Triandika Weblog Rotating Header Image

Petualangan Ke Selatan New Zealand

Petualangan kami kali ini diberi judul #1615milesadventure #Newzealandsouthisland. Titik nol perjalanan ini adalah kota Christchurch (CHC). Jam 9 pagi kami dijemput Sally ke hotel di airport CHC tempat kami menginap. Kepadanya kami menyewa campervan selama 3 hari. Sally membawa kami ke rumahnya, memberi info yang penting tentang campervan-nya, lalu mengantar kami ke grocery untuk membeli keperluan selama perjalanan. Setelah semua siap, petualangan pun dimulai.

Day 1

Kota pertama yang dituju adalah Timaru. Disini kami hanya ‘numpang’ makan siang, sholat, dan bermain sejenak di playground Caroline Bay Timaru, sementara pak supir istirahat sebentar di van. Bermain memang penting untuk menjaga mood anak2, apa lagi perjalanan panjang.

Dari Timaru lalu ke Geraldine. Kami menginap di Farmyard Holiday Park Geraldine, semacam park site untuk campervan. Di park site, yang tersebar hampir di setiap kota di NZ, campervan dicharge agar aneka peralatan listrik tetap berfungsi. Lalu dimana tidurnya? Ya di van..hehe. Tapi mereka juga menyediakan kabin/self contained room bagi mereka yangg memakai mobil. Fasilitas lain di park site : toilet, kamar mandi, dapur (beserta alat masak dan bersih2), laundry, community room, dan playground tentu saja.

Safa dan Aidan 🙂

Oya, kami juga sempat mengunjungi Geraldine Observatory yg kami booking via email saat masih di indo. Observatory ini dirunning oleh fotografer berusia 78 tahun yg sgt antusias dg dunia astronomi, Peter Aldous namanya, seorang amateur astronomer. Dua jam lebih dia berceramah ttg temuannya dan info terbaru ttg astronomi. Sayangnya kala itu turun hujan, kami gagal stargazing pakai teleskopnya. Di TripAdvisor, observatory ini dapet 5 bintang loh. Rekomended bagi mereka yg interest dg dunia luar angkasa. Tapi berdoa saja langit cerah saat berkunjung.

Kami kembali ke park site, sholat lalu tidur di Van di tengah guyuran hujan. Suhu saat itu sekitar 2 derajat, feels like -1 derajat. Brrrrr…

Day 2

Petualangan hari kedua diawali dengan masak sarapan pertama di Campervan..yeay. Menunya apa? Nasi goreng, telur dadar, sereal..haha biasa banget ya. Seusai sarapan dan beres2, van melaju ke @barkersofgeraldine, store aneka produk selai dan sirup homemade yang cukup terkenal di Geraldine. Lalu kami juga mampir sebentar ke museum dekat Barker’s untuk lihat2 sejarah kota Geraldine. Perjalanan berlanjut menuju Lake Pukaki, waktu tempuh berdasarkan Gmap adalah 1 jam 52 menit. Pemandangan menuju Lake sungguh sangat indah, bukit berbukit dimana domba2 bertengger manis di hamparannya seperti kapas dari kejauhan, gunung-gunung menjulang dengan puncak putih tertutup salju, jalan yang berkelok namun lebar dan halus. Kapan van berhenti untuk foto pemandangan? Cari saja sign “lookout” dgn icon pohon dan meja, disana lah van/mobil aman untuk berhenti dan bisa foto2. Memang tidak boleh sembarangan berhenti di sepanjang jalan, tapi selama area parkir lebar dan traffic belakang aman, kami sering berhenti untuk berfoto.

Di tengah perjalanan menuju Lake Pukaki, salju turun. Sabana2 hijau yang terbentang menjadi putih tertutup salju. Maasya Allah.. indaaahh. Ada satu dua mobil/van yang melipir untuk foto2 sambil menantang guyuran salju. Tahu lah ya satunya itu siapa? haha..

Under light snow

Saat lagi santai-santai nya menikmati pemandangan dari dalam campervan (tetep pak supir harus tetap waspada), tiba-tiba dari kanan ada mobil polisi. Polisi meminta kami menepi. Deg deg deg, jantung berdegup kencang, aduh kenapa ya, rambu-rambu apa ya yang dilanggar. Jangan2 ini adalah hari akhir petualangan? Hiks.. sy tegang tapi yang megang setir mah santai wae. Polisi menyapa hangat, menanyakan tujuan, mencatat nomor plat, mengkonfirmasi nama pemilik van dan di catatan elektroniknya van yang kita sewa sudah ter’record’ bahwa pemiliknya adalah Sally. Wow.. keren juga. Kurang lebih dia bilang gini “Kalau bawa van lihat traffic di belakang, mas, kalau ada 2 mobil tertahan mbok ya geser kiri dikit napa biar yang di belakang bisa nyalip, mobil anjeun pan gede atuh lah.” Lalu ketegangan mencair ketika pak polisi itu bilang ‘oke sip’..haha. Alhamdulllah petualangan masih bisa dilanjutkan.

Sampai di Lake Pukaki, cuaca cerah tapi dingin berangin. Panorama Lake Pukaki, maasya Allah, membuat nafas tertahan, seakan-akan sedang memandang hamparan permata, warna airnya biru turquoise dan semakin berkilau saat terkena sapuan sinar mentari, berlatar gunung-gunung indah menjulang, salah satunya adalah Mount Cook, gunung tertinggi di New Zealand.

Lake Pukaki

Setelah foto2 dan makan siang (tetep masak di van), perjalanan berlanjut menuju Lake Tekapo. Di hari kedua van parkir menginap di Lake Tekapo Top 10 Holiday Park. Dan salju pun turun kembali..

Tekapo Park

Day 3

Hari ketiga, artinya van alias mobil es krim kalau kata Aidan, harus dikembalikan. Dengan rute yang sama kami menempuh 227 km menuju rumah Sally di CHC. Sebelum van dikembalikan, bensin harus diisi penuh. Kami mengisi bensin di Geraldine dan CHC. Dan ternyata harga bensin/diesel di NZ tidaklah sama antara satu kota dengan kota yang lain. Pembayaran bensin bisa pakai voucher diskon jika kita belanja di grocery tertentu, misalnya New World.

Van tiba di rumah Sally jam 15.30 waktu NZ. Sally tidak memeriksa kondisi peralatan di dalam van, karena katanya percaya aja semua pasti aman. Dia hanya periksa angka yang tertera di ban yang menunjukkan jumlah km yang kami tempuh selama 3 hari perjalanan. Percaya tidak percaya dari maksimal 200 km/hari yang ia syaratkan di awal perjanjian, kami hanya melenceng 2 km saja, jadi total perjalanan kami adalah 602 km, padahal 2 km itu karena kami melipir sebentar cari playground sambil masak makan siang..haha. Alhamdulillah.

Sally lalu mengantar kami ke kantor Omega Rental Cars. Hari-hari ke depan moda transportasi kami berubah, dari mobil eskrim jadi mobil matic. Jumlah hari pemakaian van dan mobil sudah dipertimbangkan jauhari sejak 1-2 bulan sebelum keberangkatan. Biasanya rental van minimal satu minggu dan bisa dikembalikan di kota yang berbeda tergantung vendornya. Artinya kalau start di CHC, kita bisa mengembalikan van di Queenstown. Alhamdullllah dapat rezeki nemu foto van nya Sally di salah satu website dan dia bersedia meminjamkan selama 3 hari tapi harus kembalikan lagi van ke rumahnya. Jadi sudah kebayang kan ya, setelah berganti moda transport, kami harus melalui rute yang sama untuk menuju kota-kota selatan NZ berikutnya. Ketemu lagi Geraldine-Tekapo-Pukaki..hehe.

Spot between Geraldine to Tekapo

Jam 16.30 mobil melaju menuju kota Omarama. Waktu tempuh perjalanan berdasarkan Gmap adalah sekitar 4 jam. Berhenti sejenak di dekat Geraldine untuk sholat dan menyiapkan fisik mental anak2 karena sekarang tidur harus sambil duduk di carseat. Perjalanan malam harus lebih waspada karena di jalur antar kota tidak tersedia lampu penerang jalan. Matahari perlahan tenggelam, domba-domba kembali ke peraduan, hanya tinggal kami beserta sorotan lampu mobil menerobos gelapnya malam dan gunung-gunung itu ah tetap saja menawan.

Day 4

Di kota Omarama, untuk pertama kalinya kami menginap di self contained cabin, semacam bangunan kecil dengan 4 beds atas bawah dan sebuah heater. Toilet terletak di luar, begitu juga dapur dan fasilitas umum lainnya. Subuh di Omarama, sama dinginnya dengan Geraldine dan Tekapo, meski tidak bersalju.

Hari keempat ini cukup padat karena ada 3 kota yang akan dikunjungi. Selepas subuh, rice cooker andalan mulai bekerja, mematangkan nasi, telur dadar dan opor udang. Sarapan berat ini mah..haha. Setelah sarapan, beres2, foto2, dan tentu saja main di playground, kami bergerak menuju Wanaka.

Perjalanan ke Wanaka akan melalui area yang bernama Lindis Pass, yaitu jalanan panjang tak berujung yang dikelilingi gunung tak berpohon. Gunung2 yang didominasi warna coklat muda itu hanya ditutupi tundra, seperti sekumpulan rumput-rumput liar yang saling menumpuk. Setelah satu setengah jam kami tiba di Puzzling World, salah satu tempat atraksi yang unik di wanaka. Isinya sih ada great maze, Illusion room, leaning tower dll. Disana mampir sebentar cuma untuk foto sama numpang ke toilet nya yang juga unik. Kalau ke maze bayar, kalau ke toilet mah gratis..haha. Dari puzzling world lalu ke kota untuk membeli makan siang dan menikmati ‘ngampar’ di depan Lake Wanaka sambil menghabiskan fish and chips, menu andalan saat beli makan diluar. Kala itu matahari terik tapi udara tetap saja dingin. Oya foto spot yang penting di wanaka selain lake tentunya adalah #thatwanakatree, yaitu pohon ‘kesepian’ yang tumbuh sendiri di bibir danau.

Dari Wanaka, perjalanan berlanjut menuju Arrowtown. Harusnya di Arrowtown bisa foto studio bergaya victoria, tapi sayang dia cuma buka pas summer. Jadi di arrowtown kami hanya istirahat sholat di Lake Hayes lalu berfoto bersama bebek2 menggemaskan.

Dari Lake Hayes, 30 menit perjalanan menuju Cromwell. Menginap di Cromwell Top 10 holiday park tapi di self contained room yang dilengkapi dapur dan heater yang handal. Saatnya chef beraksi dan pak supir ngasuh di playground..

Day 5

Hari kelima lebih santai karena jarak tempuh dua kota berikutnya agak panjang. Setelah beres2 dan sarapan, mampir ke Cromwell Heritage Precinct, tempat bangunan bersejarah di era gold rush tahun 1860 yang berlokasi di tepi Lake Dunstan. Beberapa bangunan masih digunakan untuk galeri seni dan juga cafe. Meski temanya adalah menikmati old town buildings, tapi ternyata lebih menarik foto-foto di tepi lakenya.

Dari sini lalu kami bertolak menuju kota paling selatan dalam rute kami yaitu Invercargill. 3 jam waktu tempuhnya menurut Gmap. Di Kota Invercargill sendiri tidak banyak spot menarik. Jadi aktivitas di kota ini hanya lah membeli makan siang, berburu souvenir dan foto di Victoria Railway Hotel yang berdiri sejak 1896.

Invercargill ini ternyata punya taman yang luas, berkonsep dan tertata dengan rapi, Queen’s Park namanya. Andai masih punya banyak waktu, ingin rasanya mengitari seluruh taman itu.

Setelah makan siang, sholat dan bermain di taman, perjalanan berlanjut ke utara, ke Kota Te Anau. Setelah 2 jam perjalanan, kami tiba di Lake View Kiwi Holiday Park sekitar jam 5 sore. Mumpung matahari masih menggantung rendah di langit, kami sempatkan berjalan-jalan ke kota untuk mencari souvenir dan membeli tambahan perbekalan, termasuk coklat whittaker dan madu manuka.

Hari yang cukup melelahkan tapi esok hari kami harus bangun lebih pagi demi mengejar cruise di Milford Sound. Bismillah.

Day 6

Dalam perjalanan ke Invercargill sehari sebelumnya, kami memesan tiket cruise Milford Sound via bookme.com. Disini banyak pilihan tour yang ditawarkan, harganya bervariasi tergantung fasilitas, waktu dan mode transportasi, ada cruise saja atau cruise dengan helikopter. Berdasarkan pertimbangan harga dan waktu,  kami pilih Mitre Peak Cruise dengan keberangkatan pukul 09.55. Mengingat lama perjalanan dari Te Anau ke Milford Sound sekitar 2 jam, kami harus bangun dan siap2 lebih pagi.

Hari itu Selasa pagi setelah sarapan kami berangkat menuju Milford Sound. Dikelilingi tebing-tebing yang curam dan 2 air terjun setinggi 162 m, Milford Sound ini dianggap sebagai bagian dari 8 keajaiban dunia. Mirip dengan fiord di Norwegia hanya saja lebih luas. Dari hulu fiord sampai ke laut terbuka berjarak sekitar 16 km, sehingga untuk perjalanan pulang pergi dengan menggunakan cruise menghabiskan 1,5-2 jam saja. Fiord ini adalah rumah bagi koloni anjing laut, penguin dan lumba2 hidung botol.

Tempat ini memang sangat fantastis, tapi pemandangan sepanjang jalan menuju lokasi ini juga beyond imagination. Dan bagian paling seru adalah ketika melewati terowongan sepanjang 1,2 km yang menembus gunung, homer tunnel namanya. Meski cukup lebar untuk dilalui bis dan mobil dari arah berbeda, kendaraan yang akan lewat harus mengantri dan mengikuti petunjuk traffic light yang beroperasi selama summer. Beruntung pak supir aware pas tiba2 lampu merah menyala, sambil mengamati kenapa harus ada traffic light, dan ternyata oh ternyata.. kami akan masuk ke dalam tunnel. Setelah lampu berubah hijau, sambil dzikir perlahan mobil melaju menuju mulut terowongan. Dinding2 batu masih jelas terlihat, bahkan sesekali bunyi pasir dan kerikil jatuh terdengar jelas menimpa atap mobil kami, penerangan tampak minimalis dan saat pulang nanti kami harus melewatinya lagi.

Dari Milford sound dengan rute yang sama lalu kami makan siang di Ta Anau sambil bersiap-siap menuju kota Glenorchy. Untuk sampai ke Glenorchy sebenarnya kami melewati Queenstown dan rencananya kota inilah destinasi akhir petualangan kami, namun sayang rasanya kalau sudah sampai queenstown gak nyoba jalan lagi ke Glenorchy.

Perjalanan Milford Sound ke Queenstown lumayan lama, cape pegelnya berasa, tapi semua rasa penat hilang kala memandang danau-danau air biru yang terbentang dan padang-padang gembala terhampar luas. Dan kesan pertama kali ketika sampai di Queenstowin itu, “wow crowdednya”…haha. Queenstown benar2 kota paling rame yang pernah kami kunjungi sepanjang perjalanan ke selatan New Zealand.

Lalu kesan itu benar2 hilang setelah sampai di Glenorchy, sekitar 45 menit perjalanan dari Queenstown. Kota kecil ini begitu sepi, tidak banyak wisatawan yang datang, atau entah kami datang terlalu sore, sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Tapi yang pasti spot foto2 di Glenorchy adalah salah satu yang the best yang kami miliki, Alhamdulillah.

Day 7

Gak kerasa sampai juga di jam-jam terakhir kami di New Zealand. Yup.. hari ketujuh ini kami punya waktu sebentar untuk muter-muter di Queenstown sebelum akhirnya terbang lagi ke Melbourne dari bandara Christchurch. Kok ke Christchurch lagi sih? Haha,, bagian ini dijelasin di akhir aja ya.

Di Queenstown ngapain aja? Karena cuma punya waktu dari pagi sampai sore saja kami memilih untuk naik Queenstown Skyline saja dan membeli oleh-oleh. Kami membeli tiket skyline secara online supaya gak ngantri saat tiba di lokasi. Sayangnya tiket yang kami beli hanya tiket naik gondola saja, padahal ternyata ada wahana lain yang lebih seru. Wahana apa itu? Namanya Ludge, semacam Gokart yang seru dijalankan semua anggota keluarga. Teteh aja ketagihan..haha. Kalau beli tiket terusan dari awal tentu harganya lebih murah.

Setelah bermain gondola dan ludge, kami makan siang di Quenstown mall, lagi-lagi makan kebab. Lalu jalan-jalan mencari oleh-oleh dan sholat dzuhur asar. Sambil menunggu waktu ke Christchurch Airport, anak2 main dulu di playground, sementara ayah istirahat menyiapkan tenaga untuk nyupir nanti.

Nah jadi kenapa ke Christchurch (CHC) lagi? Karena semata-mata tiket pesawat CHC-Melbourne jauh lebih murah dibandingkan Quenstown-Melbourne.. jadi meski setelah sampai di Queenstown yang seharusnya kami tinggal terbang aja ke Melbourne, kami memilih memacu mobil 7 jam lagi demi mangkas budget..hehe.

Alhamdulillah perjalanan ke CHC pun lancar, kami makan malam di mobil, anak-anak tidur nyenyak karena perjalanan malam dan supir alhamdulllah kuat sampai akhir gak harus gantian nyetir.

Saatnya kembali ke Melbourne dan menghabiskan sisa-sisa liburan sebelum akhirnya pulang ke rumah kami tercinta, Indonesia.

Skenario Stonehenge

Perjalanan kami kali ini adalah mengunjungi kembali kota London. Kami harus ke KBRI untuk mengurus pembuatan passport Aidan.  Tapi mengingat Safa masih libur sekolah, kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke kota lain selain London. Kami memilih Oxford, Salisbury dan Cardiff untuk dimasukkan dalam itinerary perjalanan kami. Ini adalah sepenggal kisah kami di Kota Salisbury, kota dimana batu-batu ‘Stonehenge’ berdiri tegak.

Hari minggu tanggal 26 juli 2015 dari Victoria Coach Station London kami naik Bis National Express menuju Salisbury. Bis melaju pukul 11.30 dan tiba di Salisbury jam 14.30. Selama perjalanan dari London hingga Salisbury bis kami diguyur hujan. Meski demikian, Alhamdulillah kami tiba di tujuan dengan selamat.

Dari pemberhentian Bis National Express, kami berjalan kaki menuju stasiun kereta Salisbury. Berbekal google map kami menyusuri kota kecil Salisbury (padahal cuma nyari stasiun, gak nyusur sekota..hehe). Rencananya begitu sampai di stasiun kami akan hop on tour bus ke Stonehenge jam 3 sore, ternyata driver tour busnya bilang kalo hari ini Stonehenge gak beroperasi karena lagi ‘no power’, mungkin semacam gangguan jaringan listrik. Sempat kecewa karena kami sengaja mampir ke Salisbury dalam rute perjalanan menuju Cardiff demi melihat batu Stonehenge. Tapi manusia hanya bisa berencana, Allah jua yang menentukan.

Sambil menunggu kereta menuju Cardiff jam 18.28, kami duduk di peron stasiun. Mas Trian jalan-jalan dulu cari point of interest lain yang masih memungkinkan untuk kami kunjungi. Hanya satu point of interest di dekat stasiun, yaitu cathedral. Agak males juga keluar lagi dari stasiun, karena selain hujan, tempat wisata terdekat ‘hanya’ cathedral. Akhirnya kami memilih duduk saja di peron stasiun sambil makan snack dan menunggu ilham mau ngapain lagi sampai kereta datang…hehe.

10 menit sebelum jarum pendek hinggap di pukul 4 sore, kami dikejutkan dengan kedatangan seorang bapak berseragam. “Do you still want to go to Stonehenge? It’s open now”.. Bapak petugas itu ternyata adalah driver tour bus stonehenge. Dia memberi tahu kalau Stonehenge sudah buka lagi, the power is back..hihi. Masha Allah, rencana Allah memang diluar dugaan manusia.. “Alhamdulillah masih dikasih kesempatan melihat stonehenge”, batin kami.

bus tour stonehenge

Bis menuju stonehenge berangkat jam 4 sore (rencananya kami naik bus jam 3). Waktu tempuh menuju monumen adalah 30 menit. Biaya perjalanan pulang pergi sekaligus tiket masuk menuju stonehenge adalah £27 untuk adult dan Safa karena masih 5 tahun ticketnya gratis, jadi total biaya adalah £54. Oya, harga tersebut sudah termasuk tiket masuk ke Old Sarum. Sesampainya di pemberhentian tour bus, kami lalu berjalan menuju visitor centre dan mengambil 2 buah audio tour berbahasa inggris. Setelah itu kami berjalan ke jalur antrian untuk naik shuttle bus yang akan mengantarkan kami menuju monumen. Jarak dari visitor centre ke monumen adalah sekitar 2 km. Alhamdulillah cuaca kembali cerah seakan akan langit tahu kami sudah tiba di stonehenge.. Terimakasih ya Allah.

Stonehenge adalah monumen batu-batu raksasa yang terletak di Wiltshire, 13 km dari Salisbury, UK. Monumen ini berbentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 90 meter. Teori tentang asal muasal batu, cara mengangkutnya serta tujuan didirikannya masih dalam perdebatan hingga sekarang.

IMG_20150726_165741

IMG_2039

Bagi kami Stonehenge adalah pemandangan yang menakjubkan karena dengan menyaksikannya kami jadi berkhayal tentang bagaimana kehidupan manusia pada zaman sebelum masehi. Bagaimana caranya mereka bisa meletakkan batu yang beratnya hampir 2 ton itu di atas batu yang berdiri. Yang menarik lagi adalah pemandangan di sekelilingnya yaitu hamparan padang hijau yang luas dan rapi. Banyak turis yang datang saat itu. Kebanyakan berasal dari China.

IMG_2031

Kami hanya punya waktu sampai jam 17.30 untuk melihat monumen Stonehenge karena bis yang akan kembali ke Salisbury depart jam 17.43. Tentu saja kami sudah memperkirakan waktu untuk kembali ke visitor centre lalu hunting souvenir di shop nya lalu menuju tour bus station.

fridge magnet

Bus sampai di stasiun kereta Salisbury pukul 18.14, agak mepet dengan jadwal kereta kami menuju Cardiff yaitu jam 18.28. Tapi lebih mepet lagi untuk turis india sekeluarga yang jadwal keretanya adalah jam 18.20. Ditambah di bis dalam perjalanan pulang ada turis China yang ‘menghambat’ karena mengganggu supir dengan bertanya-tanya kenapa kita gak ke Old Sarum. Padahal di brosur yang dikasih driver waktu kita bayar tiket sudah jelas tertulis jam per jam kunjungan ke Old Sarum, yang kita skip karena waktunya mepet. Salahnya driver juga sih gak ngasih info ke penumpang kalo bis sudah sampai di Old Sarum waktu itu. Bagi anda yang akan berjalan-jalan ke Salisbury (Stonehenge – Old Sarum – Cathedral) dengan menggunakan tour bus, perhatikan rute dan timetable bus. Jangan sampai objek yang ingin anda kunjungi terlewat karena terlalu mengandalkan informasi dari supir bus seperti turis china diatas.

Jam 18.28 waktu Salisbury, kereta menuju Cardiff tiba. Kami duduk di kursi yang sudah dipesan dengan rasa syukur dan hati gembira. Bagaimana tidak? Berawal dari kekecewaan karena tragedi ‘no power’ kemudian 10 menit sebelum bus berangkat kami dikabari kalo Stonehenge sudah beroperasi kembali, lalu sesampainya di Stonehenge langit yang kelabu dan hujan berganti cerah dan hangat. Sesudah itu dalam ‘kemepetan’ waktu kami bisa sampai di stasiun tepat waktu. Ah skenario Allah begitu indah bukan? Alhamdulillah..

Mengurus Sekolah Anak di Aberdeen

Sehari setelah tiba di Aberdeen, kami berjalan-jalan di sekitar rumah untuk mencari bahan makanan sekaligus survey calon sekolah Safa, putri pertama kami yang usianya 4 tahun 9 bulan saat itu. Sekitar 400 meter dari rumah atau sekitar 8 menit jalan kaki, kami menemukan satu sekolah di jalan Dill Road, River Bank School namanya. Sepulang membeli makanan di Nisa Local, kami beranjak ke Riverbank School dan bertanya seputar pendaftaran murid baru di kantornya. Kami diberi formulir pendaftaran “Schools Placing Request” yang harus diisi lalu dikirim ke Aberdeen City Council. Formulir ini gratis dan dapat diunduh juga di website City Council.

Riverbank school

Selesai makan malam kami baca dengan seksama formulir yang diberikan oleh staf di Riverbank School siang tadi. Formulir terdiri dari enam halaman. School Replacing Request (SPR) Form 2 halaman, SPR 1, SPR 2, SPR 3 dan SPR 4 yang masing-masing 1 halaman. Sempat pusing juga dengan maksud dari masing-masing formulir ini. Namun setelah dilihat di websitenya perbedaan angka di Form SPR tersebut menunjukkan prioritas kita dalam memilih sekolah anak. SPR 1 adalah formulir pendaftaran sekolah yang berlokasi di zona tempat tinggal kita. SPR 2 adalah formulir pendaftaran dimana kakak/saudara dari calon siswa juga terdaftar sebagai siswa di sekolah tujuan, SPR 3 adalah formulir pendaftaran dimana calon siswa berada dalam asuhan ‘childminder’, SPR 4 adalah formulir pendaftaran untuk alasan prioritas diluar yang disebutkan di SPR 1, 2 dan 3.

Mengingat prioritas kami adalah mendaftarkan anak ke sekolah yang berada dalam satu zona dengan tempat tinggal maka kami mengisi form SPR dan SPR 1. Setelah diisi dengan lengkap, lalu kami mengirimnya ke council melalui email ke schoolplacings@aberdeencity.gov.uk pada tanggal 14 September 2014. Tak lama berselang, sekitar seminggu setelah kami mengirim email, kami mendapat surat balasan dari council. Keputusan untuk ‘school placing request’ Safa akan keluar dalam waktu 2 bulan sejak aplikasi diterima. Wah ternyata cukup lama ya dapat izin dari council untuk sekolah. Tapi kami santai saja karena Safa juga masih ‘kecil’, masih bisa belajar secara informal di rumah sambil adaptasi dengan lingkungan yang serba baru. Kami pun tentu masih dalam proses yang sama dengan Safa.

Rabu, 24 September 2014 kami menerima surat dari Riverbank School yang isinya menyatakan bahwa Safa diterima di sekolah tersebut dan kami diminta datang hari Jum’at tanggal 26 September. Alhamdulillah tidak sampai 2 bulan kami harus menunggu.  Hari Jum’at jam 9 pagi kami datang ke Riverbank School dan bertemu dengan Mrs. Sunley, Depute Head Teacher. Dengan ramah dia menyambut saya dan Safa. Dia memberikan informasi kepada kami seputar seragam sekolah, jam masuk dan pulang sekolah, ruang kelas dan guru Safa. Sekolah Dasar dan Menengah (Primary dan Secondary) di Scotland tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis tis tis. Tidak hanya untuk pribumi tapi untuk setiap anak-anak yang tinggal di Scotland, termasuk Aberdeen.

Di Riverbank School, siswa tidak diwajibkan membeli seragam sekolah, yang penting pakai t-shirt putih atau hijau (warna putih lumrah di setiap sekolah primary di Aberdeen sedangkan hijau tergantung ciri khas sekolah masing-masing) serta membawa sepatu khusus (biasanya berwarna hitam, sol karet) untuk dipakai di ruang kelas. Bahkan kami perhatikan ada beberapa siswa yang pakai baju bebas. Kami sendiri membeli t-shirt putih dan cardigan hijau berlogo Riverbank di office. T-shirt, rok dan celana seragam sekolah anak dapat dibeli di beberapa store besar di Aberdeen, seperti Sainsburry (Tu clothing), ASDA (George Clothing), M&S, John Lewis, Tesco (F&F) dengan harga yang bervariasi.

Hari pertama sekolah

Mrs. Sunley mengizinkan Safa untuk sekolah pada hari itu juga tapi kami meminta untuk masuk sekolah hari Senin. Alhamdulillah Senin tanggal 29 September 2014 Safa resmi menjadi siswa kelas Primary 1/2 di Riverbank School. Jadi lama proses pendaftaran sekolah Safa dari aplikasi SPR form ke council hingga Safa masuk sekolah hari pertama adalah 15 hari, cukup singkat bukan? Sekali lagi Alhamdulillah.

Berikut adalah beberapa foto di album ‘Sekolah Safa’ :

Kelas P 1/2

dinding penuh gambar

Sports DayHomework

 

Cerita Hamil dan Melahirkan di Aberdeen

Cerita ini saya bagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama berjudul “Hamil dan Pemeriksaan Rutin”, bagian kedua berjudul “Saat Melahirkan Tiba” dan bagian ketiga berjudul “Senangnya Punya Health Visitor”. Tulisan ini saya tujukan untuk teman-teman yang diberi anugerah kehamilan di Aberdeen, semoga cerita pengalaman ini bisa bermanfaat. Dan juga untuk Aidan, mujahid yang saya cintai. “Bunda yakin kisah ini kelak akan sampai padamu, Nak.”

Bagian pertama : Hamil dan Pemeriksaan Rutin

7 September 2014 pukul 12 siang adalah hari pertama kami di Aberdeen. Dingin, itulah kesan pertama saya ketika datang. Jelas saja saat itu di Aberdeen sedang musim gugur. Dijemput oleh seorang teman, kami lalu meluncur ke flat yang akan menjadi rumah kami selama setahun. Keesokan harinya secara bertahap kami mulai menjalani aktivitas rutin.

27 September 2014 adalah hari pertama saya haid dan ternyata itu menjadi haid yang terakhir karena di bulan Oktober tamu bulanan itu tidak muncul lagi. Test Pack menunjukkan 2 garis merah. Alhamdulillah saya positif hamil. Saya lalu menelepon GP dan memberitahu bahwa saya terlambat datang bulan. Mereka kemudian membuat jadwal pertemuan saya dengan midwife. Oya untuk membuat appointment pastikan sebelumnya kita (dan keluarga) sudah terdaftar di GP. Kami sendiri daftar ke Woodside Medical Centre (GP yang paling dekat dari rumah) sekitar seminggu setelah tiba di Aberdeen.

1 Desember 2014 awal jumpa dengan midwife di GP. Sarah Humphrey namanya. Sarah mewawancarai saya dengan beberapa pertanyaan seputar data diri dan keluarga serta riwayat kehamilan sebelumnya. Usia kandungan saya saat itu berdasarkan perhitungannya adalah 9w 1d. Usai wawancara saya dibekali buku panduan kehamilan “Ready, Steady, Baby” dan semacam buku medical record pre dan post natal yang memuat segala record kesehatan saya selama hamil dan melahirkan. Tak lupa Sarah menuliskan jadwal saya ke GP untuk konsultasi dengan midwife serta kapan saya harus ke Aberdeen Maternity Hospital untuk scan (USG).

ready steady baby

15 Desember 2014 adalah appointment kedua saya dengan Sarah. Darah dan urin saya diperiksa. Parameter yang diperiksa adalah Full Blood Count, Virology, HBa1C, HIV, Rubella, Sifilis, Hep-B, Sickle Cell Anaemia, Thalassemia dan pH urin. Ternyata yang diperiksa cukup banyak ya. Hasil tes darah tidak diserahkan kepada pasien, jadi pasien hanya akan dihubungi jika ada yang ganjil dengan hasilnya. Saya sendiri sempat dihubungi satu kali karena Hb saya rendah pada pemeriksaan darah ketiga di rumah sakit. Sejak saat itu setiap pertemuan dengan midwife, saya diminta untuk mengumpulkan urin untuk diperiksa pH nya. Terhitung sejak 1 Desember hingga melahirkan, total pertemuan saya dengan midwife hanya 7 kali. Alhamdulillah selama kehamilan ini saya sehat dan tidak sampai ‘ngidam’, bahkan masih bisa keliling 9 negara Eropa ketika usia kandungan 28 minggu. Alhamdulillah..

6 Januari 2015 adalah jadwal scanning pertama di Aberdeen Maternity Hospital. Scanning dilakukan oleh sonographer di lantai pertama lalu hasilnya kami bawa ke lantai kedua untuk dikonsultasikan dengan dokter spesialis kandungan. Berbeda dengan di Indonesia dimana scan dan konsultasi hasil, keduanya dilakukan oleh obgyn. NHS (National Health Service) UK umumnya hanya menganjurkan scanning sebanyak 2 kali yaitu pada saat usia 10-12 minggu dan 20 minggu. Namun mengingat saya mempunyai riwayat keguguran di kehamilan kedua maka saya dianjurkan dokter untuk scan 4 kali yaitu pada usia 15, 25, 30 dan 36 minggu. Mengapa dianjurkan? Karena disini pasien berhak memilih untuk tidak di-scanning. Oya, peraturan di Aberdeen Maternity Hospital adalah pasien dilarang menanyakan jenis kelamin janin saat di-scanning. Jadi kalau penasaran ingin tahu jenis kelamin calon bayi, maka kita bisa scanning di private clinic yang tentunya berbayar. Entah apa dasar dari peraturan ini, padahal rumah sakit di Glasgow saja masih membolehkan, padahal sama-sama di Scotland. Karena jenis kelamin janin masih rahasia maka saya dan Mas Trian menyiapkan 2 nama untuk bayi laki-laki dan perempuan. Dan kami sepakat kalau nama bayi kami nanti baik laki-laki atau perempuan harus mengandung unsur Scottish..hehe.

hospital

29 Juni 2015 adalah due date saya berdasarkan perhitungan midwife dengan siklus 28 hari. Sarah sudah membuatkan appointment lagi tanggal 30 Juni jika due date saya lewat. Benar saja saya harus bertemu Sarah lagi karena hingga tanggal 30 Juni pagi kontraksi belum terasa. Saya ditawari untuk di sweep yaitu pemeriksaan internal dimana midwife akan memasukkan jarinya ke dalam servik, dengan begitu membran kantung bayi akan terpisah dengan servik. Pemisahan ini akan menghasilkan hormon prostaglandin yang akan memicu kontraksi. Saya pikir daripada menunggu hingga minggu ke 42, lebih baik saya terima saja tawarannya, toh aman juga kan.

Bagian kedua : Saat Melahirkan Tiba

Tanggal 1 Juli 2015 bertepatan dengan 14 Ramadhan 1436 H sekitar pukul 1 dini hari, ketuban saya ‘rembes’. Oh mungkin ini adalah reaksi setelah kemarin midwife melakukan pemeriksaan internal. Saya duduk di lantai menunggu kontraksi datang sambil menemani Mas Trian sahur. Tapi hingga subuh (sekitar jam 2) tidak ada kontraksi sama sekali. Akhirnya saya berganti pakaian, berwudhu dan sholat berjamaah dengan Mas Trian.

Usai sholat subuh saya coba berbaring, mengumpulkan tenaga untuk melahirkan yang mungkin saja terjadi hari itu. Namun meski mata terpejam, saya tetap tidak bisa tidur. Kontraksi lalu muncul jam 4 pagi, rutin tiap 3 menit sekali. Saya biarkan Mas Trian tidur karena dia belum sempat tidur sejak isya dan tarawih. Puasa di musim summer membuat pola tidur kami berubah. Jam 5 saya bangunkan Mas Trian dan memberitahunya kalau kontraksi sudah mulai rutin dan saya rasa sebaiknya kami ke hospital jam 6 nanti.

Mas Trian menelepon Labour Ward Aberdeen Maternity Hospital dan menceritakan kondisi saya. Mereka bertanya berapa menit sekali saya kontraksi, berapa lama, apa saya masih bisa menahan rasa nyeri. Mungkin jika masih bisa tahan atau kontraksi masih lemah saya belum diizinkan ke rumah sakit. Tapi mengingat saya sudah pecah ketuban sejak semalam dan kontraksi mulai rutin 3 menit sekali, akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya untuk datang.

Jam 6 pagi taksi datang. Kami antar Safa terlebih dahulu ke rumah Mbak Lita, salah seorang teman sekaligus tetangga di Aberdeen. Sudah sejak lama kami memberi tahu Safa kalau bunda nanti melahirkan, Safa akan diantar jemput sekolah oleh Mbak Lita dan menginap di flatnya. Kebetulan anak-anaknya memang akrab dengan Safa, sehingga kami tidak terlalu khawatir dengan proses adaptasi Safa selama menginap disana.

Setelah mengantar Safa, taksi membawa kami ke rumah sakit. Begitu tiba di rumah sakit, kami diantar langsung ke ruang bersalin oleh seorang midwife jaga. Dia mewawancarai saya seperti mereka mewawancarai Mas Trian. Lalu dia memeriksa tekanan darah dan suhu badan saya serta denyut jantung janin. Dia kemudian mengatakan bahwa sebentar lagi ada pergantian bidan jaga. Saya akan diperiksa lebih lanjut oleh Amanda, midwife yang bertugas pada shift berikutnya.

Jam 8 pagi, Amanda dan salah seorang Midwife student dari RGU (Robert Gordon University) memeriksa saya. Seperti biasa mereka memeriksa tekanan darah, suhu badan dan juga denyut jantung janin. Saya bertanya kapan pemeriksaan internal dilakukan, maksudnya periksa ‘pembukaan’. Karena biasanya di Indonesia bidan akan memeriksa status ‘pembukaan’ tiap beberapa jam sekali. Amanda kemudian memeriksa status pembukaan saya. Masih bukaan 1 jawabnya. Arrggh, padahal sudah nyeri tapi masih bukaan satu. Rasa sakit makin bertambah setelah Amanda mengatakan bahwa pemeriksaan berikutnya 4 jam lagi. Tapi saya tidak diminta pulang. Saya diizinkan tinggal dan menggunakan berbagai fasilitas di ruang bersalin. Saya pilih birthing Ball karena katanya duduk sambil bergoyang-goyang di birthing ball membantu mempercepat proses persalinan.

Waktu terasa begitu lambat. Setiap jam midwife student memeriksa kondisi saya dan janin. Sampai suatu saat saya merasa begitu sakit lalu meminta gas and air sebagai pain killer. Agak asing memang karena dua kali pengalaman melahirkan di Indonesia saya tidak pernah diberi pain killer. Dengan teratur saya lakukan inhale dan exhale dengan bantuan selang gas and air sambil perlahan melafazkan takbir. Ternyata gas and air ini hanya mampu mengurangi rasa sakit beberapa menit saja. Lalu saya pindah ke tempat tidur dan berharap dengan posisi berbaring rasa sakit akan berkurang. Tapi justru berbaring membuat saya lebih sakit dan keinginan untuk mengejan semakin kuat. Saya belum berani mengejan mengingat pemeriksaan pembukaan yang kedua belum dilakukan. Takutnya alih-alih mengejan, perineum saya malah sobek atau kepala janin belum turun. Tapi keinginan mengejan sudah tidak bisa ditahan lagi. Saya lantas mengambil posisi kneeling atau berlutut di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepala dan tangan saya ke bantal. Posisi melahirkan ini adalah hasil konsultasi saya dengan midwife community selama hamil.

Midwife student yang melihat saya sudah mengambil posisi kneeling segera memanggil Amanda. Mereka kemudian bergegas menyiapkan segala perlengkapan melahirkan. Tanpa pemeriksaan status pembukaan yang kedua saya langsung mengejan begitu kontraksi tiba. Mas Trian mengusap punggung saya perlahan. Entah berapa kali saya sudah mengejan tapi kepala bayi belum mau keluar. Durasi kontraksi begitu singkat sehingga meski kontraksi telah usai, nafas saya untuk mengejan masih bersisa. “Listen to your body, Dika”, tiba-tiba Amanda mengingatkan, membuat saya tersadar bahwa melahirkan adalah komunikasi antara wanita dengan tubuhnya, hanya ia yang tahu kapan saat yang tepat untuk mengejan dan kapan berhenti. Saya tatap mata Mas Trian lalu meminta maaf. Bagi saya melahirkan selalu menjadi momen yang sangat emosional. Dan saya bahagia karena setiap momen itu Mas Trian selalu ada di samping saya.

Untuk kontraksi yang kesekian kalinya saya menarik nafas dalam lalu mengejan dengan kuat hingga lahirlah bayi kami ke dunia pada pukul 10.41 BST (British Summer Time). “Alhamdulillah, laki-laki Bunda”, ucap Mas Trian. Air mengalir pelan dari sudut mata sendunya. Dia bahagia. Begitu pun saya.  Terimakasih ya Allah, telah menghadirkan Aidan, bayi laki-laki mungil di tengah keluarga kami. Aidan Shifanan Asmoro, itulah nama yang kami pilih jika yang lahir adalah bayi laki-laki.

IMG_20150701_114417

Seperti prosedur rumah sakit pada umumnya, bayi yang baru saja lahir diperiksa nilai APGAR nya lalu dibersihkan secukupnya kemudian diletakkan di atas perut ibunya untuk IMD dan juga menjaganya agar tetap hangat. Selama Aidan IMD, Amanda menjahit perineum saya yang robek derajat 2. Gas and air saya gunakan untuk mengurangi rasa sakit meski sebelum dijahit saya sudah mendapat bius lokal. Selesai dijahit, Aidan kemudian ditimbang beratnya dan diukur panjangnya. Hasilnya berat 3,340 kg dan panjang 53 cm.

aidan

Sekitar 1 jam pasca melahirkan saya berjalan ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri dan berganti pakaian. Masih di ruang bersalin Aidan dibersihkan kembali dan dipakaikan baju oleh midwife student. Setelah bersih baru Mas Trian mengadzaninya.

Jam 2 siang, dua dokter anak datang ke ruang bersalin untuk memberi Aidan vitamin K dan imunisasi BCG. Amanda mengatakan bahwa dokter anak yang lain akan datang lagi sekitar jam 5 sore untuk memeriksa status kesehatan Aidan. Sambil menunggu, saya gunakan waktu untuk beristirahat dan memberi kabar kelahiran Aidan kepada keluarga dan teman-teman. Jam 5 sore seorang dokter keturunan India datang dan memeriksa kondisi Aidan. Semua terlihat normal katanya sehingga saya dan Aidan diperbolehkan untuk pulang. Saya dan Mas Trian cukup kaget karena kami sudah mempersiapkan diri untuk menginap di rumah sakit namun ternyata cukup 12 jam saja kami di rumah sakit. Saya bersyukur bisa pulang karena tidak perlu berpisah dengan Mas Trian dan bisa bertemu lagi dengan Safa setelah melahirkan. Peraturan di Aberdeen Maternity Hospital adalah pasien tidak boleh ditunggui hingga lewat malam, meski tamu itu adalah suami sendiri.

Sebelum pulang, Amanda memberi kami beberapa dokumen penting, diantaranya adalah dokumen untuk aplikasi birth register ke city council dan dokumen Transfer of Care from Hospital to Community yang berisi rekam medik saya dan Aidan selama proses melahirkan. Setelah serah terima dokumen tak lupa kami berfoto bersama Amanda serta midwife student yang begitu sabar dan gesit membantu saya melahirkan. Thanks a lot, Amanda.

bunda ayah

Bagian ketiga : Senangnya Punya Health Visitor

“Jangan keluar rumah dulu sebelum 40 hari ya. Kaki jangan ditekuk, harus selonjor. Kaki jangan gantung.”, nasehat ibu mertua saya di ujung telepon. “Mas Trian tolong bilang ke Dika jangan banyak kerja dulu. Kelihatannya aja Dika sehat tapi ‘dalamnya’ masih luka”, kalau ini nasehat ibu saya pada Mas Trian. Ya begitulah orang tua, meski bahagia mereka tentu khawatir dengan anaknya yang melahirkan di luar negeri, jauh dari keluarga besar mereka di Indonesia. Saya pun sempat khawatir  dan bertanya pada diri sendiri ‘apakah saya mampu?’. Tapi melihat pengalaman teman-teman yang hamil dan melahirkan di luar negeri, saya menjadi yakin kalau saya insya Allah bisa menjalaninya. Alhamdulillah Mas Trian juga tinggal menulis tesis dan tidak ada jadwal kuliah rutin jadi bisa optimal membantu pekerjaan rumah tangga. Safa juga terlihat senang dengan kehadiran Aidan. Dia belajar menenangkan adiknya ketika menangis, bernyanyi dan menciumnya setiap saat. Meski tetap saja saya harus menyiapkan banyak ide permainan untuk Safa, mengingat saat itu dia masih libur sekolah.

aidan safa

2 Juli adalah kunjungan pertama midwife ke rumah kami. Di Scotlandia (atau mungkin juga di seluruh UK), dalam rentang 10 hari pasca melahirkan, midwife akan datang ke rumah untuk memeriksa kesehatan ibu dan bayi. Midwife mengukur berat badan Aidan dan mewawancarai saya seputar nifas, breastfeeding, frekuensi ganti popok dan lain-lain. Selama 10 hari, midwife datang berkunjung sebanyak 4 kali. Setelah itu giliran Health Visitor (HV) yang bertugas memantau perkembangan saya dan Aidan. HV bertugas untuk mensupport dan mengedukasi keluarga pasca kelahiran sampai 5 tahun usia anak.

Health Visitor kami bernama Sheena Wilson. Dia ramah dan informatif. Dia menjelaskan tentang tugasnya kepada kami. Dari ceritanya saya jadi tahu bahwa HV sebenarnya adalah nurse atau midwife  yang telah menjalani program training ‘health nursing/health visiting’. Sheena sendiri sudah 6 tahun bekerja sebagai midwife community dan beberapa tahun bekerja di rumah sakit sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi health visitor. Alasannya adalah midwife community hanya memantau pasien selama hamil dan melahirkan, sedangkan HV bertugas memantau pasien beserta keluarganya selama 5 tahun. Kami senang sekali setiap Sheena datang karena itu artinya kami jadi tahu berat badan Aidan terbaru ..hehe. Dan setiap ada permasalahan dengan perkembangan kesehatan Aidan kami punya partner ahli untuk sharing. Andai saja setiap keluarga di Indonesia memiliki HV tentu masalah-masalah seputar pengasuhan anak sedikit demi sedikit dapat teratasi. Mudah-mudahan saja, suatu saat nanti di Indonesia.

aidan 2

Jelajah 5 Kota United Kingdom

Liburan akhir tahun di musim dingin adalah liburan yang dinanti oleh berjuta penduduk Eropa. Tentu saja bagi kami, perantau sementara di tanah Skotland, kesempatan ini tidak kami sia-siakan.

Menyiapkan liburan dengan mengunjungi beberapa kota tentu membutuhkan persiapan yang tidak sedikit, apalagi membawa anak kecil (meski baru satu sih dan usianya sudah 5 tahun). Selain menyiapkan pakaian (apalagi winter), makanan, transportasi, dan penginapan, yang paling utama adalah menentukan objek liburan dan itinerary nya. Dalam waktu 12 hari kota dan objek apa saja yang worthed untuk disambangi.

Setelah mengumpulkan info dari rekan dan juga info dari Google, kami putuskan untuk mengisi liburan winter kali ini di kota Glasgow, Edinburgh, Manchester, Liverpool dan London. Itinerary pun kami susun, namun tidak terlalu mendetail. Kira-kira skema perjalanannya adalah seperti ini :

skema perjalanan 1

Yang penting juga dalam menyiapkan liburan adalah menetapkan penginapan dan moda transportasi yang digunakan. Lokasi, jarak tempuh dan fasilitas adalah faktor yang yang harus diperhatikan. Tapi yang lebih penting lagi adalah tentu saja biaya. Daftar hotel dan hostel serta jenis transportasi pun kami buat dan kami bandingkan satu dengan yang lain. Berikut adalah penginapan dan moda transportasi yang kami pilih :

Skema perjalanan 2

Dan penjelajahan pun dimulai..

Part 1 : Aberdeen – Glasgow

Pagi itu pada jam 7.30, matahari belum menampakkan rona wajahnya. Winter memang musim yang ‘melenakan’… Selepas sarapan, kami bersiap untuk berangkat ke terminal bis Union Square Aberdeen. Tepat pukul 8.35 pagi bis pun melaju menuju kota pertama dalam rute perjalanan kami, Kota Glasgow. Bismillah..

Glasgow adalah kota terbesar di Skotlandia, dan termasuk kota terbesar ketiga di United Kingdom. Berdasarkan Rough Guides Poll, Glasgow ini terpilih sebagai “friendliest city in the world”.  Itu gimana surveynya ya ? Lalu predikat warga Indonesia yang katanya ramah-ramah itu berdasarkan survey gak ya?

Di kota ini Kami mengunjungi Kelvingrove Art Gallery and Museum, Kelvingrove Park, George Square dan tentunya University of Glasgow. Masih banyak lagi tempat yang menarik, tapi sayang waktu yang kami miliki hanya sebentar, hanya satu malam saja kami menginap.

Glasgow1

Glasgow2

 Part 2 : Glasgow – Edinburgh

Selepas makan siang dan sholat dzuhur-asar di salah satu masjid di Kota Glasgow, kami segera menuju terminal untuk naik bus Citylink yang akan mengantarkan kami ke kota Edinburgh. Waktu tempuh Glasgow-Edinburgh cukup singkat yakni hanya 1 jam 19 menit.

Edinburgh menurut kami terkesan lebih klasik dan rapi dibanding Aberdeen dan Glasgow. Selain itu beberapa tujuan wisata dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Itu sebabnya di hari kedua kedatangan kami ke Edinburgh, kami ikut Free Walking Tour yang menjadi agen tour favorit para turis di beberapa kota di Eropa. Perjalanan dimulai dari Edinburgh Castle dan berakhir di National Museum of Scotland. Namun dari sekian banyak tempat yang kami kunjungi dengan berjalan kaki selama 2,5 jam, tempat yang paling menarik adalah kuburan.. hihi. Iya kuburan yang menjadi inspirasi J.K Rowling untuk menggunakan nama Tom Riddle dalam novel Harry Potter. Jadi kalau mau cari inspirasi gak harus selalu jalan-jalan di taman, kuburan juga bisa kok jadi inspirasi :p. Lalu bagaimana dengan Elephant House yang mendadak menjadi terkenal karena J.K. Rowling sering menulis di kedai itu? Pastinya kami melipir kesana juga dong, apalagi letaknya tak jauh dari hotel kami menginap, hanya sayang saat itu gedung di atas Elephant House sedang diperbaiki, jadi kami perlu ‘bekerja keras’ untuk mendapat angle foto yang bagus.. hihi.

Edinburgh  (80)

Edinburgh  (23)

Edinburgh Tour

Tak jauh dari Edinburgh Castle terdapat toko (Tartan Weaving Mill) yang menyediakan jasa foto studio dengan pakaian tartan lengkap khas skotlandia. Dan memang salah satu alasan kami ke Edinburgh Castle adalah mengunjungi studio foto ini, bukan malah masuk ke castle-nya..hihi. Untuk mendapatkan 2 lembar foto ukuran A4, biayanya sebesar £34.95. Lumayan mahal juga sih.. tapi hasilnya bagus juga kok dan minimal sekali seumur hidup lah ya nyoba baju tartan yang aslinya harganya muaahaall.

Edinburgh - Fam Photo 1

Edinburgh - Fam Photo 2

Oya setelah berfoto di Edinburgh Castle, kami makan siang di Restoran Marhaba, restoran timur tengah yang direkomendasikan teman kami yang kuliah di Edinburgh University. Selain murah, letaknya juga strategis yaitu dekat dengan masjid besar Edinburgh dan juga tak jauh dari hotel tempat kami menginap. Pelajaran  penting pertama bagi kami sebagai keluarga yang lebih doyan jalan kaki (karena sehat dan murah) dan juga bawa anak kecil, memilih hotel yang strategis ternyata menjadi salah satu kunci dalam perencanaan wisata dalam kota.

Part 3 : Edinburgh – Manchester  

Hari-hari di Edinburgh pun berakhir. Kota tujuan kami berikutnya adalah Manchester. Untuk perjalanan kali ini kami memilih Train yang tiketnya sudah kami pesan jauhari sebelum liburan. Oya, untuk mendapatkan potongan harga tiket sebesar 30%, kami gunakan Family Rail Ticket yang tentunya kami pesan juga sebelum berangkat. Pokoknya selama ada promo, diskon, voucher asal jelas jangan sampai dilewatkan..hehe.

Begitu tiba di hotel Ibis Budget, kami istirahat sejenak kemudian melanjutkan misi terbesar kami di Manchester, apalagi kalau bukan jelajah stadion Manchester United dan Manchester City…hihi. Untuk sampai ke stadion Old Trafford kami memilih naik tram, karena ternyata stasiunnya tidak jauh dari hotel Ibis Budget. Biasanya stadion-stadion sepakbola Eropa dan UK menawarkan fasilitas tour yang tentunya berbayar. Mengingat misi kami ‘cuma foto’ aja, jadi tentu saja kami tidak terlalu tergiur dengan tour itu.. hemat bukan? :p.

Tiba di Stadion Old Trafford, kami berjumpa dengan wisatawan-wisatawan Indonesia dan Malaysia. Setelah diperhatikan baik-baik, kebanyakan wisatawannya memang orang Indonesia dan Malaysia. Mereka juga mungkin punya misi yang sama dengan kami yaitu ‘cuma foto’…wkwkw.

Hari kedua di Manchester bertepatan dengan tanggal 25 Desember. Praktis tidak ada yang menarik dari kota ini… jalanan sepi sekali. Untunglah saat itu ada teman yang berbaik hati yang mengajak kami jalan-jalan (beneran jalan kaki). Kebetulan teman kami ini kuliah di University of Manchester. Thanks to Fajar, Radith dan Ratri atas jamuannya dan ‘petunjuk’-nya. Pelajaran penting kedua adalah pikirkan kembali masak-masak kalau mau berlibur saat natal di kota-kota UK, karena selain seluruh tempat atraksi dipastikan libur, transportasi pun ikutan libur. (Maaf ya Kakak Safa, liburannya sekalian jalan sehat.

IMG_20141224_141627_1

IMG_20141224_152211_1

Part 4 : Manchester – Liverpool

Perjalanan ini semacam bonus atau mungkin “maksa”. Kenapa? Pada awalnya Liverpool tidak masuk dalam kota tujuan liburan kami. Tapi alasan pertama mengapa pada akhirnya kami ‘maksa’ ke Liverpool adalah letak kota ini yang tidak terlalu jauh dari Manchester (kurleb 1 jam dengan bus). Alasan kedua adalah sayang saja kalau kami harus melewatkan Stadion Anfield Liverpool dari daftar jelajah stadion kami :p. Dan ternyata memang kami ‘benar-benar maksa’ setelah tahu bahwa bus yang beroperasi dari Manchester ke Liverpool pada hari itu hanya satu kali yaitu jam 4 pagi (bayangkan jam 4 pagi kala winter L). Alhasil sesampainya kami di Liverpool jam 5.15, langit masih gelap mencekam, angin berhembus cukup kencang (lebay), Stance terminal di Liverpool pun kurang nyaman karena ‘terbuka’, kami memilih tiduran sambil duduk di kursi salah satu Stance yang kami anggap cukup aman. Bergantian kami menggendong Safa yang saat itu tengah terlelap tidur. Kami pun bergantian sholat setelah seorang bule pegawai lokal menawarkan kami untuk menggunakan kamar mandi di kantornya. Mungkin pikirnya kasian dua sejoli beserta putrinya ini seperti tak tahu arah tujuan.. wkwkwk.

Jam 8 pagi, kota Liverpool mulai berdenyut, langit pun tampak lebih cerah meski matahari belum datang. Safa sudah bangun sejak kedua kalinya kami ditawari oleh si bule baik itu untuk memakai kamar mandinya. Setelah selesai dengan urusan bersih-bersih diri, kami berjalan menuju Albert Dock, pelabuhan yang terkenal di Liverpool.

Kawasan Albert Dock adalah one stop attraction, karena di sini terdapat hampir semua atraksi wisata, mulai dari museum, arena konvensi, wheel, hotel, toko souvenir hingga pusat perbelanjaan. Tapi karena hari itu tanggal 26 Desember, atau terkenal dengan nama boxing day, maka banyak toko-toko yang tutup. Untunglah ada satu toko souvenir, kepunyaan orang timur tengah sepertinya, yang buka di hari itu. Kami pun masuk dan membeli beberapa souvenir magnet.

Liverpool (6)

Di sini ada Museum The Beatles Story yang menyimpan rekam jejak Beatles sejak ia berdiri sampai John Lenon dan Paul Mc Carney bersolo karir. Ah tapi kami bukan penggemar Beatles, plus museumnya juga ikutan tutup, jadi cukuplah kami ‘berfoto’ saja.. hihi.

Liverpool (11)

Tujuan perjalanan selanjutnya setelah kami sholat dzuhur adalah Stadion Anfield. Dari station bus kami naik Bus Arriva dan membeli ‘return ticket’. Bus ini mengantarkan kami tepat di depan stadion Anfield yang ternyata… tutup saudara-saudara. Gerbang besar bagian depannya tutup, gerbang belakang juga tutup.. padahal apalah da kami cuma pengen foto :(. Karena gerbang depan tutup, sementara dari gerbang ke jalan raya hanya dipisahkan oleh trotoar untuk sekitar 4 pejalan kaki jadi kami gak dapet angle yang cakep untuk foto.. ah males nih Liverpool FC.

 Liverpool (29)

Part 5 : Manchester – London

Tibalah hari menuju kota terakhir dalam itinerary perjalanan kami, ya Kota London. Waktu tempuh dari Manchester menuju London dengan menggunakan bus adalah sekitar 5 jam. Begitu tiba di Victoria Coach Station tepat pukul 2 siang, kami segera mencari tempat untuk makan siang. Alhamdulillah nemu resto fast food yang ternyata halal, padahal niatnya mau cari fish and chips aja. Resto yang terletak di kompleks pertokoan di Buckingham Palace Road ini namanya adalah Food Galleries.  Tak lupa kami pun memesan makanan untuk bekal makan malam di wisma.

Di London kami menginap di Wisma Caraka yang berlokasi di daerah Hendon, North London. Wisma ini menjadi pilihan terakhir karena 2 wisma yang lain sudah full booked yaitu Wisma Indonesia dan Wisma Merdeka. Meski cukup jauh dari pusat kota, tapi Wisma ini hommy banget. Pengurus wisma, namanya Mbak Lusi beserta suami, begitu ramah dan asyik untuk diajak ngobrol. Kami pun sering bertukar cerita di kala sarapan. Wisma ini amat sangat recommended.

London (34)

Lima hari di London saat musim liburan tidaklah cukup, terutama bagi wisatawan yang tidak ingin melewatkan setiap objek wisata di kota Prince William ini. Apalagi hampir di setiap tempat wisata dipastikan antrian pembelian tiket terlihat mengular. Mengingat liburan kami adalah liburan keluarga hemat jadi kami memilih wisata yang free. Yang penting bisa terdokumentasi dengan baik.

Kami mengunjungi London Bridge, Tower Bridge, London Eye (Cuma lihat aja.. gak kuat lihat antriannya dan harga tiketnya :p), Big Ben and Parliament House, Trafalgar Square, Horse Guard Parade dan prosesi changing guard nya. Untuk wisata museum ‘gratis’, kami mengunjungi Victoria and Albert Museum, Natural History Museum dan Science Museum. Dari Science Museum kami berjalan kaki menuju Harrods, yaitu Mall besar kepunyaan mendiang Dodi Al Fayed.

Untuk urusan makan, seperti biasa kami mencari restoran timur tengah yang sedia doner kebab atau fish and chips. Tapi mumpung ada di London, tak lupa kami juga bertandang ke Warung Padang London yang terletak di China Town. Kami memesan ayam pop dan semangkuk bakso, ah seger banget, kerinduan kami akan masakan padang pun terbayar sudah :p. Setelah kenyang bersantap masakan cita rasa nusantara, kami berjalan menuju Loon Fung yaitu chinese supermarket yang terkenal di kota London. Namun sayang, saat itu tempe yang kami incar sedang kosong stoknya. Jauh-jauh ke London nyarinya tempe :p.

London (89)

London (149)

London (183)

5 hari berlalu di kota London, berakhir pula waktu liburan kami. Tiba saatnya pulang ke kota dingin berangin, kota Aberdeen. Dari London menuju Aberdeen kami naik Megabus dengan waktu tempuh perjalanan 13 jam. Perjalanan terjauh dari sekian perjalanan antar kota dalam itinerary kami. Perjalanan terjauh namun begitu indah, karena kami membawa bingkisan cerita yang kelak akan selalu kami kenang. Teringat dengan lirik klasik, God speed the day, when I’m on my way, To my home in Aberdeen.