Triandika Weblog Rotating Header Image

Oversea

Jelajah 5 Kota United Kingdom

Liburan akhir tahun di musim dingin adalah liburan yang dinanti oleh berjuta penduduk Eropa. Tentu saja bagi kami, perantau sementara di tanah Skotland, kesempatan ini tidak kami sia-siakan.

Menyiapkan liburan dengan mengunjungi beberapa kota tentu membutuhkan persiapan yang tidak sedikit, apalagi membawa anak kecil (meski baru satu sih dan usianya sudah 5 tahun). Selain menyiapkan pakaian (apalagi winter), makanan, transportasi, dan penginapan, yang paling utama adalah menentukan objek liburan dan itinerary nya. Dalam waktu 12 hari kota dan objek apa saja yang worthed untuk disambangi.

Setelah mengumpulkan info dari rekan dan juga info dari Google, kami putuskan untuk mengisi liburan winter kali ini di kota Glasgow, Edinburgh, Manchester, Liverpool dan London. Itinerary pun kami susun, namun tidak terlalu mendetail. Kira-kira skema perjalanannya adalah seperti ini :

skema perjalanan 1

Yang penting juga dalam menyiapkan liburan adalah menetapkan penginapan dan moda transportasi yang digunakan. Lokasi, jarak tempuh dan fasilitas adalah faktor yang yang harus diperhatikan. Tapi yang lebih penting lagi adalah tentu saja biaya. Daftar hotel dan hostel serta jenis transportasi pun kami buat dan kami bandingkan satu dengan yang lain. Berikut adalah penginapan dan moda transportasi yang kami pilih :

Skema perjalanan 2

Dan penjelajahan pun dimulai..

Part 1 : Aberdeen – Glasgow

Pagi itu pada jam 7.30, matahari belum menampakkan rona wajahnya. Winter memang musim yang ‘melenakan’… Selepas sarapan, kami bersiap untuk berangkat ke terminal bis Union Square Aberdeen. Tepat pukul 8.35 pagi bis pun melaju menuju kota pertama dalam rute perjalanan kami, Kota Glasgow. Bismillah..

Glasgow adalah kota terbesar di Skotlandia, dan termasuk kota terbesar ketiga di United Kingdom. Berdasarkan Rough Guides Poll, Glasgow ini terpilih sebagai “friendliest city in the world”.  Itu gimana surveynya ya ? Lalu predikat warga Indonesia yang katanya ramah-ramah itu berdasarkan survey gak ya?

Di kota ini Kami mengunjungi Kelvingrove Art Gallery and Museum, Kelvingrove Park, George Square dan tentunya University of Glasgow. Masih banyak lagi tempat yang menarik, tapi sayang waktu yang kami miliki hanya sebentar, hanya satu malam saja kami menginap.

Glasgow1

Glasgow2

 Part 2 : Glasgow – Edinburgh

Selepas makan siang dan sholat dzuhur-asar di salah satu masjid di Kota Glasgow, kami segera menuju terminal untuk naik bus Citylink yang akan mengantarkan kami ke kota Edinburgh. Waktu tempuh Glasgow-Edinburgh cukup singkat yakni hanya 1 jam 19 menit.

Edinburgh menurut kami terkesan lebih klasik dan rapi dibanding Aberdeen dan Glasgow. Selain itu beberapa tujuan wisata dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Itu sebabnya di hari kedua kedatangan kami ke Edinburgh, kami ikut Free Walking Tour yang menjadi agen tour favorit para turis di beberapa kota di Eropa. Perjalanan dimulai dari Edinburgh Castle dan berakhir di National Museum of Scotland. Namun dari sekian banyak tempat yang kami kunjungi dengan berjalan kaki selama 2,5 jam, tempat yang paling menarik adalah kuburan.. hihi. Iya kuburan yang menjadi inspirasi J.K Rowling untuk menggunakan nama Tom Riddle dalam novel Harry Potter. Jadi kalau mau cari inspirasi gak harus selalu jalan-jalan di taman, kuburan juga bisa kok jadi inspirasi :p. Lalu bagaimana dengan Elephant House yang mendadak menjadi terkenal karena J.K. Rowling sering menulis di kedai itu? Pastinya kami melipir kesana juga dong, apalagi letaknya tak jauh dari hotel kami menginap, hanya sayang saat itu gedung di atas Elephant House sedang diperbaiki, jadi kami perlu ‘bekerja keras’ untuk mendapat angle foto yang bagus.. hihi.

Edinburgh  (80)

Edinburgh  (23)

Edinburgh Tour

Tak jauh dari Edinburgh Castle terdapat toko (Tartan Weaving Mill) yang menyediakan jasa foto studio dengan pakaian tartan lengkap khas skotlandia. Dan memang salah satu alasan kami ke Edinburgh Castle adalah mengunjungi studio foto ini, bukan malah masuk ke castle-nya..hihi. Untuk mendapatkan 2 lembar foto ukuran A4, biayanya sebesar £34.95. Lumayan mahal juga sih.. tapi hasilnya bagus juga kok dan minimal sekali seumur hidup lah ya nyoba baju tartan yang aslinya harganya muaahaall.

Edinburgh - Fam Photo 1

Edinburgh - Fam Photo 2

Oya setelah berfoto di Edinburgh Castle, kami makan siang di Restoran Marhaba, restoran timur tengah yang direkomendasikan teman kami yang kuliah di Edinburgh University. Selain murah, letaknya juga strategis yaitu dekat dengan masjid besar Edinburgh dan juga tak jauh dari hotel tempat kami menginap. Pelajaran  penting pertama bagi kami sebagai keluarga yang lebih doyan jalan kaki (karena sehat dan murah) dan juga bawa anak kecil, memilih hotel yang strategis ternyata menjadi salah satu kunci dalam perencanaan wisata dalam kota.

Part 3 : Edinburgh – Manchester  

Hari-hari di Edinburgh pun berakhir. Kota tujuan kami berikutnya adalah Manchester. Untuk perjalanan kali ini kami memilih Train yang tiketnya sudah kami pesan jauhari sebelum liburan. Oya, untuk mendapatkan potongan harga tiket sebesar 30%, kami gunakan Family Rail Ticket yang tentunya kami pesan juga sebelum berangkat. Pokoknya selama ada promo, diskon, voucher asal jelas jangan sampai dilewatkan..hehe.

Begitu tiba di hotel Ibis Budget, kami istirahat sejenak kemudian melanjutkan misi terbesar kami di Manchester, apalagi kalau bukan jelajah stadion Manchester United dan Manchester City…hihi. Untuk sampai ke stadion Old Trafford kami memilih naik tram, karena ternyata stasiunnya tidak jauh dari hotel Ibis Budget. Biasanya stadion-stadion sepakbola Eropa dan UK menawarkan fasilitas tour yang tentunya berbayar. Mengingat misi kami ‘cuma foto’ aja, jadi tentu saja kami tidak terlalu tergiur dengan tour itu.. hemat bukan? :p.

Tiba di Stadion Old Trafford, kami berjumpa dengan wisatawan-wisatawan Indonesia dan Malaysia. Setelah diperhatikan baik-baik, kebanyakan wisatawannya memang orang Indonesia dan Malaysia. Mereka juga mungkin punya misi yang sama dengan kami yaitu ‘cuma foto’…wkwkw.

Hari kedua di Manchester bertepatan dengan tanggal 25 Desember. Praktis tidak ada yang menarik dari kota ini… jalanan sepi sekali. Untunglah saat itu ada teman yang berbaik hati yang mengajak kami jalan-jalan (beneran jalan kaki). Kebetulan teman kami ini kuliah di University of Manchester. Thanks to Fajar, Radith dan Ratri atas jamuannya dan ‘petunjuk’-nya. Pelajaran penting kedua adalah pikirkan kembali masak-masak kalau mau berlibur saat natal di kota-kota UK, karena selain seluruh tempat atraksi dipastikan libur, transportasi pun ikutan libur. (Maaf ya Kakak Safa, liburannya sekalian jalan sehat.

IMG_20141224_141627_1

IMG_20141224_152211_1

Part 4 : Manchester – Liverpool

Perjalanan ini semacam bonus atau mungkin “maksa”. Kenapa? Pada awalnya Liverpool tidak masuk dalam kota tujuan liburan kami. Tapi alasan pertama mengapa pada akhirnya kami ‘maksa’ ke Liverpool adalah letak kota ini yang tidak terlalu jauh dari Manchester (kurleb 1 jam dengan bus). Alasan kedua adalah sayang saja kalau kami harus melewatkan Stadion Anfield Liverpool dari daftar jelajah stadion kami :p. Dan ternyata memang kami ‘benar-benar maksa’ setelah tahu bahwa bus yang beroperasi dari Manchester ke Liverpool pada hari itu hanya satu kali yaitu jam 4 pagi (bayangkan jam 4 pagi kala winter L). Alhasil sesampainya kami di Liverpool jam 5.15, langit masih gelap mencekam, angin berhembus cukup kencang (lebay), Stance terminal di Liverpool pun kurang nyaman karena ‘terbuka’, kami memilih tiduran sambil duduk di kursi salah satu Stance yang kami anggap cukup aman. Bergantian kami menggendong Safa yang saat itu tengah terlelap tidur. Kami pun bergantian sholat setelah seorang bule pegawai lokal menawarkan kami untuk menggunakan kamar mandi di kantornya. Mungkin pikirnya kasian dua sejoli beserta putrinya ini seperti tak tahu arah tujuan.. wkwkwk.

Jam 8 pagi, kota Liverpool mulai berdenyut, langit pun tampak lebih cerah meski matahari belum datang. Safa sudah bangun sejak kedua kalinya kami ditawari oleh si bule baik itu untuk memakai kamar mandinya. Setelah selesai dengan urusan bersih-bersih diri, kami berjalan menuju Albert Dock, pelabuhan yang terkenal di Liverpool.

Kawasan Albert Dock adalah one stop attraction, karena di sini terdapat hampir semua atraksi wisata, mulai dari museum, arena konvensi, wheel, hotel, toko souvenir hingga pusat perbelanjaan. Tapi karena hari itu tanggal 26 Desember, atau terkenal dengan nama boxing day, maka banyak toko-toko yang tutup. Untunglah ada satu toko souvenir, kepunyaan orang timur tengah sepertinya, yang buka di hari itu. Kami pun masuk dan membeli beberapa souvenir magnet.

Liverpool (6)

Di sini ada Museum The Beatles Story yang menyimpan rekam jejak Beatles sejak ia berdiri sampai John Lenon dan Paul Mc Carney bersolo karir. Ah tapi kami bukan penggemar Beatles, plus museumnya juga ikutan tutup, jadi cukuplah kami ‘berfoto’ saja.. hihi.

Liverpool (11)

Tujuan perjalanan selanjutnya setelah kami sholat dzuhur adalah Stadion Anfield. Dari station bus kami naik Bus Arriva dan membeli ‘return ticket’. Bus ini mengantarkan kami tepat di depan stadion Anfield yang ternyata… tutup saudara-saudara. Gerbang besar bagian depannya tutup, gerbang belakang juga tutup.. padahal apalah da kami cuma pengen foto :(. Karena gerbang depan tutup, sementara dari gerbang ke jalan raya hanya dipisahkan oleh trotoar untuk sekitar 4 pejalan kaki jadi kami gak dapet angle yang cakep untuk foto.. ah males nih Liverpool FC.

 Liverpool (29)

Part 5 : Manchester – London

Tibalah hari menuju kota terakhir dalam itinerary perjalanan kami, ya Kota London. Waktu tempuh dari Manchester menuju London dengan menggunakan bus adalah sekitar 5 jam. Begitu tiba di Victoria Coach Station tepat pukul 2 siang, kami segera mencari tempat untuk makan siang. Alhamdulillah nemu resto fast food yang ternyata halal, padahal niatnya mau cari fish and chips aja. Resto yang terletak di kompleks pertokoan di Buckingham Palace Road ini namanya adalah Food Galleries.  Tak lupa kami pun memesan makanan untuk bekal makan malam di wisma.

Di London kami menginap di Wisma Caraka yang berlokasi di daerah Hendon, North London. Wisma ini menjadi pilihan terakhir karena 2 wisma yang lain sudah full booked yaitu Wisma Indonesia dan Wisma Merdeka. Meski cukup jauh dari pusat kota, tapi Wisma ini hommy banget. Pengurus wisma, namanya Mbak Lusi beserta suami, begitu ramah dan asyik untuk diajak ngobrol. Kami pun sering bertukar cerita di kala sarapan. Wisma ini amat sangat recommended.

London (34)

Lima hari di London saat musim liburan tidaklah cukup, terutama bagi wisatawan yang tidak ingin melewatkan setiap objek wisata di kota Prince William ini. Apalagi hampir di setiap tempat wisata dipastikan antrian pembelian tiket terlihat mengular. Mengingat liburan kami adalah liburan keluarga hemat jadi kami memilih wisata yang free. Yang penting bisa terdokumentasi dengan baik.

Kami mengunjungi London Bridge, Tower Bridge, London Eye (Cuma lihat aja.. gak kuat lihat antriannya dan harga tiketnya :p), Big Ben and Parliament House, Trafalgar Square, Horse Guard Parade dan prosesi changing guard nya. Untuk wisata museum ‘gratis’, kami mengunjungi Victoria and Albert Museum, Natural History Museum dan Science Museum. Dari Science Museum kami berjalan kaki menuju Harrods, yaitu Mall besar kepunyaan mendiang Dodi Al Fayed.

Untuk urusan makan, seperti biasa kami mencari restoran timur tengah yang sedia doner kebab atau fish and chips. Tapi mumpung ada di London, tak lupa kami juga bertandang ke Warung Padang London yang terletak di China Town. Kami memesan ayam pop dan semangkuk bakso, ah seger banget, kerinduan kami akan masakan padang pun terbayar sudah :p. Setelah kenyang bersantap masakan cita rasa nusantara, kami berjalan menuju Loon Fung yaitu chinese supermarket yang terkenal di kota London. Namun sayang, saat itu tempe yang kami incar sedang kosong stoknya. Jauh-jauh ke London nyarinya tempe :p.

London (89)

London (149)

London (183)

5 hari berlalu di kota London, berakhir pula waktu liburan kami. Tiba saatnya pulang ke kota dingin berangin, kota Aberdeen. Dari London menuju Aberdeen kami naik Megabus dengan waktu tempuh perjalanan 13 jam. Perjalanan terjauh dari sekian perjalanan antar kota dalam itinerary kami. Perjalanan terjauh namun begitu indah, karena kami membawa bingkisan cerita yang kelak akan selalu kami kenang. Teringat dengan lirik klasik, God speed the day, when I’m on my way, To my home in Aberdeen.      

Weekend: Inverness dan Aviemore

Inverness adalah capital city untuk Council Highland, sebuah kawasan di ujung utara-barat UK (Aberdeen di ujung utara-timur). Dari Aberdeen menempuh perjalanan 3 jam bus atau 2.5 jam train. Karena daerah utara, maka Inverness juga dingin, seperti halnya Aberdeen. Bedanya, pada bulan Januari lalu Inverness salju lumayan tebal, sedangkan Aberdeen lebih banyak angin sehingga salju turun tidak rutin sehingga tidak banyak timbunan salju.

Family Snow

Nah, karena alasan salju lah kami jalan-jalan weekend ke Inverness. Butuh persiapan seminggu sebelumnya untuk booking transportasi dan 1 malam hotel, alhamdulillah masih dapat harga ‘bersaing’. Perginya pakai train Scotrail) Jum’at pagi bertiga £12.8 dan pulangnya Sabtu malam (Megabus) bertiga £3 (iya bener £1 per orang :D).

Sengaja beda transportasi supaya bisa mencoba, meskipun paginya bisa dapat £1  juga atau malamnya bisa dapat £12.8 juga. Khusus untuk train, kami juga memesan plus bus ticket bertiga tambah £4.5 dimana pada hari jum’at nya bisa dipakai putar-putar kota Inverness sampai puas (kalau tiket harian bus £3.5, jadi lebih murah plus bus 🙂 ).

Karena pertimbangan transportasi dalam kota itulah, maka hari pertama kami fokus ke dalam kota Inverness. Apa yang menarik disana?

1. Inverness Castle

Well, sebenarnya ini bukan castle dimana ada show room atau visitor room. Karena castle yang ada di tengah kota Inverness ini sekarang adalah kantor Polisi. Ketika saya ‘protes’ di Visitor centre, mereka malah jawab justru orang sini kalau pergi ke castle Inverness artinya bermasalah :).

Inverness Castle

2. Inverness Museum and Art Gallery

If you want to know the history of highland’s story including its culture, you definitely need to go to this museum, just behind the Inverness Castle. You will get in touch with some clothes, and gaelic language (there is about 6% Highland’s people speak gaelic now). You should also come to Inverness’s visitor centre, just next to the museum. They are very helpful. If you haven’t known what to do in Inverness, go to them. You better ask them first if you want to, for example step on ‘river ness’s small island’, cause sometimes it’s closed.

Diatas adalah review saya tentang museum tersebut di Tripadvisor. Meskipun kecil, museumnya menarik ada sentuhan personalnya.

3. Visitor Centre

I like their idea to put which countries visitors are originally from on the world map. They are helpful. You better stop by here if you don’t know yet what to do in Inverness.

Diatas adalah review saya di Tripadvisor juga, menyambung dari review tentang museum sebelumnya.

4. Market and City Centre

Belum ke sebuah kota kalau belum ke Market, katanya. Tidak sebesar market di Aberdeen (jangan bayangkan market seperti di Indonesia ya.. 🙂 ), namun ada beberapa yang jual pernik-pernik Highland disana. Nah..souvenir ini yang penting kan hehe. Market persis di depan train station, dimana tidak jauh sebelah train station ada bus station. Di City centre semacam Promenade juga, jadi nyaman buat jalan kaki.

5. Ice Centre, Botanical Garden, and Whin Park

Ini yang sebenarnya menarik, Ice Centre yang bisa Ice Skating di Inverness buka sepanjang tahun. Tapi..karena dipakai oleh atlet profesional maka buka untuk publiknya hanya beberapa jam dalam seminggu. Jadi mending cek website atau telepon langsung (kami ‘kecele’ karena pas tutup hihi).

Ice Centre berada di area olahraga, termasuk ada Botanical Garden disana. Masuk FREE, ini penting :D. Agak ke belakang botanical garden ada Whin Park yang juga free. Whin Park ini semacam playground untuk anak-anak. Ada sungai kecil dan dipinggi River Ness juga. Sangat cocok buat anak-anak plus orang tua bisa foto-foto :).

Lalu pada hari kedua (terakhir), agendanya adalah pagi ke Loch Ness dan siangnya ke Aviemore. Inverness kotanya kecil, sehingga dari hotel ke Bus Station kami jalan pagi, hemat dan sehat :D.

Loch Ness

Malam sebelumnya sudah beli tiket online Citylink supaya lebih murah, Inverness ke Loch Ness sekitar 30 menit. Target kami setengah hari di Loch Ness dan siangnya ke Aviemore. Di Loch Ness (Loch = Danau), terdapat Urquhart Castle yang bagus, tapi bayar. Jadi kami cukup lihat dari atas saja karena hanya sebentar disini, dan Safa asyik sekali buat Snowman (alasan supaya ga masuk castle hehe).

Safa Mini Snowman

Oiya, Loch Ness yang pintu masuk Urquhart Castle ini in the middle of nowhere. Jadi jangan berharap ada gubuk kopi atau bahkan restoran. Tempat makan terdekat 15 menit jalan kaki, terdapat Loch Ness Exhibition Centre yang bagus juga disana. Kami yang awalnya browsing mau kesana dikira dekat akhirnya tak jadi karena jauh dari berhentinya bus. Maklum ga pakai mobil :D.

Urquart Castle

Kalau ada rezeki waktu lebih, boleh juga mencoba Loch Ness Cruise, bisa mudah di browsing. Jadwalnya siang, jadi ga match juga dengan jadwal kami (baca: alasan :D). Tapi mungkin lebih tepat memang bawa mobil sendiri kesana, bisa sekalian dari Inverness-Loch Ness-Oban dan Fort William.  Jika dilanjutkan bisa mutar lagi lewat Glasgow-Dundee baru Aberdeen. Sounds good.. 🙂

Aviemore

Tujuan kami sebenarnya ingin ke Cairngorm, gunung yang juga terdapat ski-resort. Maksud utama adalah mencoba train khusus ke area ski, yakni funicular railway. Namun ternyata jadwalnya sangat mepet plus ada ketemuan dengan teman di Aviemore akhirnya kami tidak jadi mencoba funicular. Well, ini jadi justifikasi baru untuk kesana lagi nanti hehe.

Jadi kami praktis hanya makan siang dan main salju di Aviemore. Alhamdulillah ada area di depan hotel yang bisa buat seluncur, dan Safa suka sekali. Saking semangat guling-guling seluncur, akhirnya dipinjami papan seluncur oleh orang lain hehe. Tidak lupa, coba-coba buat snowman yang jadi obsesi Safa. Lumayan 1 mini snowman masing2 di Loch Ness dan Aviemore :).

Sled

Safa and Snow

Building Mini Snowman

Oiya, dari Inverness ke Aviemore kami naik train. Cuma 30 menit tapi lebih mahal karena baru beli malam sebelumnya. Di Aviemore saljunya lebih tebal dari Inverness, karena memang Aviemore adalah kota untuk naik ke kawasan Cairngorm. Kotanya kecil mirip kecamatan kalau di Indonesia, tapi mungkin karena Cairngorm jadi station nya lumayan besar.

Makanan Halal

Kalau jalan-jalan, mencari makanan halal adalah tantangan tersendiri. Namun dengan bantuan Google Map sekarang, hal itu jadi lebih mudah. Di google map Inverness, tinggal ketik Inverness halal food store maka akan akan muncul di lengkap dengan lokasinya.

Walaupun Inverness kota kecil, untungnya masih ada food stores disana. Sayangnya, sebagian besar (atau selalu) makanan halal yang ada adalah kebab atau fast food (fish/chicken and chips) dan buka nya sore-malam hari. Jadi untuk yang hanya weekend get-away seperti ini, bawa nasi cukup dari rumah bisa membantu jadi nanti tinggal beli lauknya.

Strategi yang paling akhir lainnya adalah beli makanan vegetarian atau fish di resto/store umum (seperti di Aviemore, kami makan di Resto Australia di train station). Lagi-lagi tidak ada nasi disana. Jadi kalau untuk jalan berhari-hari, ada baiknya membawa rice cooker sedangkan berasnya bisa beli banyak di stores umum. Maklum orang Indonesia kalau tidak makan nasi apalagi sampai berhari-hari kurang lengkap. 🙂

Family Trip: Singapore

Singapore, tidak ada yang istimewa dibahas dari negara-kota ini. Tapi karena negara terdekat ini yang belum terjamah, maka awal Januari lalu kami bertiga jalan-jalan kesana. Jika biasanya jalan-jalan dilakukan sekalian dengan perjalanan dinas, maka ke Singapore kali ini benar-benar diniatkan untuk sendiri alias tidak ada model sebagian dibiayai kantor.

Meski demikian, strategi promo tiket pesawat Garuda dan kombinasi tinggal 3 malam di tempat teman di dekat NUS (terima kasih kepada Iqbal & Ipeh 🙂 ) dan 2 malam di hotel dekat Mustafa Center bisa mengurangi biaya jalan-jalan. Berangkat 3 Januari pesawat GA jam 4 WIB, dan pulang 8 Januari 2013 first flight jam 7 pagi.

DSC04570

Untuk Safa, ini adalah perjalanan pesawat kedua ke luar, setelah tahun 2011 lalu ke Malaysia. Secara keseluruhan sudah 4 kali perjalanan pesawat, dua domestik adalah ke Jogja Juni 2010 dan Bali Desember 2011. Namun demikian, secara biaya perjalanan ke Singapore adalah yang pertama usia diatas 2 tahun sehingga membayar penuh. Itulah mungkin mengapa selama periode setelah Desember 2011 – Desember 2012 tidak ada perjalanan pesawat karena masih ‘belum ikhlas’ bayar penuh (hehe).

DSC04573

Seperti biasa negara yang lebih maju, tidak ada transportasi umum yang sulit di Singapore, sepanjang kita membaca peta dan bertanya.Itinerary disusun oleh bunda, yang kali ini lebih semangat ke Singapore.

Hari kedua Jum’at, Merlion dan makan siang masakan indonesia di food court salah satu mall Orchard Road.

DSC04677

DSC04680

Karena masih hari pertama dan masih capek adaptasi jalan kaki, maka sore hari sudah kembali ke flat, dan malamnya main-main di taman sekitar flat tersebut. Itinerary hari esoknya diputuskan ke Singapore Zoo instead of Bird Park. Pertimbangan karena Safa masih belum paham betul jenis-jenis burung walaupun secara atraksi konon lebih menarik dibandingkan zoo. Langsung booking tiket online lumayan bisa diskon 10%. Plus kali ini Safa dianggap (menganggap diri hehe) belum cukup beli tiket sendiri.

 

Hari ketiga Sabtu, Singapore zoo seharian, sore di Garden by the bay dan malam di Merlion lagi. Jam 9 pagi sudah jalan, seharian di zoo dengan tidak mau rugi menonton semua 4 free animal live shows walaupun harus ngos-ngosan pindah lokasi satu ke yang lain karena waktu yang mepet (hehe). Tiket yang dibeli komplet shuttle bus untuk keliling zoo, namun karena live show mepet tersebut kami akhirnya sering juga jalan tanpa shuttle. Tetap tidak mau rugi, kami sampai muter2 dengan shuttle tersebut sampai 3 kali hingga guide nya sampai mau menawarkan lagi shuttle bahkan ketika kami akan pulang. Dibanding Ragunan, Singapore Zoo ini jauh lebih kecil. Jadi kalau anda biasa jalan2 di Ragunan, sebaiknya tidak perlu bayar shuttle.

Makan siang di zoo, namun sudah berstrategi membawa nasi putih dan fried chicken, jadi makan order cukup 1 menu formalitas supaya ga sungkan duduk di kursi restorannya. Safa sendiri sangat menikmati zoo,bahkan sampai tidur cukup nyenyak sekali (hehe).

DSC04765

Sampai jam 3 sore baru jalan ke Garden by the bay.

DSC04815

Penasaran dengan laser malam merlion, dibela-belain juga sampai jam 8 malam nunggu, lalu pulang mampir dinner di mall clementi. Jam 11 baru sampai flat.

Hari keempat Minggu ke NUS, Sentosa dan migrasi ke hotel, maka kami rencanakan jalan-jalan hanya sampai sore saja. Pagi hari lihat-lihat ke NUS khususnya Engineering Faculty, hanya jalan sekitar 500 meter ke gerbang NUS.

DSC04871

Lalu berangkat ke Vivo City untuk makan siang di food court yang sangat enak sebelum ke Sentosa. Ke Sentosa, opsi bridge walk yang dipilih mengingat paling murah hanya SGD 1/person untuk gate pass ke Sentosa, sedangkan jika monorel SGD 5 atau sky train 10 SGD. Seperti biasa, Safa juga sangat menikmati escalator nya. Sayang Safa sudah cukup capek dan pingin tidur siang saat tiba di Sentosa. Dari Sentosa ke Vivo, mencoba monorel karena kalau keluar dari Sentosa gratis.

DSC04893

Sebelum ke Flat Ipeh+Iqbal, kami mampir dulu ke flat teman yang juga di area yang sama, Dewi IF’03 sekeluarga. Lumayan, bisa jalan-jalan plus silaturahim dan sharing info. Setelah makan malam di flat, kami pun migrasi ke hotel. Di hotel sampai jam 9, beres-beres terus tidur pulas.

Hari kelima Senin, agenda belanja Bugis + Chinatown + Mustafa Center. Sebenarnya malamnya ada keinginan ke Clark Quay, tapi urung karena males dan saldo e-travel card sudah limit tidak bisa dipakai lagi (harus top up). Siap-siap saja karena jam 4.30 pagi naik taxi ke Changi.

DSC04950

Hari keenam Selasa, pulang Indonesia. Karena masih kena night charge, jatuhnya SGD 40 (pfuh… kalau naik MRT paling pagi jam 5 total berdua paling cuma SGD 5).  Lain kali kalau ngejar tiket promo dan first flight, harus bener-bener dihitung dengan taxi fare, mana yang lebih efisien.

Seperti halnya di KLCC, Changi juga menyediakan arena kids play ground. Lumayan Safa jadi tidak terlalu jenuh karena pagi-pagi sudah bangun-bangun. Pesawat on schedule, jam 9 pagi sudah landing di Indonesia.

DSC04969

Jalan-jalan (dan tinggal) di luar negeri memang (terlihat) menyenangkan, namun tetap pulang ke negeri sendiri yang paling diidamkan. Dan belum tentu gaji besar di luar negeri lebih baik karena pengeluaran juga besar seperti di Singapore itu. Rasio pendapatan / pengeluaran harus benar-benar ditimbang jika memutuskan bekerja di luar negeri nanti nya.

Business + Backpack Trip: Qatar & Saudi

Melakukan perjalanan tambahan setelah perjalanan dinas adalah salah satu cara yang efektif dan efisien, dan itulah yang seringkali kami lakukan selama ini. Seperti kesempatan ke Malaysia tahun 2011 lalu, jatah dinas 4 malam menjadi 8 malam karena ditambah perjalanan wisata keluarga.

Walaupun ayah safa juga beberapa kali berangkat sendiri tanpa keluarga (Backpacking HCMC-Siem Reap-Bangkok, atau perjalanan dinas ke UK), tetap “default”nya, setiap ada kesempatan bussines trip, kami selalu mencoba mengagendakan menjadi perjalanan keluarga (salah satu alasan kenapa bunda safa “memilih” menjadi guru lepas, bukan pegawai tetap kantoran hehe).

Dan bulan Mei 2012 lalu, ayah safa berkesempatan untuk mengikuti konferensi di Doha, Qatar. Do’a yang dipanjatkan akhir tahun ketika memasukan paper ternyata dikabulkan Allah Swt, paper diterima dan jalan ke Doha sekaligus menuju Makkah menjadi lebih dekat. Setelah persetujuan dari kantor diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menemukan agen perjalanan untuk agenda Umroh.

map_of_qatar2

Source: Map

Buku 10jt UmrohNamun ternyata, kami terkendala dengan waktu Umroh dan flesibilitas. Lebih tenang kalau umroh dilaksanakan setelah agenda di Doha selesai, sehingga dari Umroh langsung kembali ke Indonesia. Ternyata, ayah safa juga harus hadir di konferensi di Jakarta yang rentangnya hanya 7 hari dari akhir konferensi Doha. Mau tidak mau,  umroh backpacking lah yang dipilih. Buku Qatar+Umroh disamping sangat membantu untuk menjelaskan kondisi disana, walaupun untuk Umroh penulis buku melakukannya dengan biro umroh di Doha dengan kendaraan bus ke Makkah-Madinah. Sebagai tambahan pengetahuan, buku Notes from Qatar juga kami baca.

Bagaimanapun juga, peran agen tetap dibutuhkan untuk mengatur agenda umroh 5 hari tersebut. Lebih jauh lagi, peran agen sangat dibutuhkan karena Kedubes Saudi di Jakarta tidak akan mengeluarkan visa umroh jika tidak ada penjamin (biro perjalanan) umroh. Akhirnya, kami bertanya2 pada 3 – 4 biro umroh di Depok, tapi hasilnya nihil. Semua hanya memilki paket standar 9 atau 11 hari, all inclusive package. Padahal kami punya agenda di Doha dan pastinya tiket pesawat beli sendiri.

Alhamdulillah..seorang senior sekolah bunda safa di Bandung yang bekerja di biro haji umroh memberikan jalan. Beliau dan teman2nya akan mengatur segalanya di Saudi untuk umroh termasuk visa, sedangkan biaya kami keluarkan aktual disana. Sebagai sebuah “EO”, tentu ada management fee yang sangat normal. Singkatnya, agenda Qatar + Saudi sudah siap termasuk akomodasi dan kontak person nya.

Pesawat Qatar Airways (QA) take off jam 12 sabtu malam, dan sampai di Doha ahad jam 5 pagi (9 jam flight). Seteleh custom clearance, maka kami langsung menuju ke Hotel. Dari kantor ayah safa, ada 4 orang yang juga berangkat sehingga kami berjumlah 6 orang.

Agenda di Doha adalah agenda yang “normal” saja, pagi sampai sore senin-rabu ayah safa acara konferensi dan bunda safa jalan2 di mall (hotel bersambung dengan mall), sore-malam baru kita jalan2. Ada agenda tertentu siang hari belanja di Souq Waqif. Ada agenda sore kita jalan2 ke gurun pasir (desert tour), naik 4-wheel drive (mantap niih..hehe), santai di pantai (mestinya olahraga atau berenang..tapi kita kan udah biasa hehe), naik unta dan makan sore daging bakar.

DSC03404

Selain itu kami juga jalan2 ke The Pearl, ini adalah daratan buatan berbentuk seperti pearl yang berisi mall, kondomunium, yacht yang semuanya mewah-mewah. Mall Villagio yang di dalamnya channel duct meniru di Venezia sempat kami kunjungi, karena 2 minggu setelahnya, mall mewah itu terbakar habis.

Ada juga mengunjungi Islamic Museum, dimana kesungguhannya menjadi the greatest islamic museum. Terbukti dari koleksi-koleksinya yang cukup banyak dengan berbagai periode-periode zaman kekhalifahan islam. Landscape islamic museum yang dipinggir pantai juga sangat nyaman, sehingga tampak banyak anak TK dan SD bermain di halaman rumput2 nya.

Secara umum Qatar juga kecil (mirip seperti Singapore) yang penduduk aslinya sekitar 300,000 sedangkan pendatangnya mencapai 1.2 juta. Tata kota sangat menyenangkan dengan taman2 hijau alami (semprotan air di bawah rumput2nya), walaupun kesan gurun dan panas tetap tidak bisa hilang. Namun karena Doha terletak dekat laut, maka angin membantu menyegarkan.

Yang paling menarik dari kunjungan ke Qatar ini adalah undangan yang diberikan kepada kami untuk makan malam bersama Dubes Qatar, IA-ITB serta IATMI Qatar pada Rabu malam. Undangan ini sebenarnya semi tidak sengaja, karena ada perwakilan Migas yang membuka stan konferensi menginfokan ke Kedubes ada presenter dari Indonesia. Berlokasi di  Souq Waqif, kesempatan dinner bersama Dubes ini sungguh sangat langka. Kami diberikan gambaran tentang kerjasama Indonesia-Qatar dan kegiatan para warga Indonesia di Qatar. Kami merasa bersalah karena mengunjungi Qatar tidak melakukan konfirmasi ke Kedubes, karena jika memberi tahu maka akan banyak dukungan orang Indonesia saat kami melakukan presentasi sehari sebelumnya.

DSC03551

Perjalanan Umroh

Hari kamis siang, pesawat QA akan membawa ayah + bunda safa ke Jeddah untuk memulai ibadah Umroh. Doha-Jeddah hanya 2.5 jam flight, berikutnya langsung keluar airport untuk ketemu dengan Muthowif (pembimbing). Pak Saleh adalah muthowif kami, beliau sudah tinggal di Saudi selama 10 tahun, dan menjalani profesi Muthowif ini sebagai sambilan tapi juga pendapatan utama. Proses “keluar” dari bandara Jeddah agak sedikit lama karena visa umroh (dan terindikasi dengan memakai baju ihram). Alhamdulillah..pentingnya biro umroh ada disini karena kontak person sudah diberikan untuk pengurusan clerance di bandara Jeddah ini. Disini kami mendapat pelajaran berharga, dimana tidak akan ditemukan jika umroh melalui jalur reguler.

Langsung menuju hotel di Mekkah, setelah sebelumnya berniat Umroh. Hotel yang di-booking-kan cukup nyaman, walaupun dengan 4 single bed tapi kami tetap sekamar berdua saja. Masakan indonesia kami beli langsung ke koki dan pelayan yang juga dari indonesia (karena kami backpack, maka tidak dapat jatah makanan reguler). Makannya sebenarnya prasmanan biasa seperti halnya jamaah reguler. Kami tidak canggung, karena hampir semua penghuni hotel tersebut orang indonesia, dan sebagian kecil malaysia. Di hotel sebelah2nya pun demikian.

Kamis malam (malam jum’at) itu juga mulai jam 9 malam, kami langsung melaksanakan umroh ke Masjidil Haram dibimbing Muthowif, berjarak sekitar 400 meter. Ibadah umroh selesai sekitar jam 12 malam, kami menuju hotel dan kemudian tidur untuk bangun kembali jam 3 persiapan  shalat shubuh ke masjid. Setelah shubuh dan ibadah lainnya, kami sarapan di serambi masjid dengan membeli 1 porsi makanan (dimakan berdua cukup..hehe). Kemudian masuk ke masjid lagi untuk melaksanakan tawaf, dhuha dll. Sekitar jam 9, kami kembali ke hotel dan bersiap untuk istirahat. Setelah sholat jum’at nanti, Pak Sholeh akan mengantar kami ada jalan-jalan sekitar Mekkah. Sebagai info, sholat Jum’at harus berangkat 1 jam lebih awal jika ingin mendapatkan tempat.

Jam 2 siang, kami jalan2 ke bebarapa situs Mekah, yakni Arafah, Mina, Muzdalifah, Gua Hira (tidak sempat naik), dan bukit jodoh (pertemuan Nabi Adam as dan Siti Hawa).  Hanya sekitar 2 jam, karena sholat ashar kembali di Masjidil Haram. Sorenya kami ditawari oleh Pak Sholeh untuk niat Umroh sekali lagi. Kami mengiyakan dan akan dilaksanakan setelah Isya dengan mengambil Miqat terdekat yakni Jironah (15′ dari Masjidil Haram, sopir ‘angkot’nya super ngebut!). Alhamdulillah..selesai umroh sekitar jam 12 malam dan kami langsung kembali ke Hotel.

Sabtu pagi agenda utama adalah perjalanan ke Madinah setelah sarapan, dimana setelah shubuh kami sudah melaksanakan Tawaf Wada’. Jam 9, ayah safa dan Pak Sholeh pergi mencari air zam-zam (ingat, kami bukan umroh reguler yang sudah dengan tenang mendapat jatah 20 liter air zam-zam). Kami langsung menuju ke sumur zam-zam di dekat museum rumah Rasulullah Muhammad Saw. Alhamdulillah..ada ‘pedagang’ yang menawarkan galon 20 liter (betul, sangat sulit menemukan penjual galon disana, semua sudah terisi. Mungkin menjual galon konsong ‘dilarang’, karena penjual tersebut juga bukan penjual pinggir jalan). Jadi, pengalaman tersendiri mengisi air zam-zam dari sumbernya. Tidak lupa, pengalaman pula mengangkat dan memanggul 20 liter air sejauh kira2 1 km dari sumur ke hotel (hosh..hosh..hehe), kami gantian antara Pak Sholeh dan ayah safa.

Seteleh mendapat air zam-zam, agenda berikutnya mencari kendaraan yang bisa membawa kami ke Madinah, karena memang di sekitar masjid banyak orang berteriak mencari penumpang ke kota-kota lain. Bebarapa kali Pak Sholeh bertanya dan menawar. Sampai akhirnya mendapati Innova (saya yakin ini produksi Indonesia) yang menjelang penuh dan dengan tambahan penumpang kami bertiga maka langsung berangkat menuju hotel menjemput bunda safa dan barang2.

Makkah-Madinah ditempuh sekitar 5 jam, sehingga kami masih bisa ashar di Masjid Nabawi. Perjalanan dengan di jalur toll (free) 2 lajur tapi sangat-sangat sedikit kendaraan yang melintas, berbeda dengan jalur Jeddah-Makkah yang cukup padat. Semua bukit dan panas, hanya sesekali ada tumbuhan dan pemukiman. Jika menggunakan unta menurut Pak Sholeh, Makkah-Madinah ditempuh dalam 12 – 16 hari. Subhanallah, kita bisa bayangkan bagaimana Rasulullah Muhammad SAW dalam Perjanjian Hudaibiyah harus ikhlas kembali lagi ke Madinah karena begitu menjunjung tinggi perjanjian. Pantas bila perjalanan 14 hari membuat para Sahabat ‘marah’ karena umat muslim tidak jadi melaksanakan haji.

DSC03747

Di Madinah, hotel kami lebih nyaman dibandingkan di Makkah dan terasa lebih dekat ke masjid (hanya 2 blok), mungkin karena tata kota bangunan yang sangat rapi di Madinah. Kami tidak makan di hotel, walaupun kondisinya sama (koki dan pengunjung mayoritas dari Indonesia), tapi kami makan di restoran indonesia yang sangat nyaman, sekitar 3 blok dari hotel. Pembayaran pun bisa dilakukan dengan rupiah karena mereka mungkin juga lebih murah jika langsung mengirim ke Indonesia.

Agenda malam setelah isya adalah ke Raudah. Ayah safa pergi bersama Pak Sholeh, sedangkan bunda mengikuti jalur perempuan dan bergabung dengan rombongan melayu. Untuk laki-laki, relatif lebih leluasa dari sisi waktu, berdoa dan bahkan berfoto di Raudah. Sedangkan perempuan dibatasi waktu kunjung dan aktivitasnya. Bunda safa baru kembali ke Hotel jam 12 malam.

Ahad pagi adalah hari terakhir kami di Madinah. Agenda hari ini adalah jalan-jalan, dan nanti setelah ashar akan berangkat langsung ke Jeddah airport. Tantangannya, kami belum menemukan kendaraan apa yang akan membawa kami kesana. Setelah sarapan pagi ala backpacker (hehe) di taman masjid, kami menuju ke Masjid Quba. Alhamdulillah, di pinggir jalan Masjid Quba kami bertemu dengan pemilik kendaraan yang biasa menyewakan kendaraan untuk perjalanan. Deal dibuat, kami akan dijemput setelah ashar menuju ke Jeddah. Sholat dhuhur kami sudah di Masjid Nabawi.

Masa antara dhuhur dan ashar , kami manfaatkan untuk jalan-jalan di masjid sekitar Nabawi. Ada dua masjid yang kami lewati dan kunjungi. Salah satunya masjid Abu Hurairah yang kami tempuh dengan jalan kaki, melintasi jalan-jalan panas Madinah dengan memakai topi+masker. Selain itu kami juga manfaatkan waktu tersisa untuk belanja di sekitar Masjid Nabawi (setelah cukup banyak waktu belanja yang lain). Untuk belanja kurma, kami sudah cukup belanja di pasar kurma masjid Quba yang menurut kami lebih variatif.

DSC03873

Pilihan menjadikan Madinah setelah Makkah menurut kami tepat, karena kita bisa rehat (dan belanja hehe) setelah aktivitias Umroh. Pun Madinah juga lebih sejuk, ramah penduduk sehingga nyaman. Inilah mungkin menjadi alasan Rasulullah Muhammad Saw memilih tinggal di Madinah sekalipun setelah Fathu Makkah.

Jam 4.30 sore, jemputan sudah sampai dan kami siap berangkat ke Jeddah. Perjalanan sekitar 5 jam, kami sampai jam 9 malam. Pak Sholeh langsung pamit dan kami membayar jasa dan transportnya (Terima kasih Pak..insyaAllah kita ketemu lagi). Saya terkesan dengan beliau, cukup bisa menemani kami yang jamaah ‘tidak biasa’ ini (hehe). Masih sekitar 4 jam untuk bisa check in (flight jam 4 pagi, baru boleh masuk area departure jam 2). Setelah makan malam, kami tidur di kursi tunggu bandara, dan beberapa orang indonesia juga tidur disana.

Jam 2 masuk airport dan proses check in kemudian lanjut ke boarding area. Banyak juga orang indonesia yang akan menggunakan QA, tapi kami tidak lihat waktu ‘tiduran’ di kursi tunggu tadi. Mungkin mereka perjalanan malam dari Makkah/Madinah atau menginap di Jeddah, tak perlu seperti kami overnight di airport (hehe). Pesawat sampai Doha jam 5 pagi (Qatar-Saudi selisih 1 jam), dan akan connecting flight jam 9. Masih cukup untuk beres2 dan lihat2 duty free stores.

Alhamdulillah.. kami sampai di Soekarno Hatta Jakarta jam 10 malam (senin malam).  Hari Selasa masih ada waktu istirahat 1 hari full, karena hari rabu semua aktivitas kembali normal (ayah safa langsung ke konferensi IPA).

Oiya, kemana safa selama kami pergi 9 hari? Safa di rumah bersama bibi ditemani mbah. Jadi seolah-oleh honeymoon yang kesekian lagi buat kami (hehe). Saat sampai rumah jam 12 malam safa langsung bangun dan main sebentar bersama. Sempat kami mendokumentasikan plang nama Bukit Safa, hal yang menjadi alasan pemberian nama safa kepada safa. 🙂

DSC03901

DSC03738

Menurut kami, perjalanan umroh non-reguler sangat bisa dilakukan, apalagi oleh kalangan yang masih sehat dan terbiasa bepergian oversea. Perihal bahasa secara praktis memang tidak terlalu menjadi soal, karena bahasa indonesia (melayu) seolah menjadi bahasa kedua setelah arab disana. Hampir semua penjual makanan dan souvenir bisa bahasa (askarwati madinah juga bisa), mengingat banyaknya jamaah dari indonesia. Namun dengan pengalaman diatas, kemampuan Arabic menjadi hal wajib jika ingin lancar umroh non-reguler tanpa Muthowif.

Tentang biaya.. tidak ada penghematan terlalu istimewa, mengingat tiket pesawat ayah dibiayai oleh kantor. Yang paling utama adalah mendapatkan biro umroh yang bersedia mengaturnya, karena normalnya orang yang tidak kenal tidak akan dibantu (resiko biro umroh akan di black list jika memberangkatkan umroh tidak profesional).

Jika mengaku backpacker, perlu juga mencoba diri (semi) backpacking umroh.. wallahu’alam.

@triandika

Family Trip: Malaysia

Semoga bukan cerita yang (super) telat 🙂

Akhir Juli tahun 2011 lalu, kami sekeluarga berkesempatan jalan ke Malaysia. Dengan tujuan utama perjalanan dinas kantor, tidak ada salahnya sekalian memboyong keluarga untuk jalan-jalan. Maka jadilah Malaysia adalah Family Trip ke luar Indonesia yang pertama, ada alasan Safa buat paspor (usia 1.5 tahun saat itu).

Itinerary sudah dibuat untuk total selama 9 hari disana, berangkat Sabtu pagi dan pulang Minggu siang. Hotel sudah dibooking, terutama untuk dua tujuan utama yakni 1 malam Kuala Lumpur dan 2 malam Penang (hanya 1 malam di KL karena 4 malam selanjutnya termasuk biaya dinas 🙂 ). Budget plan sudah disusun, termasuk tiket Garuda promo (1 adult + 1 infant).

Sabtu pagi jam 5, Safa sudah dibangunkan (biasanya bangun jam 6 hehe) dan Ayah-Bunda nya sudah sarapan. Jam 5.30 taksi sudah datang untuk pesawat Jam 8.30. Sayangnya, sabtu itu lancar sekali sehingga jam 6.15 kami sudah sampai di Terminal 2E.  Check in + imigrasi, jam 7 kurang kami sudah santai di lounge sambil pastinya Safa sarapan. Jam 7.30 langsung persiapan boarding, dan sesuai jadwal pesawat take off.

Sekalipun ini bukan penerbangan pertama buat Safa (setelah Jogja tepat tahun lalu), tapi tetap saja ada was-was jika Safa nangis di pesawat. Saat take off, Kapas penutup telinga sudah disiapkan dan Safa dalam posisi ASI. Alhamdulillah, Safa tidur tidak lama setelah take off  dan baru bangun saat landing di KLIA.

Sepi. Itulah kesan pertama keluar pesawat menuju KLIA. Memang lebih bersih dan modern fasilitasnya dibanding Soetta, tapi secara pasar penerbangan Indonesia jauh lebih potensial (sepulang perjalanan, kami tahu bahwa maskapai nasional MAS sedang dalam kesulitan dan karyawannya menolak merger dengan Air Asia). Perjalanan dilanjutkan ke Kuala Lumpur menuju Hotel Sahara di Chow Kit.

DSC01528

Mengapa menilih Hotel Sahara, karena dari internet terlihat bahwa hotel tersebut yang harga murah dengan fasilitas oke, dan yang paling penting sangat dekat dengan monorail (persis di bawah tangga station monorail Chow Kit). Dan pilihan yang awalnya penyesalan, langsung berubah menjadi syukur setelah melihat langsung hotel dan apa saja yang ada di Chow Kit (laundry indonesia, tempat makan masakan indonesia, bank2 besar indonesia, hipermarket dll). Value for money..overall score 8 of 10!

Dari chow kit menuju ke pusat Kuala Lumpur (KLCC, Bukit Bintang) juga bukan hal yang sulit. Monorel dan kombinasi adalah pilihan yang cepat tapi mahal, sedangkan bus lebih murah tapi lebih lama. Namun lama disini tidak seperti kondisi traffic di Jakarta, karena secara umum banyak jalan layang di KL yang jalur melingkarnya melintas antar gedung-gedung dengan tetap memperhatikan tata kota. Sebuah terobosan inovatif yang harus ditiru, di tengah sulitnya mencari lahan untuk lahan di kota besar yang padat.

Karena perjalanan ke KL (aslinya) merupakan perjalanan dinas, maka Hotel Sahara menjadi pilihan 1 malam saja. Selanjutnya selama 4 malam menginap di Hotel JWM kawasan Bukit Bintang. Namun pada hari minggu setelah pagi check out, barang diantarkan ke Hotel JWM, tapi target hari ini adalah ke Genting Highland. Sayangnya..karena kami tidak booking, maka hari minggu jam 10 Bus berangkat dari KL Sentral-Genting sudah penuh bahkan sampai jam 12 siang. Sayangnya lagi..karena kami tidak tahu, kami menunggu saja untuk bus Jam 12 tersebut, padahal sebenarnya ke Genting bisa berangkat dari titip point manapun (misal Pudu, Gombak dsb).

Setelah tiba di Terminal Genting sekitar jam 1 (1 jam dari KL Sentral), kami langsung pesan tiket return ke loket, namun yang tersedia ke Gombak di Jam 4 sore. Tidak ada pilihan, daripada terlalu malam maka kami ambil opsi tersebut. Sehingga praktis 3 jam di Genting termasuk menaiki Skyway (Kereta Gantung) dari terminal ke Genting. Antrinya lumayan lama karena hari minggu, Jam 1.30 baru kami naik menuju Genting. Kurang lebih 20″, maka sampailah di kawasan Genting. Dengan waktu bersih hanya 1.5 jam, maka foto2 menjadi pilihannya. Yang penting ada bukti ke Genting, bener kan? 🙂

DSC01617

Dari Genting ke Gombak hanya butuh waktu 30 menit, dari sana lanjut LRT dan monorel ke Bukit Bintang.

Kemudian Selama 3 hari (Senin-Selasa) tersebut, praktis Bunda + Safa jalan2 sendiri diantaranya naik bus Hop on Hop off, mall sekitar bukit bintang dan sorenya jalan2 bersama ke Petaling Street (Pecinan) atau Sungai Wang Mal. Bunda + Safa hari Rabu ‘berkorban’ mengantri tiket untuk naik ke Twin Tower untuk Hari Kamis pagi, sebelum Kamis siang kami berangkat ke Penang. Tiket Bus ke Penang sendiri dibeli di Terminal Pudu Selasa sore. Sekalian survei untuk penitipan tas.

DSC01834

Kamis siang Jam 13.30 berangkat ke Penang dari Pudu. 1 Tas besar sudah dipisahkan untuk dititipkan di Locker Terminal Pudu, total 3 hari dikenakan 6 MYR (Rp 17 ribu, cukup murah bukan?). Karena sekembali dari Penang nanti sisa 1 malam lagi (Sabtu malam) dan berangkat ke KLIA bisa dari Pudu, maka hotel di kawasan Pudu menjadi pilihan. Plus dari Pudu ke Petaling Street ternyata sangat dekat, malam terakhir pun kami agendakan belanja (lagi) :).

KL-Penang sekitar 5 jam, tanpa macet dengan jalur tol sepanjang jalan lalu jembatan menuju Pulau Penang. Walaupun sebagian besar jalan tol hanya dengan 2 lajur, ternyata tidak ada kepadatan berarti disana, dibandingkan 2 lajur dari Tol Cikampek-Padalarang. Terminal Penang dari KL atau kota besar lain tidak di dalam kota (terminal kotanya Komtar), sehingga butuh waktu 1 jam untuk sampai ke kota, lalu menuju sedikit pinggirannya Hotel Naza Talyya Seaview Beach Hotel.

Sesuai namanya, hotelnya tepat di pantai dan tidak jauh dari jalan utama Rapid Penang + food center. Untuk harga yang relatif sama, hotel di relatif KL lebih bersih, walaupun plusnya ada kolam renang di sisi hotel ke pantai dan sarapan. Not bad..!

DSC01985

Hari Jum’at..agenda jalan2 di seputar Penang. Jalan2 di sekitar masjid raya, Capel, Port, lalu diakhiri di Benteng Fort Cornwallis dan sekitarnya. Ada bus tourism di Penang yang gratis, muter2 Penang sampai kembali ke titik awal melewati semua rute-rute tourism dengan sistem hop on hop off. Lumayan jika di KL harus bayar, di Penang gratis. Tidak lupa sebelum ke hotel, beli tiket bus kembali ke KL untuk Sabtu siang dengan pemberangkatan dari Komtar.

DSC01911

Sabtu pagi setelah sarapan check out, langsung menuju Komtar untuk menitipkan barang. Komtar dekat dengan pasar, maka lihat-lihat barang adalah opsi terbaik (hehe). Ternyata bus berangkat dari terminal kedatangan awal, tapi dari Komtar penumpang diantarkan oleh shuttle van. Jam 1.30, bus menuju KL dan sampai Pudu jam 6 sore. Setelah mandi dan beres2, maka agenda malam terakhir siap dilaksanakan.

Setelah cukup di Petaling Street dan makan, kami memutuskan untuk pergi ke Twin Tower sekitar jam 21. Tidak salah rupanya, karena malam itu adalah malam minggu dan jam 22.30 saat kami pulang pun masih sangat ramai. Beberapa potret malam didapat, walaupun dengan teknik kamera seadanya hehe.

DSC02007

Minggu Jam 12.50 Flight KLA-CGK, maka setelah sarapan dan check out langsung menuju ke KLIA. Sampai di KLIA jam 10.30, Safa masih sempat main2 di kids-corner sampai puas. Jam 15 mendarat, dan sampai depok kembali jam 17.

Perjalanan yang cukup padat dan cukup hemat, karena mengkombinasikan antara perjalanan dinas dan wisata. Buat Safa, sejak dari KL setiap melihat dua menara kembar selalu bilang “kaya Petronas ya..”, “Safa foto pakai jaket merah..”, “Safa pernah naik kesana..”, “Ayah yang ini (sisi 1), Bunda yang ini (sisi 2), Safa yang tengah..”

DSC01556

 

Note: Itinerary & Cost Family Trip Malaysia, silahkan lihat disini.

@triandika