masih sangat ramai. Beberapa potret malam didapat, walaupun dengan teknik kamera seadanya hehe.

DSC02007

Minggu Jam 12.50 Flight KLA-CGK, maka setelah sarapan dan check out langsung menuju ke KLIA. Sampai di KLIA jam 10.30, Safa masih sempat main2 di kids-corner sampai puas. Jam 15 mendarat, dan sampai depok kembali jam 17.

Perjalanan yang cukup padat dan cukup hemat, karena mengkombinasikan antara perjalanan dinas dan wisata. Buat Safa, sejak dari KL setiap melihat dua menara kembar selalu bilang “kaya Petronas ya..”, “Safa foto pakai jaket merah..”, “Safa pernah naik kesana..”, “Ayah yang ini (sisi 1), Bunda yang ini (sisi 2), Safa yang tengah..”

DSC01556

 

Note: Itinerary & Cost Family Trip Malaysia, silahkan lihat disini.

@triandika

Karena Menyapih Itu Indah

Pagi itu Garuda tinggal landas dari Bandara Ngurah Rai menuju Halim Perdana Kusuma. 18 Desember 2012 kami pulang kembali ke rumah setelah 6 hari training sambil berlibur di Bali. Ini adalah perjalanan terakhir kami sekeluarga sebelum Safa berusia 2 tahun. Untuk anak usia 0 hingga 23 bulan, Garuda Indonesia menjual tiket senilai 10% harga tiket orang dewasa. Oleh karena itu, perjalanan dimana Safa belum mencapai usia 2 tahun adalah perjalanan yang cukup murah. 2 tahun ke atas harus pikir-pikir lagi..hehe. Timing perjalanan kali ini terbilang kurang tepat, mengingat seharusnya Safa mulai latihan disapih sejak awal Desember. Tapi sesuai prinsip keluarga hemat, dimana ada training, disitu ada liburan..hehe.

Uluwatu

Safa adalah tipe anak yang cenderung cepat bosan, kurang sabar dan sulit beradaptasi dengan dunia baru. Setiap dia merasa tidak nyaman maka dia akan memeluk bundanya sambil mengerang, minta mimi (disusui). Padahal sudah sejak lama pasokan ASI nya sedikit karena intensitas menyusui berkurang saat saya bekerja. Mungkin ini yang membuat berat badan Safa tidak bertambah dalam kurun waktu 5 bulan, karena dia kenyang minum angin saat menyusu pada bundanya. Dan selama di Bali, 5 hari 4 malam, semakin intens lah Safa menyusu, pagi hingga malam.

Sejak bulan November saya sering mengatakan pada Safa bahwa sebentar lagi Safa berusia 2 tahun. “Safa sudah besar, mimi bunda udah habis, nanti mimi nya untuk dedek bayi ya”. Begitulah kalimat yang selalu saya ingatkan padanya. Mungkin dia mengerti akan maksud kalimat itu, jadi setiap saya mengatakannya, Safa selalu protes dan semakin kuat memeluk saya. Dan kalimat itu saya ucapkan terus di Bali, berharap setelah pulang Safa siap untuk disapih.

19 Desember 2011, bertambahlah usia Safa. Sesuai dengan rencana kami, Safa harus disapih tepat pada hari ulang tahunnya. Bangun tidur biasanya Safa minta mimi, ini adalah ritualnya dalam mengawali hari. Tapi hari itu tidak ada mimi, karena saya langsung menggendongnya dan mengajaknya ke depan rumah menyaksikan tanaman. Saya berkicau terus, berharap safa lupa untuk mimi. Alhamdulillah fase pertama beres. Fase kedua adalah saat tidur siang. Saat saya sedang bekerja, Safa biasa tidur siang setelah menghabiskan 2 botol susunya. Gaya tidurnya adalah minum susu sambil berbaring ditemani mbaknya (mbaknya harus dalam posisi berbaring juga), lalu setelah dia siap tidur, botol susunya disimpan di belakangnya kemudian berbalik menghadap mbaknya sambil memeluk lehernya. Ya, safa belum bisa tidur sendirian. Tapi dengan cara seperti itu, tidak hanya safa yang menikmati tapi mbaknya juga, karena dia jadi ikutan tidur..hehe. Tidur siang kali ini saya  biarkan safa bersama mbaknya. Safa tidur dengan mudah, karena gaya tidur seperti ini adalah gaya tidur sehari-harinya.

Fase ketiga adalah fase yang dicemaskan, yaitu saat tidur malam. Bagaimana tidak, selama 20 bulan lebih Safa tidur malam dengan cara disusui bundanya. Terkadang sambil digendong, tapi lebih sering sambil berbaring. Cara tidur seperti ini membuat jadwal tidur malam Safa menjadi rutin dan cara tidur ini adalah yang paling nyaman bagi kami. Safa merasa kenyang dan mudah nyenyak, saya pun bisa tidur dengan cepat. Sampai-sampai ayahnya sering kesal karena ditinggal tidur..maaf ya ayah.

Seperti yang sudah kami sepakati bahwa Safa tidak akan disapih dengan cara-cara yang tidak komunikatif, seperti mengoles puting dengan obat merah, bratawali atau menempelnya dengan plester, apalagi datang ke orang pintar dan minta dibuatkan minuman spesial. Bagaimana pun juga Safa harus tahu bahwa suatu saat nanti dia harus berhenti mimi, bahwa Safa semakin besar, bahwa Safa insya allah akan menjadi seorang kakak. Tapi Safa juga tahu bahwa Bundanya, baik menyusui maupun tidak, baik siang atau malam, pagi atau petang, selalu berada di sampingnya, menyayanginya. Saat ngantuknya meradang, ia meronta meminta mimi. Ia menepuk dadanya sendiri sebagai tanda bahwa dia ingin mimi. Sedih sekali melihatnya menangis karena tidak mendapat apa yang biasa ia dapat setiap hari, selama 2 tahun. Namun ayahnya merangkul pundak saya sambil berujar singkat, “yang kuat ya”.

Sayangnya kami belum mengumpulkan referensi yang banyak mengenai metode menyapih di malam hari. Alhasil semua metode kami coba. Dari mulai mengganti bajunya dengan baju tidur, membacakan shalawat, memberinya susu UHT, memijatnya, membacakan cerita untuknya. Tapi dari semua metode, metode yang saat itu manjur adalah dengan mengajaknya menonton video kesukaannya, Barney and Friends. Kebetulan video ini hanya berisi lagu-lagu saja, hasil download-an ayahnya. Kadang kami putarkan video dirinya yang sedang renang, tertawa, makan dan lain-lain. Sempat juga kami putarkan video kartun islam yang juga hanya berisi cerita singkat dan lagu-lagu. Video Barney pun diputar di laptop, sambil berbaring ditemani ayah dan bundanya, Safa menonton dengan khusyu. Dalam 3 menit, matanya tertutup, Safa tertidur. Hore.. saya girang tidak kepalang. Safa berhasil melewati hari pertamanya disapih.

Seharian tidak menyusui Safa, produksi ASI yang meningkat tidak tersalurkan. Jadilah bengkak dan keras. Apalagi seminggu sebelumnya Safa intens disusui selama di Bali. Berharap semoga tidak sampai demam, karena dulu sehari setelah melahirkan safa, badan saya demam menahan nyeri bengkak karena ASI tidak tersalurkan dengan optimal. Sengaja saya tidak mengeluarkannya baik manual maupun dengan pompa, karena khawatir pasokannya akan semakin deras, karena supply ASI itu by demand, semakin banyak keluar maka semakin banyak produksinya. Sempat saya berniat ingin konsultasi ke konselor ASI di RS. Hermina, tapi niat itu urung saya laksanakan karena Alhamdulillah dalam waktu 5 hari bengkaknya berkurang. Karena sudah tidak terlalu sakit, saya biasakan massage setiap akan mandi pagi supaya di kemudian hari tidak ada “sumur” ASI yang tersumbat.

Hari kedua sampai sepekan, Safa berhasil tidak mimi. Yang dia ingat adalah miminya sudah habis. Safa kadang menunjuk dada bundanya sambil bicara cadel, “mimi abisss, de bayyi, mimi abiss”. Siang pun dia lewati dengan mudah. Tapi malam hari Safa masih harus disuguhi video Barney. Sepertinya Safa baru bisa tenang tidur setelah mendengar suara nyanyian Barney “I love u, u love me, we’re a happy family…”. Nyanyian itu berhasil meninakbobokan Safa selama 3 menit atau lebih. Sempat di malam hari Safa menangis, dan dalam keadaan mata masih tertutup ia mengigau “baniy, baniy…”. Ya sudahlah, jam 2 malam sambil menahan kantuk, ayah bundanya menyalakan laptop kembali. Dan biasanya untuk tertidur lagi butuh waktu hingga 1 jam.

Hari ke delapan, Safa tidak mau tidur di kamar. Maunya tidur di karpet di tengah rumah, sambil menonton video kesukaannya yang baru (bukan baru dibeli, tapi baru dikeluarkan lagi setelah lama tidak ditonton). Videonya kali ini adalah lagu-lagu TK. Lagu favoritnya adalah Anak Kambing dan Kereta Api. Safa hapal sekali urutan lagunya. Jika satu lagu sudah mulai habis, dia akan bilang “abiss, giang”, yang artinya “lagunya mau habis, sebentar lagi lagu sipatu gelang”. Karena masih minimnya ilmu ayah bundanya, kami biarkan ia tertidur sambil menonton video lagu kesukaannya itu. Ritual ini berlangsung selama kurang lebih lima hari.

Tanpa mencari referensi pun, suara hati saya sebagai seorang ibu sebenarnya menolak gaya tidur seperti ini. Selain akan membuat safa ketergantungan, mata Safa pun akan rusak, dan psikologi Safa akan terganggu. Apalagi Safa baru bisa tidur jam 11.30 malam. Dan memang benar, setelah saya cari referensi (sebenarnya lebih ingin mencari pernyataan yang menguatkan kekhawatiran saya) terbukti bahwa memang para Psikolog Anak tidak menganjurkan anak (atau balita) melakukan aktivitas “berat” sebelum tidur, seperti nonton TV, main games dll yang menyedot konsentrasi dan energinya.  Hasil bacaan ini saya diskusikan dengan ayahnya dan kami sepakat untuk menyapih Safa dari menonton video (TV) di malam hari, meskipun konsekuensinya kami harus tidur larut menemani Safa main hingga mengantuk.

Malam menjelang. Jam 9 malam belum ada tanda-tanda Safa mengantuk. Jam 10 malam, masih asyik dengan buku dan mainannya. Jam 10.30 malam, menggaruk-garuk rambutnya, tanda ia mulai mengantuk. Jam 11 malam, minta mimi susu dengan suara setengah menangis. Jam 11.10 malam, sambil minum susu dengan posisi berbaring minta Barneynya di putarkan. Bunda bilang “sudah malam Nak, Barney nya sudah dibereskan, malam waktunya bobo”. Barney tidak disetujui maka Safa minta yang lain. “Kaka”, artinya safa minta diputarkan video lagu TK yang dinyanyikan oleh anak-anak yang lebih tua darinya. Bunda pun tidak menyerah “Kakaknya cape, Sayang. Kakak juga pasti ingin bobo kalau malam”. Semakin keras lah tangisannya. Siapapun tidak berhasil membujuknya tidur. Bagaimana pun kami tidak mau menyerah, kami boleh begadang menemani Safa yang menangis semalaman tidak bisa tidur selama beberapa hari, jika memang itu harga yang harus dibayar untuk menyelamatkan jiwa dan mentalnya di kemudian hari. Inginnya sih tidak ada TV di rumah, tapi kami masih merasa TV bisa jadi hiburan sesaat, tinggal bagaimana saja memenej nya dengan tepat (walau kadang tetap saja merasa seperti pembenaran).

2, 3, 4 Januari 2012, Safa berhasil tidak nonton seharian. Setiap dia ingin menonton, kami alihkan perhatiannya pada mainan atau mengajaknya jalan-jalan keluar. Menjelang malam pun kami tetap menemaninya bermain, sambil sesekali menawarkannya minum susu atau bobo. Sempat saya merasa kesal. Karena sudah sangat lelah, saya tidak menghiraukan ajakannya bermain. Saya berbaring, tidak bergeming. Safa mengajak senyum pun, saya diam, tidak sedikit pun paras wajah saya berubah. Masya allah, hati Safa pasti terluka. Si kecil yang masih semangat bermain, berdiri di hadapan saya yang berbaring, tertawa tiba-tiba, seperti dipaksakan agar Bundanya tetap semangat dan bangkit menemaninya, ternyata hanya mendapatkan wajah dingin Bundanya. Sungguh saya malu sekali, malu karena begitu egois. Ingin safa mengerti kenapa Bundanya bersikap seperti itu. Tapi anak kecil, mana bisa ia berpikir sebab akibat sampai tingkat penyebab yang tertinggi. Mana mungkin ia akan keras berpikir “kenapa bunda wajahnya jelek, pasti karena safa gak mau tidur”. Mungkin yang ia simpulkan hanya “wajah bunda jelek, bunda gak mau diajak main”. Astagfirullah, semoga Allah memaafkan sikap saya kemarin. Maafkan, ya Rabb.

Safa Sholat

Hari ini, hari jum’at, hari ketiganya disapih menonton tv. Perjuangan mungkin masih lama atau buahnya akan dinikmati sebentar lagi, wallahualam. Insya allah dengan selalu menambah informasi, diskusi antara ayah dan bunda, berikhtiar, teguh dan berdoa maka proses menyapih dan mendidik Safa akan berjalan dengan baik. Semoga.