Triandika Weblog Rotating Header Image

Petualangan Ke Selatan New Zealand

Petualangan kami kali ini diberi judul #1615milesadventure #Newzealandsouthisland. Titik nol perjalanan ini adalah kota Christchurch (CHC). Jam 9 pagi kami dijemput Sally ke hotel di airport CHC tempat kami menginap. Kepadanya kami menyewa campervan selama 3 hari. Sally membawa kami ke rumahnya, memberi info yang penting tentang campervan-nya, lalu mengantar kami ke grocery untuk membeli keperluan selama perjalanan. Setelah semua siap, petualangan pun dimulai.

Day 1

Kota pertama yang dituju adalah Timaru. Disini kami hanya ‘numpang’ makan siang, sholat, dan bermain sejenak di playground Caroline Bay Timaru, sementara pak supir istirahat sebentar di van. Bermain memang penting untuk menjaga mood anak2, apa lagi perjalanan panjang.

Dari Timaru lalu ke Geraldine. Kami menginap di Farmyard Holiday Park Geraldine, semacam park site untuk campervan. Di park site, yang tersebar hampir di setiap kota di NZ, campervan dicharge agar aneka peralatan listrik tetap berfungsi. Lalu dimana tidurnya? Ya di van..hehe. Tapi mereka juga menyediakan kabin/self contained room bagi mereka yangg memakai mobil. Fasilitas lain di park site : toilet, kamar mandi, dapur (beserta alat masak dan bersih2), laundry, community room, dan playground tentu saja.

Safa dan Aidan 🙂

Oya, kami juga sempat mengunjungi Geraldine Observatory yg kami booking via email saat masih di indo. Observatory ini dirunning oleh fotografer berusia 78 tahun yg sgt antusias dg dunia astronomi, Peter Aldous namanya, seorang amateur astronomer. Dua jam lebih dia berceramah ttg temuannya dan info terbaru ttg astronomi. Sayangnya kala itu turun hujan, kami gagal stargazing pakai teleskopnya. Di TripAdvisor, observatory ini dapet 5 bintang loh. Rekomended bagi mereka yg interest dg dunia luar angkasa. Tapi berdoa saja langit cerah saat berkunjung.

Kami kembali ke park site, sholat lalu tidur di Van di tengah guyuran hujan. Suhu saat itu sekitar 2 derajat, feels like -1 derajat. Brrrrr…

Day 2

Petualangan hari kedua diawali dengan masak sarapan pertama di Campervan..yeay. Menunya apa? Nasi goreng, telur dadar, sereal..haha biasa banget ya. Seusai sarapan dan beres2, van melaju ke @barkersofgeraldine, store aneka produk selai dan sirup homemade yang cukup terkenal di Geraldine. Lalu kami juga mampir sebentar ke museum dekat Barker’s untuk lihat2 sejarah kota Geraldine. Perjalanan berlanjut menuju Lake Pukaki, waktu tempuh berdasarkan Gmap adalah 1 jam 52 menit. Pemandangan menuju Lake sungguh sangat indah, bukit berbukit dimana domba2 bertengger manis di hamparannya seperti kapas dari kejauhan, gunung-gunung menjulang dengan puncak putih tertutup salju, jalan yang berkelok namun lebar dan halus. Kapan van berhenti untuk foto pemandangan? Cari saja sign “lookout” dgn icon pohon dan meja, disana lah van/mobil aman untuk berhenti dan bisa foto2. Memang tidak boleh sembarangan berhenti di sepanjang jalan, tapi selama area parkir lebar dan traffic belakang aman, kami sering berhenti untuk berfoto.

Di tengah perjalanan menuju Lake Pukaki, salju turun. Sabana2 hijau yang terbentang menjadi putih tertutup salju. Maasya Allah.. indaaahh. Ada satu dua mobil/van yang melipir untuk foto2 sambil menantang guyuran salju. Tahu lah ya satunya itu siapa? haha..

Under light snow

Saat lagi santai-santai nya menikmati pemandangan dari dalam campervan (tetep pak supir harus tetap waspada), tiba-tiba dari kanan ada mobil polisi. Polisi meminta kami menepi. Deg deg deg, jantung berdegup kencang, aduh kenapa ya, rambu-rambu apa ya yang dilanggar. Jangan2 ini adalah hari akhir petualangan? Hiks.. sy tegang tapi yang megang setir mah santai wae. Polisi menyapa hangat, menanyakan tujuan, mencatat nomor plat, mengkonfirmasi nama pemilik van dan di catatan elektroniknya van yang kita sewa sudah ter’record’ bahwa pemiliknya adalah Sally. Wow.. keren juga. Kurang lebih dia bilang gini “Kalau bawa van lihat traffic di belakang, mas, kalau ada 2 mobil tertahan mbok ya geser kiri dikit napa biar yang di belakang bisa nyalip, mobil anjeun pan gede atuh lah.” Lalu ketegangan mencair ketika pak polisi itu bilang ‘oke sip’..haha. Alhamdulllah petualangan masih bisa dilanjutkan.

Sampai di Lake Pukaki, cuaca cerah tapi dingin berangin. Panorama Lake Pukaki, maasya Allah, membuat nafas tertahan, seakan-akan sedang memandang hamparan permata, warna airnya biru turquoise dan semakin berkilau saat terkena sapuan sinar mentari, berlatar gunung-gunung indah menjulang, salah satunya adalah Mount Cook, gunung tertinggi di New Zealand.

Lake Pukaki

Setelah foto2 dan makan siang (tetep masak di van), perjalanan berlanjut menuju Lake Tekapo. Di hari kedua van parkir menginap di Lake Tekapo Top 10 Holiday Park. Dan salju pun turun kembali..

Tekapo Park

Day 3

Hari ketiga, artinya van alias mobil es krim kalau kata Aidan, harus dikembalikan. Dengan rute yang sama kami menempuh 227 km menuju rumah Sally di CHC. Sebelum van dikembalikan, bensin harus diisi penuh. Kami mengisi bensin di Geraldine dan CHC. Dan ternyata harga bensin/diesel di NZ tidaklah sama antara satu kota dengan kota yang lain. Pembayaran bensin bisa pakai voucher diskon jika kita belanja di grocery tertentu, misalnya New World.

Van tiba di rumah Sally jam 15.30 waktu NZ. Sally tidak memeriksa kondisi peralatan di dalam van, karena katanya percaya aja semua pasti aman. Dia hanya periksa angka yang tertera di ban yang menunjukkan jumlah km yang kami tempuh selama 3 hari perjalanan. Percaya tidak percaya dari maksimal 200 km/hari yang ia syaratkan di awal perjanjian, kami hanya melenceng 2 km saja, jadi total perjalanan kami adalah 602 km, padahal 2 km itu karena kami melipir sebentar cari playground sambil masak makan siang..haha. Alhamdulillah.

Sally lalu mengantar kami ke kantor Omega Rental Cars. Hari-hari ke depan moda transportasi kami berubah, dari mobil eskrim jadi mobil matic. Jumlah hari pemakaian van dan mobil sudah dipertimbangkan jauhari sejak 1-2 bulan sebelum keberangkatan. Biasanya rental van minimal satu minggu dan bisa dikembalikan di kota yang berbeda tergantung vendornya. Artinya kalau start di CHC, kita bisa mengembalikan van di Queenstown. Alhamdullllah dapat rezeki nemu foto van nya Sally di salah satu website dan dia bersedia meminjamkan selama 3 hari tapi harus kembalikan lagi van ke rumahnya. Jadi sudah kebayang kan ya, setelah berganti moda transport, kami harus melalui rute yang sama untuk menuju kota-kota selatan NZ berikutnya. Ketemu lagi Geraldine-Tekapo-Pukaki..hehe.

Spot between Geraldine to Tekapo

Jam 16.30 mobil melaju menuju kota Omarama. Waktu tempuh perjalanan berdasarkan Gmap adalah sekitar 4 jam. Berhenti sejenak di dekat Geraldine untuk sholat dan menyiapkan fisik mental anak2 karena sekarang tidur harus sambil duduk di carseat. Perjalanan malam harus lebih waspada karena di jalur antar kota tidak tersedia lampu penerang jalan. Matahari perlahan tenggelam, domba-domba kembali ke peraduan, hanya tinggal kami beserta sorotan lampu mobil menerobos gelapnya malam dan gunung-gunung itu ah tetap saja menawan.

Day 4

Di kota Omarama, untuk pertama kalinya kami menginap di self contained cabin, semacam bangunan kecil dengan 4 beds atas bawah dan sebuah heater. Toilet terletak di luar, begitu juga dapur dan fasilitas umum lainnya. Subuh di Omarama, sama dinginnya dengan Geraldine dan Tekapo, meski tidak bersalju.

Hari keempat ini cukup padat karena ada 3 kota yang akan dikunjungi. Selepas subuh, rice cooker andalan mulai bekerja, mematangkan nasi, telur dadar dan opor udang. Sarapan berat ini mah..haha. Setelah sarapan, beres2, foto2, dan tentu saja main di playground, kami bergerak menuju Wanaka.

Perjalanan ke Wanaka akan melalui area yang bernama Lindis Pass, yaitu jalanan panjang tak berujung yang dikelilingi gunung tak berpohon. Gunung2 yang didominasi warna coklat muda itu hanya ditutupi tundra, seperti sekumpulan rumput-rumput liar yang saling menumpuk. Setelah satu setengah jam kami tiba di Puzzling World, salah satu tempat atraksi yang unik di wanaka. Isinya sih ada great maze, Illusion room, leaning tower dll. Disana mampir sebentar cuma untuk foto sama numpang ke toilet nya yang juga unik. Kalau ke maze bayar, kalau ke toilet mah gratis..haha. Dari puzzling world lalu ke kota untuk membeli makan siang dan menikmati ‘ngampar’ di depan Lake Wanaka sambil menghabiskan fish and chips, menu andalan saat beli makan diluar. Kala itu matahari terik tapi udara tetap saja dingin. Oya foto spot yang penting di wanaka selain lake tentunya adalah #thatwanakatree, yaitu pohon ‘kesepian’ yang tumbuh sendiri di bibir danau.

Dari Wanaka, perjalanan berlanjut menuju Arrowtown. Harusnya di Arrowtown bisa foto studio bergaya victoria, tapi sayang dia cuma buka pas summer. Jadi di arrowtown kami hanya istirahat sholat di Lake Hayes lalu berfoto bersama bebek2 menggemaskan.

Dari Lake Hayes, 30 menit perjalanan menuju Cromwell. Menginap di Cromwell Top 10 holiday park tapi di self contained room yang dilengkapi dapur dan heater yang handal. Saatnya chef beraksi dan pak supir ngasuh di playground..

Day 5

Hari kelima lebih santai karena jarak tempuh dua kota berikutnya agak panjang. Setelah beres2 dan sarapan, mampir ke Cromwell Heritage Precinct, tempat bangunan bersejarah di era gold rush tahun 1860 yang berlokasi di tepi Lake Dunstan. Beberapa bangunan masih digunakan untuk galeri seni dan juga cafe. Meski temanya adalah menikmati old town buildings, tapi ternyata lebih menarik foto-foto di tepi lakenya.

Dari sini lalu kami bertolak menuju kota paling selatan dalam rute kami yaitu Invercargill. 3 jam waktu tempuhnya menurut Gmap. Di Kota Invercargill sendiri tidak banyak spot menarik. Jadi aktivitas di kota ini hanya lah membeli makan siang, berburu souvenir dan foto di Victoria Railway Hotel yang berdiri sejak 1896.

Invercargill ini ternyata punya taman yang luas, berkonsep dan tertata dengan rapi, Queen’s Park namanya. Andai masih punya banyak waktu, ingin rasanya mengitari seluruh taman itu.

Setelah makan siang, sholat dan bermain di taman, perjalanan berlanjut ke utara, ke Kota Te Anau. Setelah 2 jam perjalanan, kami tiba di Lake View Kiwi Holiday Park sekitar jam 5 sore. Mumpung matahari masih menggantung rendah di langit, kami sempatkan berjalan-jalan ke kota untuk mencari souvenir dan membeli tambahan perbekalan, termasuk coklat whittaker dan madu manuka.

Hari yang cukup melelahkan tapi esok hari kami harus bangun lebih pagi demi mengejar cruise di Milford Sound. Bismillah.

Day 6

Dalam perjalanan ke Invercargill sehari sebelumnya, kami memesan tiket cruise Milford Sound via bookme.com. Disini banyak pilihan tour yang ditawarkan, harganya bervariasi tergantung fasilitas, waktu dan mode transportasi, ada cruise saja atau cruise dengan helikopter. Berdasarkan pertimbangan harga dan waktu,  kami pilih Mitre Peak Cruise dengan keberangkatan pukul 09.55. Mengingat lama perjalanan dari Te Anau ke Milford Sound sekitar 2 jam, kami harus bangun dan siap2 lebih pagi.

Hari itu Selasa pagi setelah sarapan kami berangkat menuju Milford Sound. Dikelilingi tebing-tebing yang curam dan 2 air terjun setinggi 162 m, Milford Sound ini dianggap sebagai bagian dari 8 keajaiban dunia. Mirip dengan fiord di Norwegia hanya saja lebih luas. Dari hulu fiord sampai ke laut terbuka berjarak sekitar 16 km, sehingga untuk perjalanan pulang pergi dengan menggunakan cruise menghabiskan 1,5-2 jam saja. Fiord ini adalah rumah bagi koloni anjing laut, penguin dan lumba2 hidung botol.

Tempat ini memang sangat fantastis, tapi pemandangan sepanjang jalan menuju lokasi ini juga beyond imagination. Dan bagian paling seru adalah ketika melewati terowongan sepanjang 1,2 km yang menembus gunung, homer tunnel namanya. Meski cukup lebar untuk dilalui bis dan mobil dari arah berbeda, kendaraan yang akan lewat harus mengantri dan mengikuti petunjuk traffic light yang beroperasi selama summer. Beruntung pak supir aware pas tiba2 lampu merah menyala, sambil mengamati kenapa harus ada traffic light, dan ternyata oh ternyata.. kami akan masuk ke dalam tunnel. Setelah lampu berubah hijau, sambil dzikir perlahan mobil melaju menuju mulut terowongan. Dinding2 batu masih jelas terlihat, bahkan sesekali bunyi pasir dan kerikil jatuh terdengar jelas menimpa atap mobil kami, penerangan tampak minimalis dan saat pulang nanti kami harus melewatinya lagi.

Dari Milford sound dengan rute yang sama lalu kami makan siang di Ta Anau sambil bersiap-siap menuju kota Glenorchy. Untuk sampai ke Glenorchy sebenarnya kami melewati Queenstown dan rencananya kota inilah destinasi akhir petualangan kami, namun sayang rasanya kalau sudah sampai queenstown gak nyoba jalan lagi ke Glenorchy.

Perjalanan Milford Sound ke Queenstown lumayan lama, cape pegelnya berasa, tapi semua rasa penat hilang kala memandang danau-danau air biru yang terbentang dan padang-padang gembala terhampar luas. Dan kesan pertama kali ketika sampai di Queenstowin itu, “wow crowdednya”…haha. Queenstown benar2 kota paling rame yang pernah kami kunjungi sepanjang perjalanan ke selatan New Zealand.

Lalu kesan itu benar2 hilang setelah sampai di Glenorchy, sekitar 45 menit perjalanan dari Queenstown. Kota kecil ini begitu sepi, tidak banyak wisatawan yang datang, atau entah kami datang terlalu sore, sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Tapi yang pasti spot foto2 di Glenorchy adalah salah satu yang the best yang kami miliki, Alhamdulillah.

Day 7

Gak kerasa sampai juga di jam-jam terakhir kami di New Zealand. Yup.. hari ketujuh ini kami punya waktu sebentar untuk muter-muter di Queenstown sebelum akhirnya terbang lagi ke Melbourne dari bandara Christchurch. Kok ke Christchurch lagi sih? Haha,, bagian ini dijelasin di akhir aja ya.

Di Queenstown ngapain aja? Karena cuma punya waktu dari pagi sampai sore saja kami memilih untuk naik Queenstown Skyline saja dan membeli oleh-oleh. Kami membeli tiket skyline secara online supaya gak ngantri saat tiba di lokasi. Sayangnya tiket yang kami beli hanya tiket naik gondola saja, padahal ternyata ada wahana lain yang lebih seru. Wahana apa itu? Namanya Ludge, semacam Gokart yang seru dijalankan semua anggota keluarga. Teteh aja ketagihan..haha. Kalau beli tiket terusan dari awal tentu harganya lebih murah.

Setelah bermain gondola dan ludge, kami makan siang di Quenstown mall, lagi-lagi makan kebab. Lalu jalan-jalan mencari oleh-oleh dan sholat dzuhur asar. Sambil menunggu waktu ke Christchurch Airport, anak2 main dulu di playground, sementara ayah istirahat menyiapkan tenaga untuk nyupir nanti.

Nah jadi kenapa ke Christchurch (CHC) lagi? Karena semata-mata tiket pesawat CHC-Melbourne jauh lebih murah dibandingkan Quenstown-Melbourne.. jadi meski setelah sampai di Queenstown yang seharusnya kami tinggal terbang aja ke Melbourne, kami memilih memacu mobil 7 jam lagi demi mangkas budget..hehe.

Alhamdulillah perjalanan ke CHC pun lancar, kami makan malam di mobil, anak-anak tidur nyenyak karena perjalanan malam dan supir alhamdulllah kuat sampai akhir gak harus gantian nyetir.

Saatnya kembali ke Melbourne dan menghabiskan sisa-sisa liburan sebelum akhirnya pulang ke rumah kami tercinta, Indonesia.

Menyusun Itinerary Australia New Zealand 14 Hari

Menyusun itinerary liburan keluarga selalu gampang-gampang susah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, salah dua yang utama adalah optimasi cost dan family friendly. Apalagi liburan yang sifatnya maraton seperti Eurotrip 18 hari, tentu berbeda dengan liburan single ala backpacker di Asia Tenggara atau setengah backpacker di Jepang.

Liburan ke Australia dan New Zealand (ANZ) ini direncanakan sejak beli tiket travel fair Garuda beberapa bulan sebelumnya, berangkat Sabtu malam (day 0) dari Jakarta dan pulang kembali Sabtu pagi (day 14) dari Melbourne. Saat itu masih belum detil mau kemana saja selama 14 hari liburan. Sampai akhirnya diputuskan untuk mulai mengurus visa NZ setelah visa Australia keluar.

Kami meletakan NZ trip di tengah-tengah antara dua visits di Australia karena bisa mendapatkan visa multiple entries Australia. Sebenarnya ada alternatif untuk menggunakan transit visa Aussie dimana melampirkan bukti flight selanjutnya yang maksimum stay di Australia nya tidak lebih dari 72 jam (3 hari). Biaya transit visa ini lebih murah yakni zero (cek ya), sedangkan visa normal visitor AUD  140 per orang (lumayan kan kan 2 dewasa + 2 anak). Plus saat apply visa Aussie ini kami belum beli tiket ke NZ, jadi belum tahu benar apakah diantara 2 visits ini masing2 maksimum 72 jam. Biaya yang lumayan visa normal, untungnya agak terobati karena syukurnya dapat visa visitornya 3 tahun! 🙂

Bagaimana visa NZ? Jika visa NZ 100% aplikasi dan approval via online, visa NZ masih transisi jadi setelah aplikasi online tetap harus datang lagi ke agency untuk menunjukan dokumen passport etc. Good thing nya, visa NZ untuk family bisa di apply sekaligus dalam 1 aplikasi dengan biaya NZD 165, sehingga biaya visa tidak perlu dikalikan untuk 4 orang.  Aplikasi visa NZ juga tanpa harus mempunyai tiket NZ dsb terlebih dulu, yang paling penting bisa menunjukan ada cukup dana untuk membiayai tiket dan perjalanan. Plus ada attachment khusus untuk memasukan visa Aussie mungkin sebagai salah satu evidence kuat untuk bisa travel ke NZ.

Pertimbangan lainnya yang baru diputuskan setelah visa keluar adalah mau ke NZ lewat mana, karena ada keinginan untuk tidak hanya di Melbourne. Ok, akhirnya diputuskan mampir ke Sydney 1 malam dulu sebelum travel ke NZ. Demi mark the city dan foto depan Opera House hehe. Meski kata teman di Sydney, Opera House sebenarnya bisa pakai photoshop :D.

Lalu yang utama, NZ ke mana saja? Kami meminta saran dan contoh itinerary dari 3 teman; satu keluarga baru pulang tinggal di NZ, satu tema pernah kuliah di NZ dan satu lagi pernah jalan di NZ. Kesimpulannya sama, south island cukup untuk 7 hari. Ga perlu ke North, ga seru katanya. Oke.. Jadi tujuan jelas kota hub nya Christchurch dan Queenstown. Lalu ke South mau campervan or driving+hotel.

Makin lama browsing makin ga konklusif, malah akhirnya 2 bulan sebelum terbang sudah pasti ga dapat camper dari providers yang bisa one-way. Padahal ke NZ kalau ga camper kaya bukan ke NZ hehe. Ketemu Mighway yang semacam platform P2P lending untuk camper, cuman dia harus di kota yang sama sesuai tinggal pemilik nya. Setelah cari2 dan mempertimbangkan itinerary yang optimal selama 7 hari di NZ, alhamdulillah dapat camper untuk 3 hari saja (dimana kalau providers resmi minimal hire 5/7 hari). Oiya, hari camper itu benar2 hari dimana diambil dan dikembalikan, bukan 24 jam.

Disitu muncul lagi tantangan untuk optimasi waktu sewa kendaraan, karena setelah camper dikembalikan akan ganti moda sewa mobil untuk lanjut explore South Island. Optimasi termasuk juga rute dan penginapan, sampai akhirnya diputuskan untuk datang ke NZ dan terbang dari kota yang sama yakni Christchurch. Simply karena lebih efisien alias murah hehe.

So, begini akhirnya itinerary ANZ trip kami:

day 0 Jakarta – Melbourne overnight flight

day 1 Melbourne ETA 6.30 am, Hotel & explore

day 2 Full Melbourne

day 3 Melbourne – Sydney DEP 6 am, ETA 7.30, Hotel & explore

day 4 Sydney, Sydney – Christchurch DEP 19.40, ETA 1 am, Transit hotel

day 5 Camper Pick up, Arthur Pass, Geraldine overnight

day 6 Geraldine, Timaru, Lake Tekapo overnight

day 7 Lake Tekapo relax, back camper to Christchurch, car pick up to Omarama overnight

day 8 Omarama, Wanaka, Arrowtown, Cromwell overnight

day 9 Cromwell, Invercargill, Te Anau overnight

day 10 Te Anau, Milford Sound, Queenstown overnight

day 11 Queenstown, Glenorchy, night driving to Christchurch Airport

day 12 Christchurch – Melbourne DEP 6 am, ETA 8, Hotel and explore

day 13 Full Melbourne

day 14 Melbourne – Jakarta DEP 7 am, ETA 10.30 am

Bagaimana realisasi dari itinerary diatas? InsyaAllah akan kita lihat edisi2 berikutnya. Bismillah..  🙂

Banten Trip: Anyer, Cikerai, Waterpark

Banten menjadi semacam agenda rutin liburan, sampai sekarang sudah 2 kali kami kesana dengan agenda jalan-jalan plus usaha :).

Pertama bulan Maret, agenda utama nginap dan main di pantai Anyer. Pilihan jatuh ke hotel Anyer Cottage. Mengingat check in hotel baru bisa jam 14, maka pagi sampai makan siang perlu destinasi lain yang dekat. Jelas pilihan utama adalah Vila Ternak Cikerai yang juga kami kunjungi tahun lalu.

Bedanya setahun kemudian, ada banyak sekali perkembangan Vila Ternak ini. Ada pembuatan lahan parkir dan area panah di depan (seberang jalan) lokasi utama, serta pengembangan lahan ke area belakang misanya untuk berkuda, tree houses, bale-bale, hingga ke area bermain di sebuah sungai kecil.

Tidak lupa area utama termasuk tempat makan dan mushola juga ada pelebaran. Tiket masuk nya kali ini per kendaraan, dengan bonus susu dan tiket berkuda. Satu2nya tantangan di Vila Ternak ini adalah suhu panas nya (karena Banten panas). Jadi jangan pakai baju tebal dan banyak minum air.

Jelas Vila ternak mencoba mengambil segmen warga lokal sekitar nya  dimana kunjungan studi anak sekolah (TK) cukup dominan. Dan mengambil segmen Jabodetabek yang mencari destinasi tambahan sebelum sore di Anyer. Sangat tepat karena searah ke Anyer, persis seperti yang kami lakukan. Setelah sholat dan makan siang di Cikerai, maka meluncur ke Anyer normalnya sekitar 1 jam saja (tergantung Anyer sebelah mana).

Jam 15an, kami sudah sampai di Anyer Cottage. Kenapa memilih ini? Satu tentu harga, value for money, untuk fasilitas ada kolam renang dan akses ke pantai pasir. Not bad overall, kecuali kondisi bangunan yang tua (hotel lama). Dari sisi akses makanan luar juga cukup banyak makanan di luar hotel ketika malam atau sarapan.

Kunjungan kedua kami kedua ke Banten awal Mei karena Vila Ternak juga melakukan usaha Vila Kurban (penggemukan dan penjualan hewan Kurban). Sebenarnya bisa saja daytrip ke Banten, tapi sekalian kami ingin menginap di hotel Cilegon. Pilihan jatuh ke Greenotel Cilegon. Kami berangkat Senin pulang kantor sampai Cilegon sekitar jam 19,  dan Selasa hari libur.

Pertimbangan memilih Greenotel yang kurang lebih sama dengan Anyer Cottage. Agak unik karena hotel ini berada di area bisnis (ruko). Namun disini kita langsung mendapat akses ke waterpark Cilegon, yang saya kira normal tiket nya 25 ribu per orang. Dengan menginap dan breakfast plus akses waterpark, harga yang ditawarkan masih cukup make sense.

Baru setelah puas pagi main di waterpark, menjelang makan siang kami ke Vila Ternak. Artinya, jika mau berangkat Jum’at setelah kantor, menginap di Greenotel, mampir Vila Ternak, lalu ke area pantai Anyer, maka anda sekeluarga bisa mendapat full experiences yang cukup menjadi weekend getaway dari Jaodetabek ke Cilegon. Selamat mencoba!

4 Hari Wisata Sumatera Barat

Setelah melalui keputusan yang cepat sekitar sebulan sebelumnya, akhirnya tengah Desember ini kami berangkat jalan-jalan ke Sumatera Barat. Salah satu faktor terkuat karena ada saudara sepupu yang dari 2010 sudah tinggal disana di sekitar Kayutanam, Padang Pariaman.

Pas sekali dengan Safa sudah selesai UAS, dan mulai libur meskipun belum terima raport, dan harga tiket belum terlalu mahal karena belum benar2 mulai musim liburan nya. Maka selama 4 hari, berangkat Sabtu pagi (awal nya Jum’at malam, digeser ke Sabtu pagi oleh Sriwijaya 2 minggu sebelumnya), pulang Selasa sore alias total 4 hari 3 malam.

Berikut itinerary kami selama 4 hari di Sumbar, dalam bahasa lokal disebut Keliling Sumbar.

Hari 1: Pesawat Sriwijaya Air Jam 09.05 Jakarta to Padang, Masjid Raya Sumbar, Resto Lamun Ombak, Pesisir Kota Padang, Pantai Malin Kundang, Es Durian Iko Gantinyo, Jembatan Siti Nurbaya

Padang bay

Hari 2: Air Terjun Lembah Anai, Istana Pagaruyung, Payakumbuh, Lembah Harau, Kelok 9, Sate Danguang Danguang Payakumbuh

Lembah Harau

Hari 3: Jam Gadang dan Belanja Bukittinggi, Itiak Lado Mudo, Panorama dan Goa Jepang, Puncak Lawang, Kelok 44, Danau Maninjau

Jam Gadang

Hari 4: Oleh-oleh Kota Padang, Ikan Bakar Fuma pesisir Kota Padang, Pesawat Sriwijaya Air 14.45 (delay ke 17.20)

Ikan Bakar Fuma Padang

Sangat seru dan lumayan padat jadwal nya. Hari kedua dan ketiga, kami berangkat dari rumah jam 8-an, dan setiap malam pulang sampai rumah selepas jam 21. Alhamdulillah Safa dan Aidan senang-senang dan sehat sampai kembali ke Depok. Tantangan banyak makanan pedas juga bisa diatasi dengan memilih makan yang non-pedas untuk mereka.

Seperti liburan yang lain di Malang, Lombok atau bahkan jalan2 saat tinggal di Aberdeen, ketika mengunjungi daerah-daerah yang baru, bukannya kita terpuaskan malah ada tambahan-tambahan rencana untuk bisa berkunjung lagi di suatu hari nanti. Begitu juga di Padang, kami belum banyak menjelajah pesisir pantai Pariaman ke arah selatan dan menyeberang ke pulau-pulau wisata nya.

Semoga ada kesempatan lagi di masa depan untuk mengunjungi Sumbar ini, Amin.

Daytrip Pacitan, Pantai terbaik Jawa Timur

Momen mudik saat lebaran 2017 ke Magetan kali ini kami agendakan untuk jalan-jalan sehari ke Pacitan, masih di Jawa Timur. Magetan ke Pacitan cukup jauh, perjalanan 3.5 jam dengan melalui Madiun dan Ponorogo. Praktis minimal 7 jam habis di jalan pulang pergi memang, tapi pilihan ini yang harus dilakukan karena berbagai alasan daytrip.

Pagi berangkat jam 7 lebih, kami sampai ke tujuan pertama di Pantai Srau hampir jam 11. Pantai Srau sendiri perjalanan 30 menit ke arah barat kota Pacitan. Pantai ini masih lumayan bersih dengan pasir putih yang menawan, serta tidak terlalu ramai pengunjung (mungkin karena akses nya juga lumayan jauh dari jalan besar). Tidak lupa ombak khas pantai selatan Jawa. Cocok untuk semacam gathering keluarga, maka kami pun menggelar bekal makan siang disini.

Sibling @Srau

Setelah foto2 dan makan siang di Srau, selanjutnya kami menuju Sungai Maron sekitar 40 menit dari Pantai Srau, yang dijuluki Sungai Amazon Pacitan. Sekilas under-estimate karena tampilan Sungai Maron dari tempat parkir mobil kurang menyakinkan, tapi begitu mengarungi sungai nya, maka benar juga Sungai ini disebut Amazon. Karena warna hijau sungai dan tebing2 pinggir sungai cukup menawan. Sungai biasa yang lebih dari biasanya. Foto2 instagram pun sangat cocok di Sungai ini.

Maron River Amazon

Berikutnya kami menuju ke Pantai Klayar yang jadi semacam obyek pantai wisata ‘resmi’ di Pacitan, sekitar 30 menit dari Maron. Jika di Srau atau Maron, lebih seperti dikelola oleh masyarakat sedangkan di Klayar sudah ada gate resmi dari Dinas setempat. Pantai Klayar juga lebih ramai dengan fasilitas pendukung yang lebih baik. Tipikal pantai nya mirip dengan Srau, pasir dengan kombinasi batuan di bibir pantai nya. Tapi buat kami Srau lebih alami dibanding Klayar.

Menjelang matahari tenggelam, kami memutuskan untuk segera beranjak dari Klayar jalan pulang menuju Magetan lagi. Dengan mampir sholat dan makan malam, kami sampai di Magetan lewat jam 10 malam. Meski padat dan singkat, tapi cukup memberi pengalaman pantai indah yang masih bisa dijangkau dari Magetan. Menurut kami, landskap pantai-pantai Pacitan adalah pantai terindah di Jawa bersaing dengan Pangandaran. 🙂

Anyway, akses Pacitan memang cukup jauh dan menantang baik dari Madiun, Trenggalek maupun dari Jogja. Buat yang belum pernah ke Pacitan, perjalanan ke Pacitan idealnya menginap minimal 1 malam di kota Pacitan nya, sehingga bisa lebih jenak dalam menikmati beragam obyek wisata khususnya pantai dan sekitarnya. Selamat mencoba!