Triandika Weblog Rotating Header Image

Skenario Stonehenge

Perjalanan kami kali ini adalah mengunjungi kembali kota London. Kami harus ke KBRI untuk mengurus pembuatan passport Aidan.  Tapi mengingat Safa masih libur sekolah, kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke kota lain selain London. Kami memilih Oxford, Salisbury dan Cardiff untuk dimasukkan dalam itinerary perjalanan kami. Ini adalah sepenggal kisah kami di Kota Salisbury, kota dimana batu-batu ‘Stonehenge’ berdiri tegak.

Hari minggu tanggal 26 juli 2015 dari Victoria Coach Station London kami naik Bis National Express menuju Salisbury. Bis melaju pukul 11.30 dan tiba di Salisbury jam 14.30. Selama perjalanan dari London hingga Salisbury bis kami diguyur hujan. Meski demikian, Alhamdulillah kami tiba di tujuan dengan selamat.

Dari pemberhentian Bis National Express, kami berjalan kaki menuju stasiun kereta Salisbury. Berbekal google map kami menyusuri kota kecil Salisbury (padahal cuma nyari stasiun, gak nyusur sekota..hehe). Rencananya begitu sampai di stasiun kami akan hop on tour bus ke Stonehenge jam 3 sore, ternyata driver tour busnya bilang kalo hari ini Stonehenge gak beroperasi karena lagi ‘no power’, mungkin semacam gangguan jaringan listrik. Sempat kecewa karena kami sengaja mampir ke Salisbury dalam rute perjalanan menuju Cardiff demi melihat batu Stonehenge. Tapi manusia hanya bisa berencana, Allah jua yang menentukan.

Sambil menunggu kereta menuju Cardiff jam 18.28, kami duduk di peron stasiun. Mas Trian jalan-jalan dulu cari point of interest lain yang masih memungkinkan untuk kami kunjungi. Hanya satu point of interest di dekat stasiun, yaitu cathedral. Agak males juga keluar lagi dari stasiun, karena selain hujan, tempat wisata terdekat ‘hanya’ cathedral. Akhirnya kami memilih duduk saja di peron stasiun sambil makan snack dan menunggu ilham mau ngapain lagi sampai kereta datang…hehe.

10 menit sebelum jarum pendek hinggap di pukul 4 sore, kami dikejutkan dengan kedatangan seorang bapak berseragam. “Do you still want to go to Stonehenge? It’s open now”.. Bapak petugas itu ternyata adalah driver tour bus stonehenge. Dia memberi tahu kalau Stonehenge sudah buka lagi, the power is back..hihi. Masha Allah, rencana Allah memang diluar dugaan manusia.. “Alhamdulillah masih dikasih kesempatan melihat stonehenge”, batin kami.

bus tour stonehenge

Bis menuju stonehenge berangkat jam 4 sore (rencananya kami naik bus jam 3). Waktu tempuh menuju monumen adalah 30 menit. Biaya perjalanan pulang pergi sekaligus tiket masuk menuju stonehenge adalah £27 untuk adult dan Safa karena masih 5 tahun ticketnya gratis, jadi total biaya adalah £54. Oya, harga tersebut sudah termasuk tiket masuk ke Old Sarum. Sesampainya di pemberhentian tour bus, kami lalu berjalan menuju visitor centre dan mengambil 2 buah audio tour berbahasa inggris. Setelah itu kami berjalan ke jalur antrian untuk naik shuttle bus yang akan mengantarkan kami menuju monumen. Jarak dari visitor centre ke monumen adalah sekitar 2 km. Alhamdulillah cuaca kembali cerah seakan akan langit tahu kami sudah tiba di stonehenge.. Terimakasih ya Allah.

Stonehenge adalah monumen batu-batu raksasa yang terletak di Wiltshire, 13 km dari Salisbury, UK. Monumen ini berbentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 90 meter. Teori tentang asal muasal batu, cara mengangkutnya serta tujuan didirikannya masih dalam perdebatan hingga sekarang.

IMG_20150726_165741

IMG_2039

Bagi kami Stonehenge adalah pemandangan yang menakjubkan karena dengan menyaksikannya kami jadi berkhayal tentang bagaimana kehidupan manusia pada zaman sebelum masehi. Bagaimana caranya mereka bisa meletakkan batu yang beratnya hampir 2 ton itu di atas batu yang berdiri. Yang menarik lagi adalah pemandangan di sekelilingnya yaitu hamparan padang hijau yang luas dan rapi. Banyak turis yang datang saat itu. Kebanyakan berasal dari China.

IMG_2031

Kami hanya punya waktu sampai jam 17.30 untuk melihat monumen Stonehenge karena bis yang akan kembali ke Salisbury depart jam 17.43. Tentu saja kami sudah memperkirakan waktu untuk kembali ke visitor centre lalu hunting souvenir di shop nya lalu menuju tour bus station.

fridge magnet

Bus sampai di stasiun kereta Salisbury pukul 18.14, agak mepet dengan jadwal kereta kami menuju Cardiff yaitu jam 18.28. Tapi lebih mepet lagi untuk turis india sekeluarga yang jadwal keretanya adalah jam 18.20. Ditambah di bis dalam perjalanan pulang ada turis China yang ‘menghambat’ karena mengganggu supir dengan bertanya-tanya kenapa kita gak ke Old Sarum. Padahal di brosur yang dikasih driver waktu kita bayar tiket sudah jelas tertulis jam per jam kunjungan ke Old Sarum, yang kita skip karena waktunya mepet. Salahnya driver juga sih gak ngasih info ke penumpang kalo bis sudah sampai di Old Sarum waktu itu. Bagi anda yang akan berjalan-jalan ke Salisbury (Stonehenge – Old Sarum – Cathedral) dengan menggunakan tour bus, perhatikan rute dan timetable bus. Jangan sampai objek yang ingin anda kunjungi terlewat karena terlalu mengandalkan informasi dari supir bus seperti turis china diatas.

Jam 18.28 waktu Salisbury, kereta menuju Cardiff tiba. Kami duduk di kursi yang sudah dipesan dengan rasa syukur dan hati gembira. Bagaimana tidak? Berawal dari kekecewaan karena tragedi ‘no power’ kemudian 10 menit sebelum bus berangkat kami dikabari kalo Stonehenge sudah beroperasi kembali, lalu sesampainya di Stonehenge langit yang kelabu dan hujan berganti cerah dan hangat. Sesudah itu dalam ‘kemepetan’ waktu kami bisa sampai di stasiun tepat waktu. Ah skenario Allah begitu indah bukan? Alhamdulillah..

Mengurus Sekolah Anak di Aberdeen

Sehari setelah tiba di Aberdeen, kami berjalan-jalan di sekitar rumah untuk mencari bahan makanan sekaligus survey calon sekolah Safa, putri pertama kami yang usianya 4 tahun 9 bulan saat itu. Sekitar 400 meter dari rumah atau sekitar 8 menit jalan kaki, kami menemukan satu sekolah di jalan Dill Road, River Bank School namanya. Sepulang membeli makanan di Nisa Local, kami beranjak ke Riverbank School dan bertanya seputar pendaftaran murid baru di kantornya. Kami diberi formulir pendaftaran “Schools Placing Request” yang harus diisi lalu dikirim ke Aberdeen City Council. Formulir ini gratis dan dapat diunduh juga di website City Council.

Riverbank school

Selesai makan malam kami baca dengan seksama formulir yang diberikan oleh staf di Riverbank School siang tadi. Formulir terdiri dari enam halaman. School Replacing Request (SPR) Form 2 halaman, SPR 1, SPR 2, SPR 3 dan SPR 4 yang masing-masing 1 halaman. Sempat pusing juga dengan maksud dari masing-masing formulir ini. Namun setelah dilihat di websitenya perbedaan angka di Form SPR tersebut menunjukkan prioritas kita dalam memilih sekolah anak. SPR 1 adalah formulir pendaftaran sekolah yang berlokasi di zona tempat tinggal kita. SPR 2 adalah formulir pendaftaran dimana kakak/saudara dari calon siswa juga terdaftar sebagai siswa di sekolah tujuan, SPR 3 adalah formulir pendaftaran dimana calon siswa berada dalam asuhan ‘childminder’, SPR 4 adalah formulir pendaftaran untuk alasan prioritas diluar yang disebutkan di SPR 1, 2 dan 3.

Mengingat prioritas kami adalah mendaftarkan anak ke sekolah yang berada dalam satu zona dengan tempat tinggal maka kami mengisi form SPR dan SPR 1. Setelah diisi dengan lengkap, lalu kami mengirimnya ke council melalui email ke schoolplacings@aberdeencity.gov.uk pada tanggal 14 September 2014. Tak lama berselang, sekitar seminggu setelah kami mengirim email, kami mendapat surat balasan dari council. Keputusan untuk ‘school placing request’ Safa akan keluar dalam waktu 2 bulan sejak aplikasi diterima. Wah ternyata cukup lama ya dapat izin dari council untuk sekolah. Tapi kami santai saja karena Safa juga masih ‘kecil’, masih bisa belajar secara informal di rumah sambil adaptasi dengan lingkungan yang serba baru. Kami pun tentu masih dalam proses yang sama dengan Safa.

Rabu, 24 September 2014 kami menerima surat dari Riverbank School yang isinya menyatakan bahwa Safa diterima di sekolah tersebut dan kami diminta datang hari Jum’at tanggal 26 September. Alhamdulillah tidak sampai 2 bulan kami harus menunggu.  Hari Jum’at jam 9 pagi kami datang ke Riverbank School dan bertemu dengan Mrs. Sunley, Depute Head Teacher. Dengan ramah dia menyambut saya dan Safa. Dia memberikan informasi kepada kami seputar seragam sekolah, jam masuk dan pulang sekolah, ruang kelas dan guru Safa. Sekolah Dasar dan Menengah (Primary dan Secondary) di Scotland tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis tis tis. Tidak hanya untuk pribumi tapi untuk setiap anak-anak yang tinggal di Scotland, termasuk Aberdeen.

Di Riverbank School, siswa tidak diwajibkan membeli seragam sekolah, yang penting pakai t-shirt putih atau hijau (warna putih lumrah di setiap sekolah primary di Aberdeen sedangkan hijau tergantung ciri khas sekolah masing-masing) serta membawa sepatu khusus (biasanya berwarna hitam, sol karet) untuk dipakai di ruang kelas. Bahkan kami perhatikan ada beberapa siswa yang pakai baju bebas. Kami sendiri membeli t-shirt putih dan cardigan hijau berlogo Riverbank di office. T-shirt, rok dan celana seragam sekolah anak dapat dibeli di beberapa store besar di Aberdeen, seperti Sainsburry (Tu clothing), ASDA (George Clothing), M&S, John Lewis, Tesco (F&F) dengan harga yang bervariasi.

Hari pertama sekolah

Mrs. Sunley mengizinkan Safa untuk sekolah pada hari itu juga tapi kami meminta untuk masuk sekolah hari Senin. Alhamdulillah Senin tanggal 29 September 2014 Safa resmi menjadi siswa kelas Primary 1/2 di Riverbank School. Jadi lama proses pendaftaran sekolah Safa dari aplikasi SPR form ke council hingga Safa masuk sekolah hari pertama adalah 15 hari, cukup singkat bukan? Sekali lagi Alhamdulillah.

Berikut adalah beberapa foto di album ‘Sekolah Safa’ :

Kelas P 1/2

dinding penuh gambar

Sports DayHomework

 

Membuat Akta Lahir dan Paspor Bayi di UK

Sudah sewajarnya bahwa setiap kelahiran pasti dibuatkan akta kelahiran sebagai bukti bahwa sang anak terdaftar di negara. Oleh karena Aidan lahir di Aberdeen, maka Aidan harus terdaftar sebagai anak yang lahir di United Kingdom.

Sangat tidak sulit mendaftarkan Aidan untuk mendapat akta lahir (Birth Certificate), cukup datang ke City Council (semacam kantor pemerintahan) Aberdeen, namanya Marischal College. Kemudian daftar loket, terus menunggu dipanggil untuk pendaftaran anak lahir. Prosesnya cepat, karena proses verifikasi surat dari rumah sakit, mengisi form hingga mencetak akta dilakukan di depan kita. Dokumen lain sebagai back up, paspor orang tua. Prosesnya dari dipanggil sampai dapat akta tidak lebih dari 30 menit! Sangat efisien.

Marischal College, Aberdeen

Terdapat dua jenis Birth Certificate,  mereka menyebutnya small dan big. Small adalah yang hanya mencantumkan identitas anak (tempat lahir, tanggal, dsb) sedangkan Big mencantumkan juga nama orang tua nya. Untuk mendapatkan small tidak dipungut biaya, tapi untuk big dikenakan £10. Bentuk birth certificate sangat sederhana, tapi tetap menggunakan kertas latar belakang khusus.

Kita sebaiknya mempunyai small dan Big, apalagi versi Big tersebut yang laku di Indonesia maupun di KBRI untuk pengurusan paspor. Mungkin tidak perlu heran mengapa terdapat pembedaan seperti itu mengingat pernikahan bukan hal yang ‘wajib’ disini, maka nama orang tua nya pun menjadi ‘tidak terlalu penting’.

Berikutnya adalah mendapatkan paspor Indonesia. Di UK semua harus dilakukan dengan datang sendiri ke KBRI di London. Ada yang bilang bahwa tidak perlu datang bersama bayi nya (mengingat Aidan saat itu kurang dari 30 hari), tapi daripada resiko (plus alasan jalan-jalan hehe), kami serombongan ke London juga. Dan juga karena kami akan pulang September 2015, maka sebaiknya segera mendapat paspor untuk mempermudah keimigrasian.

Dan ternyata memang sangat tidak salah untuk membawa bayi, karena ada form yang harus di cap jempol oleh yang bersangkutan alias bayi tersebut. Syarat ini cap jempol ini memang tidak secara jelas ada di website. Jika masih-masih ragu-ragu dan memang sebaiknya telepon KBRI dulu untuk kepastian nya.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah (semua asli dibawa dan fotocopy diserahkan):

1. Birth certificate (versi big)

2. Paspor orang tua

3. Surat nikah orang tua, sebagai back up Kartu Keluarga

4.  Photo background putih 4 lembar, meskipun yang terpakai 2 sehingga dikembalikan 2. Lebih aman photo di sebuah apotek dekat KBRI, dekat US Embassy juga. Biaya £6 untuk 6 lembar photo, sudah sangat familiar dengan kebutuhan KBRI (hampir 100% diterima).

5. Lapor diri (nah, untuk yang ini harus tahu nomor lapor diri nya. Agak tricky karena bayi belum punya paspor sedangkan lapor diri perlu paspor. Solusinya adalah lapor diri offline di KBRI.

6. Membayar biaya £20 saat pengambilan, yakni hari ketujuh dari dokumen masuk yang lengkap. Jika dikirimkan via pos, maka harus menyerahkan postal address (semacam wesel uang) yang ditujukan ke Indonesian Embassy sebesar £20. Postal Address ini bisa dibeli di Post Office di dekat KBRI London. Dan karena akan dikirim, maka perlu juga membeli registered envelope yakni amplop yang akan digunakan untuk mengirim balik semua dokumen ke alamat kita). Harga envelope nya £7.25 (A4) dibeli juga di post offfice.

Karena Akta yang didapat dari Aberdeen City Council ‘tidak laku’ di Indonesia, maka perlu mendaftarkan akta kelahiran Indonesia di KBRI. Dengan menambah syarat pengisian form akta (jangan lupa ada form akta terpisah) dan biaya £10 yang dibayarkan saat pengambilan akta. Jadi total postal address yang harus diberikan adalah £30, dimana dibeli dengan harga £33.75. Total dengan registered envelope £41.

Jika memang mengagendakan ke London dan sekitarnya selama 7 malam, maka anda tidak perlu membayar tambahan £11, cukup gesek debit card £30 saat pengambilan. Jika hampir-hampir, coba nego dengan KBRI apa bisa diambil lebih cepat, demi £11 itu. 😀

Lalu jadinya seperti apa? Paspor sudah menggunakan buku paspor baru dengan cover tidak sepenuhnya hijau, dan halaman paspor yang penuh warna icon-icon Indonesia, misal ada komodo, gunung bromo dll. Jadi lebih menarik sekaligus mempromosikan Indonesia ketika mengajukan visa dan masuk ke negara lain.

Sedangkan akta kelahiran, sangat berbeda dengan versi akta yang terbit di Indonesia. Akta kelahiran versi KBRI London ini sangat detail, ada identitas orang tua, tanggal lahir, alamat di UK, bahkan status orang tua. Hmm.. agak gimana juga kalau status kami (mahasiswa dan ibu rumah tangga) saat ini terbawa-bawa di akta Aidan selama hidupnya. Plus warna kertasnya biru, dimana jika di copy kemungkinan akan sedikit buram.

Versi Indonesia yang  cukup nama orang tua lebih simple dengan kertas cerah tampaknya harus tetap dibuat, sekalian nanti memperbarui Kartu Keluarga juga. Well, jika buat koleksi dan cerita nantinya.. tidak apalah punya akta kelahiran yang dikeluarkan resmi oleh KBRI di London. 🙂

Cerita Hamil dan Melahirkan di Aberdeen

Cerita ini saya bagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama berjudul “Hamil dan Pemeriksaan Rutin”, bagian kedua berjudul “Saat Melahirkan Tiba” dan bagian ketiga berjudul “Senangnya Punya Health Visitor”. Tulisan ini saya tujukan untuk teman-teman yang diberi anugerah kehamilan di Aberdeen, semoga cerita pengalaman ini bisa bermanfaat. Dan juga untuk Aidan, mujahid yang saya cintai. “Bunda yakin kisah ini kelak akan sampai padamu, Nak.”

Bagian pertama : Hamil dan Pemeriksaan Rutin

7 September 2014 pukul 12 siang adalah hari pertama kami di Aberdeen. Dingin, itulah kesan pertama saya ketika datang. Jelas saja saat itu di Aberdeen sedang musim gugur. Dijemput oleh seorang teman, kami lalu meluncur ke flat yang akan menjadi rumah kami selama setahun. Keesokan harinya secara bertahap kami mulai menjalani aktivitas rutin.

27 September 2014 adalah hari pertama saya haid dan ternyata itu menjadi haid yang terakhir karena di bulan Oktober tamu bulanan itu tidak muncul lagi. Test Pack menunjukkan 2 garis merah. Alhamdulillah saya positif hamil. Saya lalu menelepon GP dan memberitahu bahwa saya terlambat datang bulan. Mereka kemudian membuat jadwal pertemuan saya dengan midwife. Oya untuk membuat appointment pastikan sebelumnya kita (dan keluarga) sudah terdaftar di GP. Kami sendiri daftar ke Woodside Medical Centre (GP yang paling dekat dari rumah) sekitar seminggu setelah tiba di Aberdeen.

1 Desember 2014 awal jumpa dengan midwife di GP. Sarah Humphrey namanya. Sarah mewawancarai saya dengan beberapa pertanyaan seputar data diri dan keluarga serta riwayat kehamilan sebelumnya. Usia kandungan saya saat itu berdasarkan perhitungannya adalah 9w 1d. Usai wawancara saya dibekali buku panduan kehamilan “Ready, Steady, Baby” dan semacam buku medical record pre dan post natal yang memuat segala record kesehatan saya selama hamil dan melahirkan. Tak lupa Sarah menuliskan jadwal saya ke GP untuk konsultasi dengan midwife serta kapan saya harus ke Aberdeen Maternity Hospital untuk scan (USG).

ready steady baby

15 Desember 2014 adalah appointment kedua saya dengan Sarah. Darah dan urin saya diperiksa. Parameter yang diperiksa adalah Full Blood Count, Virology, HBa1C, HIV, Rubella, Sifilis, Hep-B, Sickle Cell Anaemia, Thalassemia dan pH urin. Ternyata yang diperiksa cukup banyak ya. Hasil tes darah tidak diserahkan kepada pasien, jadi pasien hanya akan dihubungi jika ada yang ganjil dengan hasilnya. Saya sendiri sempat dihubungi satu kali karena Hb saya rendah pada pemeriksaan darah ketiga di rumah sakit. Sejak saat itu setiap pertemuan dengan midwife, saya diminta untuk mengumpulkan urin untuk diperiksa pH nya. Terhitung sejak 1 Desember hingga melahirkan, total pertemuan saya dengan midwife hanya 7 kali. Alhamdulillah selama kehamilan ini saya sehat dan tidak sampai ‘ngidam’, bahkan masih bisa keliling 9 negara Eropa ketika usia kandungan 28 minggu. Alhamdulillah..

6 Januari 2015 adalah jadwal scanning pertama di Aberdeen Maternity Hospital. Scanning dilakukan oleh sonographer di lantai pertama lalu hasilnya kami bawa ke lantai kedua untuk dikonsultasikan dengan dokter spesialis kandungan. Berbeda dengan di Indonesia dimana scan dan konsultasi hasil, keduanya dilakukan oleh obgyn. NHS (National Health Service) UK umumnya hanya menganjurkan scanning sebanyak 2 kali yaitu pada saat usia 10-12 minggu dan 20 minggu. Namun mengingat saya mempunyai riwayat keguguran di kehamilan kedua maka saya dianjurkan dokter untuk scan 4 kali yaitu pada usia 15, 25, 30 dan 36 minggu. Mengapa dianjurkan? Karena disini pasien berhak memilih untuk tidak di-scanning. Oya, peraturan di Aberdeen Maternity Hospital adalah pasien dilarang menanyakan jenis kelamin janin saat di-scanning. Jadi kalau penasaran ingin tahu jenis kelamin calon bayi, maka kita bisa scanning di private clinic yang tentunya berbayar. Entah apa dasar dari peraturan ini, padahal rumah sakit di Glasgow saja masih membolehkan, padahal sama-sama di Scotland. Karena jenis kelamin janin masih rahasia maka saya dan Mas Trian menyiapkan 2 nama untuk bayi laki-laki dan perempuan. Dan kami sepakat kalau nama bayi kami nanti baik laki-laki atau perempuan harus mengandung unsur Scottish..hehe.

hospital

29 Juni 2015 adalah due date saya berdasarkan perhitungan midwife dengan siklus 28 hari. Sarah sudah membuatkan appointment lagi tanggal 30 Juni jika due date saya lewat. Benar saja saya harus bertemu Sarah lagi karena hingga tanggal 30 Juni pagi kontraksi belum terasa. Saya ditawari untuk di sweep yaitu pemeriksaan internal dimana midwife akan memasukkan jarinya ke dalam servik, dengan begitu membran kantung bayi akan terpisah dengan servik. Pemisahan ini akan menghasilkan hormon prostaglandin yang akan memicu kontraksi. Saya pikir daripada menunggu hingga minggu ke 42, lebih baik saya terima saja tawarannya, toh aman juga kan.

Bagian kedua : Saat Melahirkan Tiba

Tanggal 1 Juli 2015 bertepatan dengan 14 Ramadhan 1436 H sekitar pukul 1 dini hari, ketuban saya ‘rembes’. Oh mungkin ini adalah reaksi setelah kemarin midwife melakukan pemeriksaan internal. Saya duduk di lantai menunggu kontraksi datang sambil menemani Mas Trian sahur. Tapi hingga subuh (sekitar jam 2) tidak ada kontraksi sama sekali. Akhirnya saya berganti pakaian, berwudhu dan sholat berjamaah dengan Mas Trian.

Usai sholat subuh saya coba berbaring, mengumpulkan tenaga untuk melahirkan yang mungkin saja terjadi hari itu. Namun meski mata terpejam, saya tetap tidak bisa tidur. Kontraksi lalu muncul jam 4 pagi, rutin tiap 3 menit sekali. Saya biarkan Mas Trian tidur karena dia belum sempat tidur sejak isya dan tarawih. Puasa di musim summer membuat pola tidur kami berubah. Jam 5 saya bangunkan Mas Trian dan memberitahunya kalau kontraksi sudah mulai rutin dan saya rasa sebaiknya kami ke hospital jam 6 nanti.

Mas Trian menelepon Labour Ward Aberdeen Maternity Hospital dan menceritakan kondisi saya. Mereka bertanya berapa menit sekali saya kontraksi, berapa lama, apa saya masih bisa menahan rasa nyeri. Mungkin jika masih bisa tahan atau kontraksi masih lemah saya belum diizinkan ke rumah sakit. Tapi mengingat saya sudah pecah ketuban sejak semalam dan kontraksi mulai rutin 3 menit sekali, akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya untuk datang.

Jam 6 pagi taksi datang. Kami antar Safa terlebih dahulu ke rumah Mbak Lita, salah seorang teman sekaligus tetangga di Aberdeen. Sudah sejak lama kami memberi tahu Safa kalau bunda nanti melahirkan, Safa akan diantar jemput sekolah oleh Mbak Lita dan menginap di flatnya. Kebetulan anak-anaknya memang akrab dengan Safa, sehingga kami tidak terlalu khawatir dengan proses adaptasi Safa selama menginap disana.

Setelah mengantar Safa, taksi membawa kami ke rumah sakit. Begitu tiba di rumah sakit, kami diantar langsung ke ruang bersalin oleh seorang midwife jaga. Dia mewawancarai saya seperti mereka mewawancarai Mas Trian. Lalu dia memeriksa tekanan darah dan suhu badan saya serta denyut jantung janin. Dia kemudian mengatakan bahwa sebentar lagi ada pergantian bidan jaga. Saya akan diperiksa lebih lanjut oleh Amanda, midwife yang bertugas pada shift berikutnya.

Jam 8 pagi, Amanda dan salah seorang Midwife student dari RGU (Robert Gordon University) memeriksa saya. Seperti biasa mereka memeriksa tekanan darah, suhu badan dan juga denyut jantung janin. Saya bertanya kapan pemeriksaan internal dilakukan, maksudnya periksa ‘pembukaan’. Karena biasanya di Indonesia bidan akan memeriksa status ‘pembukaan’ tiap beberapa jam sekali. Amanda kemudian memeriksa status pembukaan saya. Masih bukaan 1 jawabnya. Arrggh, padahal sudah nyeri tapi masih bukaan satu. Rasa sakit makin bertambah setelah Amanda mengatakan bahwa pemeriksaan berikutnya 4 jam lagi. Tapi saya tidak diminta pulang. Saya diizinkan tinggal dan menggunakan berbagai fasilitas di ruang bersalin. Saya pilih birthing Ball karena katanya duduk sambil bergoyang-goyang di birthing ball membantu mempercepat proses persalinan.

Waktu terasa begitu lambat. Setiap jam midwife student memeriksa kondisi saya dan janin. Sampai suatu saat saya merasa begitu sakit lalu meminta gas and air sebagai pain killer. Agak asing memang karena dua kali pengalaman melahirkan di Indonesia saya tidak pernah diberi pain killer. Dengan teratur saya lakukan inhale dan exhale dengan bantuan selang gas and air sambil perlahan melafazkan takbir. Ternyata gas and air ini hanya mampu mengurangi rasa sakit beberapa menit saja. Lalu saya pindah ke tempat tidur dan berharap dengan posisi berbaring rasa sakit akan berkurang. Tapi justru berbaring membuat saya lebih sakit dan keinginan untuk mengejan semakin kuat. Saya belum berani mengejan mengingat pemeriksaan pembukaan yang kedua belum dilakukan. Takutnya alih-alih mengejan, perineum saya malah sobek atau kepala janin belum turun. Tapi keinginan mengejan sudah tidak bisa ditahan lagi. Saya lantas mengambil posisi kneeling atau berlutut di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepala dan tangan saya ke bantal. Posisi melahirkan ini adalah hasil konsultasi saya dengan midwife community selama hamil.

Midwife student yang melihat saya sudah mengambil posisi kneeling segera memanggil Amanda. Mereka kemudian bergegas menyiapkan segala perlengkapan melahirkan. Tanpa pemeriksaan status pembukaan yang kedua saya langsung mengejan begitu kontraksi tiba. Mas Trian mengusap punggung saya perlahan. Entah berapa kali saya sudah mengejan tapi kepala bayi belum mau keluar. Durasi kontraksi begitu singkat sehingga meski kontraksi telah usai, nafas saya untuk mengejan masih bersisa. “Listen to your body, Dika”, tiba-tiba Amanda mengingatkan, membuat saya tersadar bahwa melahirkan adalah komunikasi antara wanita dengan tubuhnya, hanya ia yang tahu kapan saat yang tepat untuk mengejan dan kapan berhenti. Saya tatap mata Mas Trian lalu meminta maaf. Bagi saya melahirkan selalu menjadi momen yang sangat emosional. Dan saya bahagia karena setiap momen itu Mas Trian selalu ada di samping saya.

Untuk kontraksi yang kesekian kalinya saya menarik nafas dalam lalu mengejan dengan kuat hingga lahirlah bayi kami ke dunia pada pukul 10.41 BST (British Summer Time). “Alhamdulillah, laki-laki Bunda”, ucap Mas Trian. Air mengalir pelan dari sudut mata sendunya. Dia bahagia. Begitu pun saya.  Terimakasih ya Allah, telah menghadirkan Aidan, bayi laki-laki mungil di tengah keluarga kami. Aidan Shifanan Asmoro, itulah nama yang kami pilih jika yang lahir adalah bayi laki-laki.

IMG_20150701_114417

Seperti prosedur rumah sakit pada umumnya, bayi yang baru saja lahir diperiksa nilai APGAR nya lalu dibersihkan secukupnya kemudian diletakkan di atas perut ibunya untuk IMD dan juga menjaganya agar tetap hangat. Selama Aidan IMD, Amanda menjahit perineum saya yang robek derajat 2. Gas and air saya gunakan untuk mengurangi rasa sakit meski sebelum dijahit saya sudah mendapat bius lokal. Selesai dijahit, Aidan kemudian ditimbang beratnya dan diukur panjangnya. Hasilnya berat 3,340 kg dan panjang 53 cm.

aidan

Sekitar 1 jam pasca melahirkan saya berjalan ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri dan berganti pakaian. Masih di ruang bersalin Aidan dibersihkan kembali dan dipakaikan baju oleh midwife student. Setelah bersih baru Mas Trian mengadzaninya.

Jam 2 siang, dua dokter anak datang ke ruang bersalin untuk memberi Aidan vitamin K dan imunisasi BCG. Amanda mengatakan bahwa dokter anak yang lain akan datang lagi sekitar jam 5 sore untuk memeriksa status kesehatan Aidan. Sambil menunggu, saya gunakan waktu untuk beristirahat dan memberi kabar kelahiran Aidan kepada keluarga dan teman-teman. Jam 5 sore seorang dokter keturunan India datang dan memeriksa kondisi Aidan. Semua terlihat normal katanya sehingga saya dan Aidan diperbolehkan untuk pulang. Saya dan Mas Trian cukup kaget karena kami sudah mempersiapkan diri untuk menginap di rumah sakit namun ternyata cukup 12 jam saja kami di rumah sakit. Saya bersyukur bisa pulang karena tidak perlu berpisah dengan Mas Trian dan bisa bertemu lagi dengan Safa setelah melahirkan. Peraturan di Aberdeen Maternity Hospital adalah pasien tidak boleh ditunggui hingga lewat malam, meski tamu itu adalah suami sendiri.

Sebelum pulang, Amanda memberi kami beberapa dokumen penting, diantaranya adalah dokumen untuk aplikasi birth register ke city council dan dokumen Transfer of Care from Hospital to Community yang berisi rekam medik saya dan Aidan selama proses melahirkan. Setelah serah terima dokumen tak lupa kami berfoto bersama Amanda serta midwife student yang begitu sabar dan gesit membantu saya melahirkan. Thanks a lot, Amanda.

bunda ayah

Bagian ketiga : Senangnya Punya Health Visitor

“Jangan keluar rumah dulu sebelum 40 hari ya. Kaki jangan ditekuk, harus selonjor. Kaki jangan gantung.”, nasehat ibu mertua saya di ujung telepon. “Mas Trian tolong bilang ke Dika jangan banyak kerja dulu. Kelihatannya aja Dika sehat tapi ‘dalamnya’ masih luka”, kalau ini nasehat ibu saya pada Mas Trian. Ya begitulah orang tua, meski bahagia mereka tentu khawatir dengan anaknya yang melahirkan di luar negeri, jauh dari keluarga besar mereka di Indonesia. Saya pun sempat khawatir  dan bertanya pada diri sendiri ‘apakah saya mampu?’. Tapi melihat pengalaman teman-teman yang hamil dan melahirkan di luar negeri, saya menjadi yakin kalau saya insya Allah bisa menjalaninya. Alhamdulillah Mas Trian juga tinggal menulis tesis dan tidak ada jadwal kuliah rutin jadi bisa optimal membantu pekerjaan rumah tangga. Safa juga terlihat senang dengan kehadiran Aidan. Dia belajar menenangkan adiknya ketika menangis, bernyanyi dan menciumnya setiap saat. Meski tetap saja saya harus menyiapkan banyak ide permainan untuk Safa, mengingat saat itu dia masih libur sekolah.

aidan safa

2 Juli adalah kunjungan pertama midwife ke rumah kami. Di Scotlandia (atau mungkin juga di seluruh UK), dalam rentang 10 hari pasca melahirkan, midwife akan datang ke rumah untuk memeriksa kesehatan ibu dan bayi. Midwife mengukur berat badan Aidan dan mewawancarai saya seputar nifas, breastfeeding, frekuensi ganti popok dan lain-lain. Selama 10 hari, midwife datang berkunjung sebanyak 4 kali. Setelah itu giliran Health Visitor (HV) yang bertugas memantau perkembangan saya dan Aidan. HV bertugas untuk mensupport dan mengedukasi keluarga pasca kelahiran sampai 5 tahun usia anak.

Health Visitor kami bernama Sheena Wilson. Dia ramah dan informatif. Dia menjelaskan tentang tugasnya kepada kami. Dari ceritanya saya jadi tahu bahwa HV sebenarnya adalah nurse atau midwife  yang telah menjalani program training ‘health nursing/health visiting’. Sheena sendiri sudah 6 tahun bekerja sebagai midwife community dan beberapa tahun bekerja di rumah sakit sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi health visitor. Alasannya adalah midwife community hanya memantau pasien selama hamil dan melahirkan, sedangkan HV bertugas memantau pasien beserta keluarganya selama 5 tahun. Kami senang sekali setiap Sheena datang karena itu artinya kami jadi tahu berat badan Aidan terbaru ..hehe. Dan setiap ada permasalahan dengan perkembangan kesehatan Aidan kami punya partner ahli untuk sharing. Andai saja setiap keluarga di Indonesia memiliki HV tentu masalah-masalah seputar pengasuhan anak sedikit demi sedikit dapat teratasi. Mudah-mudahan saja, suatu saat nanti di Indonesia.

aidan 2

Hi world from our son

IMG_1751

Hi world, my parent gave me a name, Aidan Shifanan Asmoro. Aidan means little fire, courage. It is a Scottish name, a land where I took my first breath. Shifanan means curing or healing. It is an Arabic name reflecting my bond to the universality of Islam. Asmoro is my father’s name, a Javanese name meaning love. Wherever I live, I must bring my own character and attitude from where my blood is originally from.

Aidan Shifanan Asmoro, courage for curing and healing using my own character and love. Name is a hope (and a prayer) of a parent, and ASA means hope in Bahasa Indonesia as Indonesia is my forever homeland. May Allah SWT always guide me in this world, Amin.

Aberdeen, 1 July 2015 at 10.41 BST.

Weight 3,340 gr, Height 53 Cm.