Triandika Weblog Rotating Header Image

Karena Menyapih Itu Indah

Pagi itu Garuda tinggal landas dari Bandara Ngurah Rai menuju Halim Perdana Kusuma. 18 Desember 2012 kami pulang kembali ke rumah setelah 6 hari training sambil berlibur di Bali. Ini adalah perjalanan terakhir kami sekeluarga sebelum Safa berusia 2 tahun. Untuk anak usia 0 hingga 23 bulan, Garuda Indonesia menjual tiket senilai 10% harga tiket orang dewasa. Oleh karena itu, perjalanan dimana Safa belum mencapai usia 2 tahun adalah perjalanan yang cukup murah. 2 tahun ke atas harus pikir-pikir lagi..hehe. Timing perjalanan kali ini terbilang kurang tepat, mengingat seharusnya Safa mulai latihan disapih sejak awal Desember. Tapi sesuai prinsip keluarga hemat, dimana ada training, disitu ada liburan..hehe.

Uluwatu

Safa adalah tipe anak yang cenderung cepat bosan, kurang sabar dan sulit beradaptasi dengan dunia baru. Setiap dia merasa tidak nyaman maka dia akan memeluk bundanya sambil mengerang, minta mimi (disusui). Padahal sudah sejak lama pasokan ASI nya sedikit karena intensitas menyusui berkurang saat saya bekerja. Mungkin ini yang membuat berat badan Safa tidak bertambah dalam kurun waktu 5 bulan, karena dia kenyang minum angin saat menyusu pada bundanya. Dan selama di Bali, 5 hari 4 malam, semakin intens lah Safa menyusu, pagi hingga malam.

Sejak bulan November saya sering mengatakan pada Safa bahwa sebentar lagi Safa berusia 2 tahun. “Safa sudah besar, mimi bunda udah habis, nanti mimi nya untuk dedek bayi ya”. Begitulah kalimat yang selalu saya ingatkan padanya. Mungkin dia mengerti akan maksud kalimat itu, jadi setiap saya mengatakannya, Safa selalu protes dan semakin kuat memeluk saya. Dan kalimat itu saya ucapkan terus di Bali, berharap setelah pulang Safa siap untuk disapih.

19 Desember 2011, bertambahlah usia Safa. Sesuai dengan rencana kami, Safa harus disapih tepat pada hari ulang tahunnya. Bangun tidur biasanya Safa minta mimi, ini adalah ritualnya dalam mengawali hari. Tapi hari itu tidak ada mimi, karena saya langsung menggendongnya dan mengajaknya ke depan rumah menyaksikan tanaman. Saya berkicau terus, berharap safa lupa untuk mimi. Alhamdulillah fase pertama beres. Fase kedua adalah saat tidur siang. Saat saya sedang bekerja, Safa biasa tidur siang setelah menghabiskan 2 botol susunya. Gaya tidurnya adalah minum susu sambil berbaring ditemani mbaknya (mbaknya harus dalam posisi berbaring juga), lalu setelah dia siap tidur, botol susunya disimpan di belakangnya kemudian berbalik menghadap mbaknya sambil memeluk lehernya. Ya, safa belum bisa tidur sendirian. Tapi dengan cara seperti itu, tidak hanya safa yang menikmati tapi mbaknya juga, karena dia jadi ikutan tidur..hehe. Tidur siang kali ini saya  biarkan safa bersama mbaknya. Safa tidur dengan mudah, karena gaya tidur seperti ini adalah gaya tidur sehari-harinya.

Fase ketiga adalah fase yang dicemaskan, yaitu saat tidur malam. Bagaimana tidak, selama 20 bulan lebih Safa tidur malam dengan cara disusui bundanya. Terkadang sambil digendong, tapi lebih sering sambil berbaring. Cara tidur seperti ini membuat jadwal tidur malam Safa menjadi rutin dan cara tidur ini adalah yang paling nyaman bagi kami. Safa merasa kenyang dan mudah nyenyak, saya pun bisa tidur dengan cepat. Sampai-sampai ayahnya sering kesal karena ditinggal tidur..maaf ya ayah.

Seperti yang sudah kami sepakati bahwa Safa tidak akan disapih dengan cara-cara yang tidak komunikatif, seperti mengoles puting dengan obat merah, bratawali atau menempelnya dengan plester, apalagi datang ke orang pintar dan minta dibuatkan minuman spesial. Bagaimana pun juga Safa harus tahu bahwa suatu saat nanti dia harus berhenti mimi, bahwa Safa semakin besar, bahwa Safa insya allah akan menjadi seorang kakak. Tapi Safa juga tahu bahwa Bundanya, baik menyusui maupun tidak, baik siang atau malam, pagi atau petang, selalu berada di sampingnya, menyayanginya. Saat ngantuknya meradang, ia meronta meminta mimi. Ia menepuk dadanya sendiri sebagai tanda bahwa dia ingin mimi. Sedih sekali melihatnya menangis karena tidak mendapat apa yang biasa ia dapat setiap hari, selama 2 tahun. Namun ayahnya merangkul pundak saya sambil berujar singkat, “yang kuat ya”.

Sayangnya kami belum mengumpulkan referensi yang banyak mengenai metode menyapih di malam hari. Alhasil semua metode kami coba. Dari mulai mengganti bajunya dengan baju tidur, membacakan shalawat, memberinya susu UHT, memijatnya, membacakan cerita untuknya. Tapi dari semua metode, metode yang saat itu manjur adalah dengan mengajaknya menonton video kesukaannya, Barney and Friends. Kebetulan video ini hanya berisi lagu-lagu saja, hasil download-an ayahnya. Kadang kami putarkan video dirinya yang sedang renang, tertawa, makan dan lain-lain. Sempat juga kami putarkan video kartun islam yang juga hanya berisi cerita singkat dan lagu-lagu. Video Barney pun diputar di laptop, sambil berbaring ditemani ayah dan bundanya, Safa menonton dengan khusyu. Dalam 3 menit, matanya tertutup, Safa tertidur. Hore.. saya girang tidak kepalang. Safa berhasil melewati hari pertamanya disapih.

Seharian tidak menyusui Safa, produksi ASI yang meningkat tidak tersalurkan. Jadilah bengkak dan keras. Apalagi seminggu sebelumnya Safa intens disusui selama di Bali. Berharap semoga tidak sampai demam, karena dulu sehari setelah melahirkan safa, badan saya demam menahan nyeri bengkak karena ASI tidak tersalurkan dengan optimal. Sengaja saya tidak mengeluarkannya baik manual maupun dengan pompa, karena khawatir pasokannya akan semakin deras, karena supply ASI itu by demand, semakin banyak keluar maka semakin banyak produksinya. Sempat saya berniat ingin konsultasi ke konselor ASI di RS. Hermina, tapi niat itu urung saya laksanakan karena Alhamdulillah dalam waktu 5 hari bengkaknya berkurang. Karena sudah tidak terlalu sakit, saya biasakan massage setiap akan mandi pagi supaya di kemudian hari tidak ada “sumur” ASI yang tersumbat.

Hari kedua sampai sepekan, Safa berhasil tidak mimi. Yang dia ingat adalah miminya sudah habis. Safa kadang menunjuk dada bundanya sambil bicara cadel, “mimi abisss, de bayyi, mimi abiss”. Siang pun dia lewati dengan mudah. Tapi malam hari Safa masih harus disuguhi video Barney. Sepertinya Safa baru bisa tenang tidur setelah mendengar suara nyanyian Barney “I love u, u love me, we’re a happy family…”. Nyanyian itu berhasil meninakbobokan Safa selama 3 menit atau lebih. Sempat di malam hari Safa menangis, dan dalam keadaan mata masih tertutup ia mengigau “baniy, baniy…”. Ya sudahlah, jam 2 malam sambil menahan kantuk, ayah bundanya menyalakan laptop kembali. Dan biasanya untuk tertidur lagi butuh waktu hingga 1 jam.

Hari ke delapan, Safa tidak mau tidur di kamar. Maunya tidur di karpet di tengah rumah, sambil menonton video kesukaannya yang baru (bukan baru dibeli, tapi baru dikeluarkan lagi setelah lama tidak ditonton). Videonya kali ini adalah lagu-lagu TK. Lagu favoritnya adalah Anak Kambing dan Kereta Api. Safa hapal sekali urutan lagunya. Jika satu lagu sudah mulai habis, dia akan bilang “abiss, giang”, yang artinya “lagunya mau habis, sebentar lagi lagu sipatu gelang”. Karena masih minimnya ilmu ayah bundanya, kami biarkan ia tertidur sambil menonton video lagu kesukaannya itu. Ritual ini berlangsung selama kurang lebih lima hari.

Tanpa mencari referensi pun, suara hati saya sebagai seorang ibu sebenarnya menolak gaya tidur seperti ini. Selain akan membuat safa ketergantungan, mata Safa pun akan rusak, dan psikologi Safa akan terganggu. Apalagi Safa baru bisa tidur jam 11.30 malam. Dan memang benar, setelah saya cari referensi (sebenarnya lebih ingin mencari pernyataan yang menguatkan kekhawatiran saya) terbukti bahwa memang para Psikolog Anak tidak menganjurkan anak (atau balita) melakukan aktivitas “berat” sebelum tidur, seperti nonton TV, main games dll yang menyedot konsentrasi dan energinya.  Hasil bacaan ini saya diskusikan dengan ayahnya dan kami sepakat untuk menyapih Safa dari menonton video (TV) di malam hari, meskipun konsekuensinya kami harus tidur larut menemani Safa main hingga mengantuk.

Malam menjelang. Jam 9 malam belum ada tanda-tanda Safa mengantuk. Jam 10 malam, masih asyik dengan buku dan mainannya. Jam 10.30 malam, menggaruk-garuk rambutnya, tanda ia mulai mengantuk. Jam 11 malam, minta mimi susu dengan suara setengah menangis. Jam 11.10 malam, sambil minum susu dengan posisi berbaring minta Barneynya di putarkan. Bunda bilang “sudah malam Nak, Barney nya sudah dibereskan, malam waktunya bobo”. Barney tidak disetujui maka Safa minta yang lain. “Kaka”, artinya safa minta diputarkan video lagu TK yang dinyanyikan oleh anak-anak yang lebih tua darinya. Bunda pun tidak menyerah “Kakaknya cape, Sayang. Kakak juga pasti ingin bobo kalau malam”. Semakin keras lah tangisannya. Siapapun tidak berhasil membujuknya tidur. Bagaimana pun kami tidak mau menyerah, kami boleh begadang menemani Safa yang menangis semalaman tidak bisa tidur selama beberapa hari, jika memang itu harga yang harus dibayar untuk menyelamatkan jiwa dan mentalnya di kemudian hari. Inginnya sih tidak ada TV di rumah, tapi kami masih merasa TV bisa jadi hiburan sesaat, tinggal bagaimana saja memenej nya dengan tepat (walau kadang tetap saja merasa seperti pembenaran).

2, 3, 4 Januari 2012, Safa berhasil tidak nonton seharian. Setiap dia ingin menonton, kami alihkan perhatiannya pada mainan atau mengajaknya jalan-jalan keluar. Menjelang malam pun kami tetap menemaninya bermain, sambil sesekali menawarkannya minum susu atau bobo. Sempat saya merasa kesal. Karena sudah sangat lelah, saya tidak menghiraukan ajakannya bermain. Saya berbaring, tidak bergeming. Safa mengajak senyum pun, saya diam, tidak sedikit pun paras wajah saya berubah. Masya allah, hati Safa pasti terluka. Si kecil yang masih semangat bermain, berdiri di hadapan saya yang berbaring, tertawa tiba-tiba, seperti dipaksakan agar Bundanya tetap semangat dan bangkit menemaninya, ternyata hanya mendapatkan wajah dingin Bundanya. Sungguh saya malu sekali, malu karena begitu egois. Ingin safa mengerti kenapa Bundanya bersikap seperti itu. Tapi anak kecil, mana bisa ia berpikir sebab akibat sampai tingkat penyebab yang tertinggi. Mana mungkin ia akan keras berpikir “kenapa bunda wajahnya jelek, pasti karena safa gak mau tidur”. Mungkin yang ia simpulkan hanya “wajah bunda jelek, bunda gak mau diajak main”. Astagfirullah, semoga Allah memaafkan sikap saya kemarin. Maafkan, ya Rabb.

Safa Sholat

Hari ini, hari jum’at, hari ketiganya disapih menonton tv. Perjuangan mungkin masih lama atau buahnya akan dinikmati sebentar lagi, wallahualam. Insya allah dengan selalu menambah informasi, diskusi antara ayah dan bunda, berikhtiar, teguh dan berdoa maka proses menyapih dan mendidik Safa akan berjalan dengan baik. Semoga.

3 Comments

  1. ipeh says:

    eh, safa mau jadi kakak?

    1. dika says:

      pengen peh, tapi belum.. ato ipeh ada kabar tentang calon ‘adiknya’ safa dari ipeh dan iqbal? 🙂

    2. http://www./ says:

      I think it is also odd that the she has a lot of reflected light on her face, I guess from the canvas. This seems unrealistic given her position. To add the reflected light as if she were in front of the canvas, but position her in this way seems more like a mistake in perspective. If her face were not as well lit as the man's I think the disinterested woman idea would be more believable…at least for me.

Leave a Reply to ipeh Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.