Triandika Weblog Rotating Header Image

Oversea

Petualangan Ke Selatan New Zealand

Petualangan kami kali ini diberi judul #1615milesadventure #Newzealandsouthisland. Titik nol perjalanan ini adalah kota Christchurch (CHC). Jam 9 pagi kami dijemput Sally ke hotel di airport CHC tempat kami menginap. Kepadanya kami menyewa campervan selama 3 hari. Sally membawa kami ke rumahnya, memberi info yang penting tentang campervan-nya, lalu mengantar kami ke grocery untuk membeli keperluan selama perjalanan. Setelah semua siap, petualangan pun dimulai.

Day 1

Kota pertama yang dituju adalah Timaru. Disini kami hanya ‘numpang’ makan siang, sholat, dan bermain sejenak di playground Caroline Bay Timaru, sementara pak supir istirahat sebentar di van. Bermain memang penting untuk menjaga mood anak2, apa lagi perjalanan panjang.

Dari Timaru lalu ke Geraldine. Kami menginap di Farmyard Holiday Park Geraldine, semacam park site untuk campervan. Di park site, yang tersebar hampir di setiap kota di NZ, campervan dicharge agar aneka peralatan listrik tetap berfungsi. Lalu dimana tidurnya? Ya di van..hehe. Tapi mereka juga menyediakan kabin/self contained room bagi mereka yangg memakai mobil. Fasilitas lain di park site : toilet, kamar mandi, dapur (beserta alat masak dan bersih2), laundry, community room, dan playground tentu saja.

Safa dan Aidan 🙂

Oya, kami juga sempat mengunjungi Geraldine Observatory yg kami booking via email saat masih di indo. Observatory ini dirunning oleh fotografer berusia 78 tahun yg sgt antusias dg dunia astronomi, Peter Aldous namanya, seorang amateur astronomer. Dua jam lebih dia berceramah ttg temuannya dan info terbaru ttg astronomi. Sayangnya kala itu turun hujan, kami gagal stargazing pakai teleskopnya. Di TripAdvisor, observatory ini dapet 5 bintang loh. Rekomended bagi mereka yg interest dg dunia luar angkasa. Tapi berdoa saja langit cerah saat berkunjung.

Kami kembali ke park site, sholat lalu tidur di Van di tengah guyuran hujan. Suhu saat itu sekitar 2 derajat, feels like -1 derajat. Brrrrr…

Day 2

Petualangan hari kedua diawali dengan masak sarapan pertama di Campervan..yeay. Menunya apa? Nasi goreng, telur dadar, sereal..haha biasa banget ya. Seusai sarapan dan beres2, van melaju ke @barkersofgeraldine, store aneka produk selai dan sirup homemade yang cukup terkenal di Geraldine. Lalu kami juga mampir sebentar ke museum dekat Barker’s untuk lihat2 sejarah kota Geraldine. Perjalanan berlanjut menuju Lake Pukaki, waktu tempuh berdasarkan Gmap adalah 1 jam 52 menit. Pemandangan menuju Lake sungguh sangat indah, bukit berbukit dimana domba2 bertengger manis di hamparannya seperti kapas dari kejauhan, gunung-gunung menjulang dengan puncak putih tertutup salju, jalan yang berkelok namun lebar dan halus. Kapan van berhenti untuk foto pemandangan? Cari saja sign “lookout” dgn icon pohon dan meja, disana lah van/mobil aman untuk berhenti dan bisa foto2. Memang tidak boleh sembarangan berhenti di sepanjang jalan, tapi selama area parkir lebar dan traffic belakang aman, kami sering berhenti untuk berfoto.

Di tengah perjalanan menuju Lake Pukaki, salju turun. Sabana2 hijau yang terbentang menjadi putih tertutup salju. Maasya Allah.. indaaahh. Ada satu dua mobil/van yang melipir untuk foto2 sambil menantang guyuran salju. Tahu lah ya satunya itu siapa? haha..

Under light snow

Saat lagi santai-santai nya menikmati pemandangan dari dalam campervan (tetep pak supir harus tetap waspada), tiba-tiba dari kanan ada mobil polisi. Polisi meminta kami menepi. Deg deg deg, jantung berdegup kencang, aduh kenapa ya, rambu-rambu apa ya yang dilanggar. Jangan2 ini adalah hari akhir petualangan? Hiks.. sy tegang tapi yang megang setir mah santai wae. Polisi menyapa hangat, menanyakan tujuan, mencatat nomor plat, mengkonfirmasi nama pemilik van dan di catatan elektroniknya van yang kita sewa sudah ter’record’ bahwa pemiliknya adalah Sally. Wow.. keren juga. Kurang lebih dia bilang gini “Kalau bawa van lihat traffic di belakang, mas, kalau ada 2 mobil tertahan mbok ya geser kiri dikit napa biar yang di belakang bisa nyalip, mobil anjeun pan gede atuh lah.” Lalu ketegangan mencair ketika pak polisi itu bilang ‘oke sip’..haha. Alhamdulllah petualangan masih bisa dilanjutkan.

Sampai di Lake Pukaki, cuaca cerah tapi dingin berangin. Panorama Lake Pukaki, maasya Allah, membuat nafas tertahan, seakan-akan sedang memandang hamparan permata, warna airnya biru turquoise dan semakin berkilau saat terkena sapuan sinar mentari, berlatar gunung-gunung indah menjulang, salah satunya adalah Mount Cook, gunung tertinggi di New Zealand.

Lake Pukaki

Setelah foto2 dan makan siang (tetep masak di van), perjalanan berlanjut menuju Lake Tekapo. Di hari kedua van parkir menginap di Lake Tekapo Top 10 Holiday Park. Dan salju pun turun kembali..

Tekapo Park

Day 3

Hari ketiga, artinya van alias mobil es krim kalau kata Aidan, harus dikembalikan. Dengan rute yang sama kami menempuh 227 km menuju rumah Sally di CHC. Sebelum van dikembalikan, bensin harus diisi penuh. Kami mengisi bensin di Geraldine dan CHC. Dan ternyata harga bensin/diesel di NZ tidaklah sama antara satu kota dengan kota yang lain. Pembayaran bensin bisa pakai voucher diskon jika kita belanja di grocery tertentu, misalnya New World.

Van tiba di rumah Sally jam 15.30 waktu NZ. Sally tidak memeriksa kondisi peralatan di dalam van, karena katanya percaya aja semua pasti aman. Dia hanya periksa angka yang tertera di ban yang menunjukkan jumlah km yang kami tempuh selama 3 hari perjalanan. Percaya tidak percaya dari maksimal 200 km/hari yang ia syaratkan di awal perjanjian, kami hanya melenceng 2 km saja, jadi total perjalanan kami adalah 602 km, padahal 2 km itu karena kami melipir sebentar cari playground sambil masak makan siang..haha. Alhamdulillah.

Sally lalu mengantar kami ke kantor Omega Rental Cars. Hari-hari ke depan moda transportasi kami berubah, dari mobil eskrim jadi mobil matic. Jumlah hari pemakaian van dan mobil sudah dipertimbangkan jauhari sejak 1-2 bulan sebelum keberangkatan. Biasanya rental van minimal satu minggu dan bisa dikembalikan di kota yang berbeda tergantung vendornya. Artinya kalau start di CHC, kita bisa mengembalikan van di Queenstown. Alhamdullllah dapat rezeki nemu foto van nya Sally di salah satu website dan dia bersedia meminjamkan selama 3 hari tapi harus kembalikan lagi van ke rumahnya. Jadi sudah kebayang kan ya, setelah berganti moda transport, kami harus melalui rute yang sama untuk menuju kota-kota selatan NZ berikutnya. Ketemu lagi Geraldine-Tekapo-Pukaki..hehe.

Spot between Geraldine to Tekapo

Jam 16.30 mobil melaju menuju kota Omarama. Waktu tempuh perjalanan berdasarkan Gmap adalah sekitar 4 jam. Berhenti sejenak di dekat Geraldine untuk sholat dan menyiapkan fisik mental anak2 karena sekarang tidur harus sambil duduk di carseat. Perjalanan malam harus lebih waspada karena di jalur antar kota tidak tersedia lampu penerang jalan. Matahari perlahan tenggelam, domba-domba kembali ke peraduan, hanya tinggal kami beserta sorotan lampu mobil menerobos gelapnya malam dan gunung-gunung itu ah tetap saja menawan.

Day 4

Di kota Omarama, untuk pertama kalinya kami menginap di self contained cabin, semacam bangunan kecil dengan 4 beds atas bawah dan sebuah heater. Toilet terletak di luar, begitu juga dapur dan fasilitas umum lainnya. Subuh di Omarama, sama dinginnya dengan Geraldine dan Tekapo, meski tidak bersalju.

Hari keempat ini cukup padat karena ada 3 kota yang akan dikunjungi. Selepas subuh, rice cooker andalan mulai bekerja, mematangkan nasi, telur dadar dan opor udang. Sarapan berat ini mah..haha. Setelah sarapan, beres2, foto2, dan tentu saja main di playground, kami bergerak menuju Wanaka.

Perjalanan ke Wanaka akan melalui area yang bernama Lindis Pass, yaitu jalanan panjang tak berujung yang dikelilingi gunung tak berpohon. Gunung2 yang didominasi warna coklat muda itu hanya ditutupi tundra, seperti sekumpulan rumput-rumput liar yang saling menumpuk. Setelah satu setengah jam kami tiba di Puzzling World, salah satu tempat atraksi yang unik di wanaka. Isinya sih ada great maze, Illusion room, leaning tower dll. Disana mampir sebentar cuma untuk foto sama numpang ke toilet nya yang juga unik. Kalau ke maze bayar, kalau ke toilet mah gratis..haha. Dari puzzling world lalu ke kota untuk membeli makan siang dan menikmati ‘ngampar’ di depan Lake Wanaka sambil menghabiskan fish and chips, menu andalan saat beli makan diluar. Kala itu matahari terik tapi udara tetap saja dingin. Oya foto spot yang penting di wanaka selain lake tentunya adalah #thatwanakatree, yaitu pohon ‘kesepian’ yang tumbuh sendiri di bibir danau.

Dari Wanaka, perjalanan berlanjut menuju Arrowtown. Harusnya di Arrowtown bisa foto studio bergaya victoria, tapi sayang dia cuma buka pas summer. Jadi di arrowtown kami hanya istirahat sholat di Lake Hayes lalu berfoto bersama bebek2 menggemaskan.

Dari Lake Hayes, 30 menit perjalanan menuju Cromwell. Menginap di Cromwell Top 10 holiday park tapi di self contained room yang dilengkapi dapur dan heater yang handal. Saatnya chef beraksi dan pak supir ngasuh di playground..

Day 5

Hari kelima lebih santai karena jarak tempuh dua kota berikutnya agak panjang. Setelah beres2 dan sarapan, mampir ke Cromwell Heritage Precinct, tempat bangunan bersejarah di era gold rush tahun 1860 yang berlokasi di tepi Lake Dunstan. Beberapa bangunan masih digunakan untuk galeri seni dan juga cafe. Meski temanya adalah menikmati old town buildings, tapi ternyata lebih menarik foto-foto di tepi lakenya.

Dari sini lalu kami bertolak menuju kota paling selatan dalam rute kami yaitu Invercargill. 3 jam waktu tempuhnya menurut Gmap. Di Kota Invercargill sendiri tidak banyak spot menarik. Jadi aktivitas di kota ini hanya lah membeli makan siang, berburu souvenir dan foto di Victoria Railway Hotel yang berdiri sejak 1896.

Invercargill ini ternyata punya taman yang luas, berkonsep dan tertata dengan rapi, Queen’s Park namanya. Andai masih punya banyak waktu, ingin rasanya mengitari seluruh taman itu.

Setelah makan siang, sholat dan bermain di taman, perjalanan berlanjut ke utara, ke Kota Te Anau. Setelah 2 jam perjalanan, kami tiba di Lake View Kiwi Holiday Park sekitar jam 5 sore. Mumpung matahari masih menggantung rendah di langit, kami sempatkan berjalan-jalan ke kota untuk mencari souvenir dan membeli tambahan perbekalan, termasuk coklat whittaker dan madu manuka.

Hari yang cukup melelahkan tapi esok hari kami harus bangun lebih pagi demi mengejar cruise di Milford Sound. Bismillah.

Day 6

Dalam perjalanan ke Invercargill sehari sebelumnya, kami memesan tiket cruise Milford Sound via bookme.com. Disini banyak pilihan tour yang ditawarkan, harganya bervariasi tergantung fasilitas, waktu dan mode transportasi, ada cruise saja atau cruise dengan helikopter. Berdasarkan pertimbangan harga dan waktu,  kami pilih Mitre Peak Cruise dengan keberangkatan pukul 09.55. Mengingat lama perjalanan dari Te Anau ke Milford Sound sekitar 2 jam, kami harus bangun dan siap2 lebih pagi.

Hari itu Selasa pagi setelah sarapan kami berangkat menuju Milford Sound. Dikelilingi tebing-tebing yang curam dan 2 air terjun setinggi 162 m, Milford Sound ini dianggap sebagai bagian dari 8 keajaiban dunia. Mirip dengan fiord di Norwegia hanya saja lebih luas. Dari hulu fiord sampai ke laut terbuka berjarak sekitar 16 km, sehingga untuk perjalanan pulang pergi dengan menggunakan cruise menghabiskan 1,5-2 jam saja. Fiord ini adalah rumah bagi koloni anjing laut, penguin dan lumba2 hidung botol.

Tempat ini memang sangat fantastis, tapi pemandangan sepanjang jalan menuju lokasi ini juga beyond imagination. Dan bagian paling seru adalah ketika melewati terowongan sepanjang 1,2 km yang menembus gunung, homer tunnel namanya. Meski cukup lebar untuk dilalui bis dan mobil dari arah berbeda, kendaraan yang akan lewat harus mengantri dan mengikuti petunjuk traffic light yang beroperasi selama summer. Beruntung pak supir aware pas tiba2 lampu merah menyala, sambil mengamati kenapa harus ada traffic light, dan ternyata oh ternyata.. kami akan masuk ke dalam tunnel. Setelah lampu berubah hijau, sambil dzikir perlahan mobil melaju menuju mulut terowongan. Dinding2 batu masih jelas terlihat, bahkan sesekali bunyi pasir dan kerikil jatuh terdengar jelas menimpa atap mobil kami, penerangan tampak minimalis dan saat pulang nanti kami harus melewatinya lagi.

Dari Milford sound dengan rute yang sama lalu kami makan siang di Ta Anau sambil bersiap-siap menuju kota Glenorchy. Untuk sampai ke Glenorchy sebenarnya kami melewati Queenstown dan rencananya kota inilah destinasi akhir petualangan kami, namun sayang rasanya kalau sudah sampai queenstown gak nyoba jalan lagi ke Glenorchy.

Perjalanan Milford Sound ke Queenstown lumayan lama, cape pegelnya berasa, tapi semua rasa penat hilang kala memandang danau-danau air biru yang terbentang dan padang-padang gembala terhampar luas. Dan kesan pertama kali ketika sampai di Queenstowin itu, “wow crowdednya”…haha. Queenstown benar2 kota paling rame yang pernah kami kunjungi sepanjang perjalanan ke selatan New Zealand.

Lalu kesan itu benar2 hilang setelah sampai di Glenorchy, sekitar 45 menit perjalanan dari Queenstown. Kota kecil ini begitu sepi, tidak banyak wisatawan yang datang, atau entah kami datang terlalu sore, sekitar pukul 17.00 waktu setempat. Tapi yang pasti spot foto2 di Glenorchy adalah salah satu yang the best yang kami miliki, Alhamdulillah.

Day 7

Gak kerasa sampai juga di jam-jam terakhir kami di New Zealand. Yup.. hari ketujuh ini kami punya waktu sebentar untuk muter-muter di Queenstown sebelum akhirnya terbang lagi ke Melbourne dari bandara Christchurch. Kok ke Christchurch lagi sih? Haha,, bagian ini dijelasin di akhir aja ya.

Di Queenstown ngapain aja? Karena cuma punya waktu dari pagi sampai sore saja kami memilih untuk naik Queenstown Skyline saja dan membeli oleh-oleh. Kami membeli tiket skyline secara online supaya gak ngantri saat tiba di lokasi. Sayangnya tiket yang kami beli hanya tiket naik gondola saja, padahal ternyata ada wahana lain yang lebih seru. Wahana apa itu? Namanya Ludge, semacam Gokart yang seru dijalankan semua anggota keluarga. Teteh aja ketagihan..haha. Kalau beli tiket terusan dari awal tentu harganya lebih murah.

Setelah bermain gondola dan ludge, kami makan siang di Quenstown mall, lagi-lagi makan kebab. Lalu jalan-jalan mencari oleh-oleh dan sholat dzuhur asar. Sambil menunggu waktu ke Christchurch Airport, anak2 main dulu di playground, sementara ayah istirahat menyiapkan tenaga untuk nyupir nanti.

Nah jadi kenapa ke Christchurch (CHC) lagi? Karena semata-mata tiket pesawat CHC-Melbourne jauh lebih murah dibandingkan Quenstown-Melbourne.. jadi meski setelah sampai di Queenstown yang seharusnya kami tinggal terbang aja ke Melbourne, kami memilih memacu mobil 7 jam lagi demi mangkas budget..hehe.

Alhamdulillah perjalanan ke CHC pun lancar, kami makan malam di mobil, anak-anak tidur nyenyak karena perjalanan malam dan supir alhamdulllah kuat sampai akhir gak harus gantian nyetir.

Saatnya kembali ke Melbourne dan menghabiskan sisa-sisa liburan sebelum akhirnya pulang ke rumah kami tercinta, Indonesia.

Menyusun Itinerary Australia New Zealand 14 Hari

Menyusun itinerary liburan keluarga selalu gampang-gampang susah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, salah dua yang utama adalah optimasi cost dan family friendly. Apalagi liburan yang sifatnya maraton seperti Eurotrip 18 hari, tentu berbeda dengan liburan single ala backpacker di Asia Tenggara atau setengah backpacker di Jepang.

Liburan ke Australia dan New Zealand (ANZ) ini direncanakan sejak beli tiket travel fair Garuda beberapa bulan sebelumnya, berangkat Sabtu malam (day 0) dari Jakarta dan pulang kembali Sabtu pagi (day 14) dari Melbourne. Saat itu masih belum detil mau kemana saja selama 14 hari liburan. Sampai akhirnya diputuskan untuk mulai mengurus visa NZ setelah visa Australia keluar.

Kami meletakan NZ trip di tengah-tengah antara dua visits di Australia karena bisa mendapatkan visa multiple entries Australia. Sebenarnya ada alternatif untuk menggunakan transit visa Aussie dimana melampirkan bukti flight selanjutnya yang maksimum stay di Australia nya tidak lebih dari 72 jam (3 hari). Biaya transit visa ini lebih murah yakni zero (cek ya), sedangkan visa normal visitor AUD  140 per orang (lumayan kan kan 2 dewasa + 2 anak). Plus saat apply visa Aussie ini kami belum beli tiket ke NZ, jadi belum tahu benar apakah diantara 2 visits ini masing2 maksimum 72 jam. Biaya yang lumayan visa normal, untungnya agak terobati karena syukurnya dapat visa visitornya 3 tahun! 🙂

Bagaimana visa NZ? Jika visa NZ 100% aplikasi dan approval via online, visa NZ masih transisi jadi setelah aplikasi online tetap harus datang lagi ke agency untuk menunjukan dokumen passport etc. Good thing nya, visa NZ untuk family bisa di apply sekaligus dalam 1 aplikasi dengan biaya NZD 165, sehingga biaya visa tidak perlu dikalikan untuk 4 orang.  Aplikasi visa NZ juga tanpa harus mempunyai tiket NZ dsb terlebih dulu, yang paling penting bisa menunjukan ada cukup dana untuk membiayai tiket dan perjalanan. Plus ada attachment khusus untuk memasukan visa Aussie mungkin sebagai salah satu evidence kuat untuk bisa travel ke NZ.

Pertimbangan lainnya yang baru diputuskan setelah visa keluar adalah mau ke NZ lewat mana, karena ada keinginan untuk tidak hanya di Melbourne. Ok, akhirnya diputuskan mampir ke Sydney 1 malam dulu sebelum travel ke NZ. Demi mark the city dan foto depan Opera House hehe. Meski kata teman di Sydney, Opera House sebenarnya bisa pakai photoshop :D.

Lalu yang utama, NZ ke mana saja? Kami meminta saran dan contoh itinerary dari 3 teman; satu keluarga baru pulang tinggal di NZ, satu tema pernah kuliah di NZ dan satu lagi pernah jalan di NZ. Kesimpulannya sama, south island cukup untuk 7 hari. Ga perlu ke North, ga seru katanya. Oke.. Jadi tujuan jelas kota hub nya Christchurch dan Queenstown. Lalu ke South mau campervan or driving+hotel.

Makin lama browsing makin ga konklusif, malah akhirnya 2 bulan sebelum terbang sudah pasti ga dapat camper dari providers yang bisa one-way. Padahal ke NZ kalau ga camper kaya bukan ke NZ hehe. Ketemu Mighway yang semacam platform P2P lending untuk camper, cuman dia harus di kota yang sama sesuai tinggal pemilik nya. Setelah cari2 dan mempertimbangkan itinerary yang optimal selama 7 hari di NZ, alhamdulillah dapat camper untuk 3 hari saja (dimana kalau providers resmi minimal hire 5/7 hari). Oiya, hari camper itu benar2 hari dimana diambil dan dikembalikan, bukan 24 jam.

Disitu muncul lagi tantangan untuk optimasi waktu sewa kendaraan, karena setelah camper dikembalikan akan ganti moda sewa mobil untuk lanjut explore South Island. Optimasi termasuk juga rute dan penginapan, sampai akhirnya diputuskan untuk datang ke NZ dan terbang dari kota yang sama yakni Christchurch. Simply karena lebih efisien alias murah hehe.

So, begini akhirnya itinerary ANZ trip kami:

day 0 Jakarta – Melbourne overnight flight

day 1 Melbourne ETA 6.30 am, Hotel & explore

day 2 Full Melbourne

day 3 Melbourne – Sydney DEP 6 am, ETA 7.30, Hotel & explore

day 4 Sydney, Sydney – Christchurch DEP 19.40, ETA 1 am, Transit hotel

day 5 Camper Pick up, Arthur Pass, Geraldine overnight

day 6 Geraldine, Timaru, Lake Tekapo overnight

day 7 Lake Tekapo relax, back camper to Christchurch, car pick up to Omarama overnight

day 8 Omarama, Wanaka, Arrowtown, Cromwell overnight

day 9 Cromwell, Invercargill, Te Anau overnight

day 10 Te Anau, Milford Sound, Queenstown overnight

day 11 Queenstown, Glenorchy, night driving to Christchurch Airport

day 12 Christchurch – Melbourne DEP 6 am, ETA 8, Hotel and explore

day 13 Full Melbourne

day 14 Melbourne – Jakarta DEP 7 am, ETA 10.30 am

Bagaimana realisasi dari itinerary diatas? InsyaAllah akan kita lihat edisi2 berikutnya. Bismillah..  🙂

Family Weekend: Kuala Lumpur 2017

Dalam rangka mengomptimalkan Aidan yang belum 2 tahun dan sudah punya passport dari UK, maka bulan May 2017 kami sekeluarga short weekend trip ke KL. Berangkat Jum’at after office hours, dan kembali Selasa siang.

Pertimbangan mengapa KL selain kami sudah pernah kesana sekeluarga, juga karena tiket pesawat KLM bisa dapat murah 900 ribuan pp dari Jakarta – KL, beli nya pun hanya sekitar 3 minggu sebelum berangkat. Pesawat KLM transit KL ini bertujuan ke Amsterdam, beberapa kali dipakai ketika masih tinggal di Aberdeen untuk pulang ke Indonesia.

Menginap total 4 malam, kami bagi menjadi 2 malam di hotel Ibis Budget tanpa swimming pool dan bukan di city center tapi sangat dekat akses MRT. Lalu 2 malam Hotel di Bukit Bintang dengan swimming pool dengan harga yang relatif wajar.

Pesawat KLM berangkat dari Jakarta sekitar pukul 19, sampai di KLIA sudah cukup malam sekitar jam 22 waktu Malaysia. Segala hal imigrasi dan taksi, kami bisa check di hotel lewat tengah malam.

Sabtu keesokan hari nya, kami yang rencana akan jalan ke Genting batal, karena salah lokasi berangkat Bus ke Genting. Sempat berpikir Jalan ke Malaka pun tidak jadi, meskipun sudah di Terminal Bersepadu Selatan (TBS). Dan akhirnya hanya jalan di sekitar Masjid Negara, taman kupu-kupu (butterfly park) dan taman KLCC.

Minggu nya, baru kami ke Genting dengan jalan ke Pudu Raya untuk beli tiket Bus ke Genting pulang pergi (sebaiknya beli tiket pulang pergi untuk lebih pasti, terutama jika weekend yang padat penumpang sore balik ke KL nya). Genting sedang banyak pembangunan, sudah sangat berbeda dari 5 tahun lalu kami kesini.

Dengan cable car yang baru (lebih besar dan sedikit lebih panjang rute nya), serta mall yang besar menjadi tujuan akhir di Genting Highland nya. Praktis, kami hanya jalan2 di mall saja karena indoor ataupun outdoor playground nya belum selesai (hanya ada beberapa indoor playland yang kurang menarik).

Senin adalah agenda jalan-jalan di kota KL start dari Bukit Bintang dengan naik free bus Rapid KL. Ke Lapangan Merdeka, makan siang di pasar Medan Tuanku, jalan-jalan di sekitaran Bukit Bintang, ditutup dengan makan malam lalu menikmati water fountain dancing di KLCC yang cukup menawan.

Selasa pagi, menikmati berenang di hotel. Siang sebelum check out jalan belanja di Sunga Wang Plaza. Pesawat KLM terbang dari KLIA sekitar jam 14, sampai di Soekarno Hatta jam 17 an. Dengan 900an ribu pulang pergi dengan KLM, menurut kami ini weekend getaway yang cukup lumayan ke KL.

Skenario Stonehenge

Perjalanan kami kali ini adalah mengunjungi kembali kota London. Kami harus ke KBRI untuk mengurus pembuatan passport Aidan.  Tapi mengingat Safa masih libur sekolah, kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke kota lain selain London. Kami memilih Oxford, Salisbury dan Cardiff untuk dimasukkan dalam itinerary perjalanan kami. Ini adalah sepenggal kisah kami di Kota Salisbury, kota dimana batu-batu ‘Stonehenge’ berdiri tegak.

Hari minggu tanggal 26 juli 2015 dari Victoria Coach Station London kami naik Bis National Express menuju Salisbury. Bis melaju pukul 11.30 dan tiba di Salisbury jam 14.30. Selama perjalanan dari London hingga Salisbury bis kami diguyur hujan. Meski demikian, Alhamdulillah kami tiba di tujuan dengan selamat.

Dari pemberhentian Bis National Express, kami berjalan kaki menuju stasiun kereta Salisbury. Berbekal google map kami menyusuri kota kecil Salisbury (padahal cuma nyari stasiun, gak nyusur sekota..hehe). Rencananya begitu sampai di stasiun kami akan hop on tour bus ke Stonehenge jam 3 sore, ternyata driver tour busnya bilang kalo hari ini Stonehenge gak beroperasi karena lagi ‘no power’, mungkin semacam gangguan jaringan listrik. Sempat kecewa karena kami sengaja mampir ke Salisbury dalam rute perjalanan menuju Cardiff demi melihat batu Stonehenge. Tapi manusia hanya bisa berencana, Allah jua yang menentukan.

Sambil menunggu kereta menuju Cardiff jam 18.28, kami duduk di peron stasiun. Mas Trian jalan-jalan dulu cari point of interest lain yang masih memungkinkan untuk kami kunjungi. Hanya satu point of interest di dekat stasiun, yaitu cathedral. Agak males juga keluar lagi dari stasiun, karena selain hujan, tempat wisata terdekat ‘hanya’ cathedral. Akhirnya kami memilih duduk saja di peron stasiun sambil makan snack dan menunggu ilham mau ngapain lagi sampai kereta datang…hehe.

10 menit sebelum jarum pendek hinggap di pukul 4 sore, kami dikejutkan dengan kedatangan seorang bapak berseragam. “Do you still want to go to Stonehenge? It’s open now”.. Bapak petugas itu ternyata adalah driver tour bus stonehenge. Dia memberi tahu kalau Stonehenge sudah buka lagi, the power is back..hihi. Masha Allah, rencana Allah memang diluar dugaan manusia.. “Alhamdulillah masih dikasih kesempatan melihat stonehenge”, batin kami.

bus tour stonehenge

Bis menuju stonehenge berangkat jam 4 sore (rencananya kami naik bus jam 3). Waktu tempuh menuju monumen adalah 30 menit. Biaya perjalanan pulang pergi sekaligus tiket masuk menuju stonehenge adalah £27 untuk adult dan Safa karena masih 5 tahun ticketnya gratis, jadi total biaya adalah £54. Oya, harga tersebut sudah termasuk tiket masuk ke Old Sarum. Sesampainya di pemberhentian tour bus, kami lalu berjalan menuju visitor centre dan mengambil 2 buah audio tour berbahasa inggris. Setelah itu kami berjalan ke jalur antrian untuk naik shuttle bus yang akan mengantarkan kami menuju monumen. Jarak dari visitor centre ke monumen adalah sekitar 2 km. Alhamdulillah cuaca kembali cerah seakan akan langit tahu kami sudah tiba di stonehenge.. Terimakasih ya Allah.

Stonehenge adalah monumen batu-batu raksasa yang terletak di Wiltshire, 13 km dari Salisbury, UK. Monumen ini berbentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 90 meter. Teori tentang asal muasal batu, cara mengangkutnya serta tujuan didirikannya masih dalam perdebatan hingga sekarang.

IMG_20150726_165741

IMG_2039

Bagi kami Stonehenge adalah pemandangan yang menakjubkan karena dengan menyaksikannya kami jadi berkhayal tentang bagaimana kehidupan manusia pada zaman sebelum masehi. Bagaimana caranya mereka bisa meletakkan batu yang beratnya hampir 2 ton itu di atas batu yang berdiri. Yang menarik lagi adalah pemandangan di sekelilingnya yaitu hamparan padang hijau yang luas dan rapi. Banyak turis yang datang saat itu. Kebanyakan berasal dari China.

IMG_2031

Kami hanya punya waktu sampai jam 17.30 untuk melihat monumen Stonehenge karena bis yang akan kembali ke Salisbury depart jam 17.43. Tentu saja kami sudah memperkirakan waktu untuk kembali ke visitor centre lalu hunting souvenir di shop nya lalu menuju tour bus station.

fridge magnet

Bus sampai di stasiun kereta Salisbury pukul 18.14, agak mepet dengan jadwal kereta kami menuju Cardiff yaitu jam 18.28. Tapi lebih mepet lagi untuk turis india sekeluarga yang jadwal keretanya adalah jam 18.20. Ditambah di bis dalam perjalanan pulang ada turis China yang ‘menghambat’ karena mengganggu supir dengan bertanya-tanya kenapa kita gak ke Old Sarum. Padahal di brosur yang dikasih driver waktu kita bayar tiket sudah jelas tertulis jam per jam kunjungan ke Old Sarum, yang kita skip karena waktunya mepet. Salahnya driver juga sih gak ngasih info ke penumpang kalo bis sudah sampai di Old Sarum waktu itu. Bagi anda yang akan berjalan-jalan ke Salisbury (Stonehenge – Old Sarum – Cathedral) dengan menggunakan tour bus, perhatikan rute dan timetable bus. Jangan sampai objek yang ingin anda kunjungi terlewat karena terlalu mengandalkan informasi dari supir bus seperti turis china diatas.

Jam 18.28 waktu Salisbury, kereta menuju Cardiff tiba. Kami duduk di kursi yang sudah dipesan dengan rasa syukur dan hati gembira. Bagaimana tidak? Berawal dari kekecewaan karena tragedi ‘no power’ kemudian 10 menit sebelum bus berangkat kami dikabari kalo Stonehenge sudah beroperasi kembali, lalu sesampainya di Stonehenge langit yang kelabu dan hujan berganti cerah dan hangat. Sesudah itu dalam ‘kemepetan’ waktu kami bisa sampai di stasiun tepat waktu. Ah skenario Allah begitu indah bukan? Alhamdulillah..

Merencanakan Eurotrip

Eurotrip Merencanakan Eurotrip atau perjalanan ke Eropa adalah sebuah tantangan tersendiri. Keinginan untuk menjelajah sebanyak-banyaknya negara harus dibatasi dengan banyak hal, mulai dari waktu, fisik dan fokus destinasi yang dicari. Tantangan ini bahkan sebelum mulai mengajukan visa, karena saat pengajuan visa kita setidaknya sudah ada itinerary yang ingin dijalani.

Nah.. itinerary ini pun harus cukup masuk akal, berapa lama tinggal di suatu kota/negara, dimana akan tinggal dan bagaimana transportasi menuju kesana. Karena berapa lama tinggal akan berpengaruh ke negara mana yang akan kita ajukan untuk aplikasi visa schengen nya (negara terlama atau negara akses masuk/keluar). Visa schengen memang menjanjikan jelajah Eropa (daratan) tanpa batas, namun perlu ada strategi menyusun itinerary untuk aplikasi visa tersebut.

Pengalaman kami menjelajah Eropa 4 – 22 April 2015 lalu (18 hari), itinerary sudah mulai kami susun Januari 2015, karena visa akan diajukan di Februari 2015. Membutuhkan 2-3 minggu persetujuan visa, sehingga setidaknya 2-3 minggu sebelum perjalanan keputusan visa sudah didapat.  Karena bisa jadi visa tidak disetujui, maka langkah taktis pembatalan tiket masih lebih dari 7 hari sebelumnya sehingga meminimkan resiko tiket hangus (no refund).

Kami sampai harus membuat 3 kali revisi itinerary karena terlalu ambisius di 2 itinenary awal. Teman kami yang sudah pengalaman Eurotrip dan tinggal di Eropa memberikan masukan dan membuat kami harus merevisi tersebut.Standar negara Eropa yang akan kami kunjungi: Belanda, Perancis, Spanyol, Italia, Austria, Ceko dan Jerman.

Itinerary pertama masih memasukan Turki sebagai salah satu tujuan, dan beberapa kota di tiap negaranya yang membuat tidak realistis untuk dijalani. Misalnya di Belanda masih ingin pergi ke beberapa kota seperti Delft dan Rotterdam, sedangkan di Turki selama 3 hari. Artinya negara-negara lain hanya maksimal 2 hari, sedangkan di Spanyol banyak yang ingin dijelajahi.

Itinerary kedua, sudah tidak memasukan Turki tapi masih sedikit ambisius karena beberapa kota hanya 1 malam, masih ada Munich dan Hamburg, Prague hanya 1 malam, dan terdapat 2 overnight train. Bermalam di kereta bukan masalah sebenarnya, namun kami sendiri baru membeli Eurail Global Pass dan belum memesan seat kereta tersebut. Akhirnya,  itinerary kedua inilah yang kami ajukan untuk aplikasi visa ke Kedubes Belanda meskipun teman tersebut masih ‘protes’ atas itinerary tersebut.

Kesalahan kami adalah kami menunggu melakukan reservasi seat kereta setelah visa disetujui, dimana sebaiknya reservasi seat tersebut bisa dilakukan pararel dengan aplikasi visa. Lalu gimana nanti kalau visa tidak disetujui? Ituah mengapa harus cukup jauh hari untuk melakukan pembatalan, mungkin tidak 100% refund tapi setidaknya tidak hangus semuanya.

Akhirnya setelah visa disetujui, kami harus melakukan revisi itinerary lagi karena kami kehabisan seat train dari Barcelona ke Milan, setelah overnight train dari Granada ke Barcelona. Perubahan dilakukan dengan memesan pesawat terbang dari Madrid ke Roma, dimana sebelumnya Madrid tidak masuk dalam itinerary. Artinya kami harus tambah 1 malam di Madrid, sebagai pengganti overnight train tersebut.

Itinerary ketiga inilah yang akhirnya kami jalani selama Eurotrip 18 hari tersebut, mulai dari Aberdeen, UK ke Eropa daratan.

Hari 0 Perjalanan dari Aberdeen ke Glasgow, terbang ke Schiphol Amsterdam

Hari 1 Keukenhof and Amsterdam

Hari 2 Volendam and The Hague

Hari 3 Perjalanan ke Paris

Hari 4 Paris full day

Hari 5 Perjalanan Paris ke Barcelona, stopover Perpignan

Hari 6 Perjalanan Barcelona ke Granada, stopover Cordoba

Hari 7 Granada full day

Hari 8 Granada, perjalanan Granada ke Madrid

Hari 9 Madrid, terbang dari Madrid ke Rome

Hari 10 Roma full day

Hari 11 Perjalanan Rome ke Milan, stopover Pisa

Hari 12 Perjalanan Milan ke Vienna, stopover Zurich

Hari 13 Vienna full day

Hari 14 Vienna, daytrip Vienna ke Bratislava, perjalanan Vienna ke Prague

hari 15 Prague full day

Hari 16 Perjalanan Prague ke Hamburg

Hari 17 Hamburg full day

Hari 18 Perjalanan Hamburg ke Schiphol, terbang ke Glasgow, kembali ke Aberdeen

Oiya, pertimbangan vital saat menyusun itinerary adalah kami adalah keluarga dengan ibu hamil 26 – 29 bulan dan anak perempuan 5 tahun. Sehingga menyusun itinerary sedikit lebih menantang daripada hanya single traveler atau family traveler biasa.

Seperti apa peta perjalanan kami? Berikut ini dua traveler maps yang menggambarkan pola melingkar perjalanan kami di Eropa daratan.

Capture

MapLink: traveler map Eurotrip

Apakah kami puas? Well, manusia memang sering minta yang lebih. Total 18 hari, 18 kota dan 9 negara buat kami adalah pengalaman yang luar biasa. Meskipun ada beberapa hal yang diluar skenario, namun banyak pelajaran yang bisa kami ambil. Kuncinya di perencanaan, dan Alhamdulillah.. lebih dari 80% yang kami rencanakan sesuai kenyataan. Sedangkan sisanya adalah pelajaran lapangan yang akan jadi bagian cerita selanjutnya. 🙂

Selamat menyusun rencana Eurotrip!