Triandika Weblog Rotating Header Image

December, 2009:

Safa Emira Asmoro

Nama adalah do’a. Begitulah kami akhirnya memberikan nama kepada putri pertama kami, Safa Emira Asmoro.

Safa, artinya kemuliaan, ketentraman. Safa adalah nama sebuah bukit di Tanah Arab, sebagai saksi perjuangan tak kenal menyerah ibunda Siti Hajar saat berlari-lari antara bukit Safa dan Marwah mencari air untuk bayinya yaitu Ismail. Perjuangan Siti Hajar itu diabadikan dalam rukun Haji Baitullah, semua muslim yang berhaji pasti melakukannya.

Kami berharap putri kami Safa juga mempunyai semangat bergerak dan berjuang. Musim Haji akan menjadi pengingat baginya karena nama nya selalu disebut umat muslim sedunia sebagai simbol perjuangan. Sebuah nama yang abadi untuk kebaikan.

Emira, artinya pemimpin (Amir). Kami menggunakan nama Emir (bukan Amir) dengan beberapa alasan, pertama lebih kepada estetis nama perempuan saat ditambahkan ‘e’ di depannya. Kedua, Emira mengingatkan pada Uni Emirates Arab, sebuah Negara gabungan di Arab. Negara yang maju dengan Dubai sebagai pilarnya, menjadi “queen on the desert”. Sebuah perpaduan antara Islam dan modernisasi. Alasan ketiga akan dijelaskan di bawah.

Kami berharap putri kami Safa Emira akan mempunyai jiwa pemimpin, seorang pemimpin perempuan yang kuat dan bermanfaat. Dengan semangat modernisasi yang tinggi, dan tetap dengan kepribadian Islam yang luhur. Sebuah nama yang baik untuk peradaban.

Asmoro, adalah cinta, kasih sayang. Asmoro adalah nama belakang Ayah nya. Selain arti yang diharapkan dari nama itu dan pertalian keluarga, Asmoro juga mewakili seorang Jawa. Putri kami ialah generasi masa depan, dan tetap menghargai lokalitas nya. Lokalitas yang tidak hanya mewakili Jawa atau Sunda, namun juga mewakili budaya Indonesia pada umumnya. Sebuah nama yang sederhana untuk kesahajaan.

Kami berharap putri kami Safa Emira Asmoro akan menjadi pemimpin perempuan mulia yang memberikan ketentraman dan cinta kasih dengan semangat modernisasi dan Islam untuk peradaban.

Dan akronim nama putri kami adalah SEA, yaitu laut. Ini alasan ketiga nama diatas, dan mewakili sebuah harapan yang lain seperti halnya sebuah laut. Laut itu luas dan dalam, kami berharap putri kami mempunyai hati selapang dan seluas lautan, semakin diselami semakin tampak keindahannya. Kami berharap ia juga memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas, dengan resapan hati nurani yang dalam.

Laut itu tempat hidup berjuta biota, siklus kehidupan dari air hujan pun dimulai dari laut yang menguap. Sekalipun banyak ketidakbaikan yang diberikan manusia kepada laut, namun laut selalu setia memberikan kemanfaatan  untuk  makhluk hidup di dunia.

Siapa yang tidak menyukai pantai? Desir ombaknya, hamparan pasir putihnya, kemilau airnya membuat semua hati merindukannya. Laut adalah keindahan, keluasan tak bertepi, kedamaian dan kesahajaan. Dan kami berharap putri kami Safa Emira Asmoro (SEA) adalah laut di tengah keluarga kami dan juga di tengah masyarakat.

Nama adalah do’ a, maka kami mengucapkan terima kasih yang tulus atas do’a dari bapak, ibu, teman, sahabat, rekan, dan handai taulan semua. Semoga Allah SWT mengabulkan do’a kami ini, amin.

@triandika

Detik menjadi Ibu

Malam itu tanggal 18 Desember, saya merasakan mulas yang begitu kuat. Dari jam 11 malam, rasa mulas itu timbul akibat kontraksi yang berlangsung rutin 5 menit sekali dengan lama kontraksi sekitar 50 menit. Jam 1 malam, saya dan suami memutuskan untuk pergi ke rumah sakit Mitra Keluarga Depok. Bidan jaga kemudian memeriksa tingkat pembukaan jalan lahir saya yang ternyata masih pembukaan 2. Kemudian dilakukan CTG atau pemeriksaan jantung bayi selama 20 menit. Karena pergerakan janin kurang aktif saat itu, bidan memberi saya oksigen untuk dihirup selama 1 jam lalu dilakukan pemeriksaan CTG kembali. Saat itu jam 4 pagi, saya dipindahkan ke ruang rawat inap sambil menunggu pembukaan beranjak meningkat.

Hingga pukul 7 pagi, saya baru sampai pada tingkat pembukaan 5. Setelah itu saya kembali ke ruang bersalin untuk menunggu sampai pembukaan lengkap. Karena mulas yang saya alami masih lemah sehingga pembukaan meningkat dalam waktu yang cukup lama, maka setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan saya lewat telepon, bidan memberi saya obat untuk induksi kontraksi. Saat itu dokter memang tidak berada di tempat, sehingga untuk proses pembukaan saya dibantu oleh para bidan jaga. Tidak hanya diinduksi melalui infus, ketuban saya juga dipecahkan untuk merangsang kontraksi.

Setelah diinduksi saya mulai merasakan kontraksi yang lebih kuat dan durasinya lama setiap sekitar 2 menit sekali. Pernah karena saking tidak kuat menahan rasa sakit, saya sempat menendang besi tempat tidur di kampar bersalin. Dengan bantuan induksi, jam 8 saya sudah sampai pada tingkat pembukaan 8. Saat itu dokter ahli kandungan saya baru saja tiba. Menjelang pembukaan lengkap, kontraksi semakin kuat dan rasa ingin mengejan semakin besar. Bu bidan mengingatkan saya untuk melakukan posisi persalinan litotomi seperti yang telah diajarkan di kelas senam hamil.

Dengan sigap, suami saya juga membantu untuk mengangkat kepala saya saat mengejan. Jadi tekniknya, dalam posisi terlentang atau setengah duduk, angkat kedua kaki dan kaitkan dengan lengan hingga batas siku. Setelah itu tarik nafas panjang, kepala diangkat, mengejan dengan kuat sambil melihat perut, lalu buang nafas lewat mulut. Meskipun saya sudah ikut kelas hamil sebanyak 6 kali pertemuan, ternyata pada hari-H rasa panik membuat saya lupa akan teori-teori tersebut. Rasa mulas pun muncul ketika pembukaan lengkap, dan dokter bersama bidan meminta saya untuk mengejan.

Saya mengejan sebanyak 6 kali hingga akhirnya bayi mungil itu keluar. Suara tangis pun pecah dan saya merasa lega, alhamdulillah. Sungguh suatu momen perjuangan alamiah yang sangat berat sehingga pantas orang-orang  menyebut proses melahirkan seperti antara hidup dan mati.

Tapi ternyata rasa sakit yang lebih hebat lagi terjadi pasca melahirkan. Ada bagian ari-ari dalam rahim saya yang tertinggal, menempel pada rahim. Dokter kemudian mengambil potongan ari-ari itu dengan cara memasukkan seluruh tangannya ke dalam rahim saya. Masya Allah, pada saat itu saya menjerit tak kuasa menahan sakit. Setelah bayi keluar, lalu kemudian IMD (Inisiasi Menyusui Dini), saya pun harus dijahit. Itu karena saya mengejan terlalu cepat sehingga otot perineum robek. Padahal beberapa kali pada trimester akhir saya coba belajar senam perineum di rumah untuk melenturkan otot tersebut ketika melahirkan.

Kemudian dokter dengan sigap menyuntikkan 3 ampul obat bius lokal. Saat jarumnya menyentuh kulit, entah kenapa saya merasa obat bius lokal tersebut tidak mempan, sebab rasanya masih sakit. Dan secara refleks, otot-otot yang akan dijahit mejadi kaku sehingga menyulitkan dokter untuk menjahitnya. Berkali-kali dokter menyuruh saya untuk rileks. Namun tetap saja saya tidak bisa rileks hingga akhirnya dokter ’mengancam’ dengan menawarkan saya 2 pilihan, yaitu rileks karena saya sudah dibius lokal sebanyak 3 ampul sehingga rasa sakit akan berkurang atau bius total tapi tidak akan bisa menyusui bayi dalam waktu yang lama.

Mendengar ’ancaman’ tersebut, saya tentu memilih opsi pertama, saya paksakan otot saya rileks. Jutaan energi positif saya coba hadirkan untuk membantu, sambil tak henti meminta kekuatan kepada Allah. Proses menjahit pun berlangsung cukup cepat dan alhamdulillah selesai sekitar pukul 9.15.

Seharusnya pada persalinan normal, ibu yang habis melahirkan harus sudah bisa jalan untuk menengok bayinya. Tapi karena tensi saya sempat drop, 90/60 mmHg, dan juga masih terasa pening, saya baru bisa bangun pada pukul 13.00. Pada waktu itu saya diantar ke ruang rawat inap dan beberapa jam setelahnya, bayi mungil itu pun diantar untuk memenuhi kerinduan keluarganya yang menunggu di kamar saat itu. Rasa rindu pun terbayar sudah..karena bersama akan lebih indah.

Selamat datang di dunia, putriku sayang.. [ ibumu ]

@triandika

Putri kami menyapa dunia

Depok, 19 Desember 2009, Jam 08.46

Berat 3.265 Kg, Panjang 50 Cm

Alhamdulillah… 🙂

@ triandika